*ALDI POV
Aku terkejut saat pertama kali melihat wanita yang selama ini telah membuat aku tidak dapat lagi mengenal artinya bahagia.
Ya, dia wanitaku, wanita yang selama ini aku cari. Wanita yang selama ini telah berhasil merampas hampir seluruh hidupku.
Aku tertegun ketika wanita yang aku cinta sejak dulu itu, sekarang tiba-tiba hadir di hadapanku.
"Tuhan, terima.kasih kau telah mengabulkan doa-doaku," aku memuji Tuhan Yang Maha Esa. Aku bahkan tidak sanggup menyembunyikan kebahagiaan ku, walau aku tahu dia gelisah melihatku.
Aku tidak ingin membuatnya khawatir dan cemas, kubiarkan saja dia pergi tanpa banyak berkata-kata, aku tersenyum menatapnya pergi dengan segala harapan untuk seseorang.
"Andre, cari tahu dimana alamat Reyna di sini," perintahku pada Andre, asistenku.
Dan beberapa saat kemudian, pada s
Dan aku masih di sini, menanti komen kalian.
Sudah beberapa hari ini Aldi selalu video call untuk sekedar menyapa Reyna dan yang paling utama adalah berbicara pada Evan, putra nya. Sejak Aldi kembali ke Jakarta, tidak pernah sehari pun dia absen untuk menghubungi putra kecil nya. "Daddy, kapan datang lagi main sama Evan?" tanya Evan dengan raut wajah kesedihan. Reyna melirik anak nya yang terlihat manja pada Aldi. Wanita itu tidak ingin mengganggu momen kedekatan mereka. "Sabar Sayang, Daady pasti akan secepatnya menemui Evan lagi. Bocah kecil itu mengangguk. Dia terlihat senang ketika Aldi berjanji padanya untuk segera datang. "Daddy datang kalau nanti ayah juga datang ya? Kata bunda, beberapa hari lagi ayah akan pulang." Aldi terdiam seraya melirik Reyna yang terlihat asyik dengan laptop nya. Wanita cantik itu bergeming tampak tidak peduli dengan obrolan
Reyna membuka matanya, dia mengerjap sesaat lalu memperhatikan detail ruangan dimana dia terbaring. Ah, aku terbaring di kamar," benak Reyna berkata. "Kau sudah bangun, Sayang," sapa laki-laki yang terasa membelai puncak kepalanya. Reyna menatap laki,-laki yang penuh dengan perban tebal di kepalanya. Wajahnya terlihat pucat, namun bibirnya selalu saja tersenyum. "Kak Farel, apa yang terjadi? Kau tidak apa-apa, kan? Lukamu ini bagaimana? Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Reyna khawatir. Dia akan beranjak dari tempat tidurnya namun, pria di depan nya menahan tubuh nya. Pria yang saat ini duduk di pinggir tempat tidurnya membelai kepalanya lembut, menatapnya tanpa kedip dan sesekali mencium hidung dan bibirnya dengan gemas. "Kakak kok ngeliatin aku seperti itu, sih?" tanya Reyna dengan wajah merona. Farel menggel
Reyna dilarikan ke rumah sakit. Wanita itu mengalami pendarahan ringan akibat syock karena kejadian yang menimpanya. "Reyna hamil 5 minggu, Pak," jelas dokter kepada Aldi. Pria itu terdiam tanpa bisa berucap. Pria itu merasakan sesuatu yang membuat tubuhnya lunglai. Dia memposisikan dirinya sebagai Reyna. Bagaimana perasaan wanita itu saat dia tahu berita kehamilannya. Aldi yakin kesedihan hati Reyna semakin bertambah. Aldi menatap Reyna yang masih terbaring lemah. Wanita itu belum sadar setelah dua jam di rumah sakit. "Begitu banyak cobaan dan peristiwa yang kau hadapi, Reyna. Sungguh aku salah satu orang yang menyebabkan kau menderita Aku menyesal membuatmu harus melewati masa-masa sulit saat bersama ku. Kapan kebahagiaan kbali datang padamu, Sayang," ucap Aldi pelan seraya menggenggam tangan Reyna. Berita kehamilan Reyna kembali membuat nya ib
Seminggu ini Aldi tidak bisa bertemu Reyna dan Evan, dia keluar kota untuk menyelesaikan projek yang sebentar lagi akan launching. Dan seminggu ini juga Aldi hanya bisa menghubungi Reyna dan anaknya lewat panggilan video. "Bagaiamana baby ku, apa dia baik-baik saja?" tanya Aldi pada Reyna. Reyna tersenyum kecil seraya membelai perutnya. "Dia baik-baik saja, tapi sering sekali tengah malam kepingin yang aneh-aneh," ucap Reyna. Aldi terkekeh kecil. Dia gemas membayangkan baby Reyna yang pasti lucu menggemaskan. "Kau ingin dia laki-laki atau wanita?" tanya Aldi. "Terserah saja, Mas. Yang penting baby sehat." Aldi mengangguk setuju. Dia bahagia bisa membantu Reyna melewati masa-masa sulit saat ditinggal suaminya, walau Aldi tahu Reyna akan tetap bersedih saat dia sendiri. "Mas ingin
Sejak hari itu, Reyna selalu gelisah. Teror untuknya seakan-qkan fokus pada Evan. Wanita itu takut terjadi apa-apa pada putra nya. Tapi Reyna ragu untuk memberitahukan Aldi, dia tidak ingin laki-laki itu khawatir dan menganggu pekerjaannya. Ini hari kedua Evan demam setelah kejadian teror itu Bocah kecil itu acap kali memanggil Daddy nya sejak kemarin. "Dia demam sejak kemarin, kenapa baru mengatakan nya sekarang?" tanya Aldi saat Reyna menghubunginya. Reyna mengarahkan kamera ponselnya pada Evan yang terbaring di tempat tidur. Aldi menatap putranya dengan sedih. Tidak tega rasanya menyaksikan pangeran kecil nya tidak berdaya di tempat tidur. "Maaf, aku tidak ingin kau kepikiran jika tahu Evan sakit," ujar Reyna menyesal. Aldi menghela napas panjang. Dia menatap tubuh kecil putra nya yang sedang tertidur pulas. &nbs
Hari ini akhir pekan, Aldi tidak ingin menyia-nyiakan waktu untuk bersama putranya dan Reyna. Namun kesehatan Reyna masih belum pulih. Beda dengan Evan yang sekarang sudah mulai bermain kembali. Aldi mengetuk kamar Reyna lalu membukanya perlahan saat suara Reyna mempersilahkan dia masuk. Aldi menghampiri Reyna lalu meraba kening wanita itu. "Udah minum obat?" tanya Aldi. Reyna menggeleng. Wajahnya masih terlihat pucat. Akibat teror yang dia alami membuatnya malