"Eh.., itu aku pikir mas sibuk," serunya sekenanya. "Bagaimana mungkin aku mengenalkannya sebagai suamiku, sedangkan pernikahan kami akan berakhir beberapa bulan lagi," gumamnya sedihdalam hati. Itulah alasan kuat mengapa Hera tidak mengajak King ikut dalam acara reuni itu. "Asal iya saja kamu ngomongnya, mana mungkin aku sibuk, kan ini hari Sabtu. Oh yananti setelah acaramu ini, kita mampir ke apartemen baru kita, aku sudah memasukkan sebagian furniture pilihanmu, jadi kamu bisa lihat lagi mana saja yang masih kurang." "Ta..tapi mas, kita kan mau belanja ke pasar untuk keperluan bahan makanan besok," Hera mencoba menghindar. "Duh, bagaimana ini? jika pindah di apartemen baru, pasti kami tidur satu ranjang lagi," kesalnya dalam hati. Ia yang sudah berkomitmen untuk melupakan perasaannya kepada King, tiba-tiba merasa terhimpit karena suaminya yang ingin mereka
Semua mata tertuju kepada pasangan suami istri itu. King segera naik ke podium, atas permintaan ketua panitia untuk menyampaikan sambutan singkatnya. Hera melihat suaminya dengan berjuta pertanyaan di hatinya, "ternyata banyak yang tidak ku ketahui tentangnya selain ia pintar dan licik ia juga sangat jago membuat orang-orang terkagum-kagum dengannya," tanpa sadar Hera mengagumi King dalam hatinya. Setelah tau, jika suami Hera memilikiperusahaan besar, banyak teman-temannya yang mulai mendekatinya, namun diantara semuanya hanya ada satu orang yang benar-benar Hera anggap sebagai sahabatnya. "Lihat tuh Her, mereka baru mau mendekatimu setelah tau suamimu orang penting," ujar Sang Sahabat bernama Tari. "Biarkan saja Tar, ntar juga mereka bosan sendri." ujarnya.King turun dari podium dan langsung menghampiri Sang Istri.
King keluar dari UGD, ia langsung terduduk dilantai. Ia merasa sangat bersalah dengan apa yang telah ia lakukan kepada istrinya. Ia tidak tau bagaimana menjelaskannya kepada ayah mertuanya dan kedua orang tuanya terlebih Ewan pasti sudah sangat membencinya saat ini. "Bodoh! bodoh, bodoh!" umpatnya. Ia merasa menyesal telah memaksakan kehendaknya kepada Sang Istri, niat awalnya hanya untuk menakut-nakuti Hera, tetapi dia menjadi kalap. King terlihat seperti orang dungu bersandar di lantai rumah sakit sambil menekuk kepalanya di kedua lututnya. Tiba-tiba dokter Jansen datang, yang sengaja di panggil oleh Juyan yang juga bertugas di rumah sakit yang sama dimana Hera sedang di rawat. Ia segera menghampiri King lalu berkata, "tuan muda, apa yang terjadi?,l" tanyanya. King segera menengadahkan kepalanya ke atas, "dokter.., aku sudah melakukan kesalahan, aku sudah menyaki
Dokter Jansen keluar dari kamar rawatan Hera, dan memanggil Ewan dan King untuk mengikutinya masuk di sebuah ruangan. Sementara para perawat mulai melepas infus di tangan Hera. Dokter Jansen mempersilakan mereka duduk, sedangkan dokter itu duduk di hadapan keduanya. "Bagaimana keadaan istri saya dok?" dengan wajah menyesal King menanyakan keadaan Hera saat ini. Sang Dokter menghela napasnya, lalu berkata, "menurut hasil diagnosa saya, nona Hera saat ini mengalamitrauma akibat sesuatu hal yang dipaksakan untuk ia lakukan padahal hatinya tidak menerima hal itu, saat iniia merasa sangat ketakutan terutama jika mendengar nama tuan muda, dan nona Hera tadi mengakatan jika ia tidak ingin melihat wajah tuan muda lagi," King menundukkan wajahnya mendengar penjelasan dokter Jansen. Ewan masih terus menyimak perkataan Sang Dokter. "Jadi, saya masih belum tau, jika trauma ini hanya sementara atau
Seminggu telah berlalu, Hera masih tinggal di rumah ayahnya. Setiap dua hari sekali, agar tidak curiga,King menelpon ayah mertuanya dan mengabari jika ia masih berada di luar kota. Setelah itu ia tidak lupamengirim pesan kepada Hera untuk mengabarinya juga. Namun King tidak tau apakah Hera membaca pesannya atau tidak, karena istrinya itu mematikan semua notifikasi di ponselnya. Sudah seminggu juga, Hera tidak pernah masuk kantor, teman-teman kantornya juga tidak ada yang berani mengusiknya. Ternyata semua sudah dikondisikan oleh King, agar Hera dapat beristirahat di rumah dengan mengajukan cuti untuk istrinya itu. King selalu menghubungi Ewan untuk menanyakan kabar istrinya, takjarang Ewan juga mengirimkan beberapa foto Hera yang ia ambil secara diam-diam lalu ia kirimkan kepada kakak iparnya yang sedang dilanda rindu berat kepada istrinya.
"Ma..maksud mami apa?" Hera pura-pura bingung. Nyonya Yesi mengetahui kebimbangan Hera, ia segera meraih tangan Sang Menantu, memberi kekuatan kepadanya. "Mami sudah tau semua, anak mami yang keras kepala itu sudah menceritakan semuanya kepada papi dan mami," ujarnya lemah lembut. "Ma..maafkan aku mi.., aku.., aku..," Hera seketika tidak dapat berkata-kata, ia mulai menitikkan air matanya. Nyonya Yesi segeramenarik menantunya itu dalam pelukannya. "Mami tidak menyalahkanmu sayang.., yang kamu lakukan itu benar, kita tidak boleh memaksakan kehendak sesuka hati kita kepada orang lain," Hera semakin terisak dipelukan Sang Ibu Mertua. Setelah sekian lama, ia baru merasakan kehangatan seorang ibu. "Mami sangat berharap suatu saat kamu mau memaafkan kesalahan anak mami yang keras kepala itu..," Hera memilih diam dan tidak menanggapi perkataan ibu mer
"Apaan sih papi dan mami? kok jadi mengusirku seperti ini? aku ini anak kalian mi.., pi..," ujarnya memelas. "Kamu salah! Hera juga sudah menjadi anak kami mulai saat ini, jadi siapapun yang ingin mencoba menyakitinya lagi, akan berhadapan dengan mami!" tegas nyonya Yesi. Dengan berat hati King pun meninggalkan rumah orang tuanya, sebenarnya ia tidak mau tetapi karena kedua orang tuanya terus-terusan mengusirnya, terpaksa ia pun keluar dari rumah itu. Sambil menggerutu ia berjalan menuju mobilnya, "sebenarnya yang anak mereka siapa sih? kok jadi malah aku yang diusir?" tanyanya dalam hati. Ia pun berniat untuk kembali ke apartemennya. Namun sebelumnya, ia menghubungi Juyan untuk menjual kembali apartemen yang baru saja selesai itu, karena di tempat itulah, ia melakukan pemaksaan kepada Sang Istri yang pastinya akan menyisakan rasa trauma di hati istrinya.
Riuh suara peserta meeting bersahut-sahutan di ruangan itu. Sementara Juyan segera berlari mengejar King yang tak terlihat lagi, ia bagai melihat hantu sampai secepat itu menghilangnya. Hera kembali duduk dengan santai tidak mempedulikan ocehan-ocehan karyawan lain yang bertanya-tanya kenapa Sang CEO bisa berubah secepat itu yang tadinya marah-marah, namun tiba-tiba secepat kilat mengatakan jika rapat dibubarkan. "Jangan-jangan tuan King kesambet kali.., karena marah-marah terus, atau bisa saja ia melihat penampakan tepat di depan matanya makanya ia langsung kabur," beberapa orang tampak mulai menggosipkan King. Sementara sekretaris Wina mengambil alih meeting itu dan mengumumkan, meeting ditunda sampai dua Minggu berikutnya. "Hera, bukannya tadi, tuan CEO pergi dari ruang meeting saat lo berdiri kan?" seru Amel, rekan kerjanya.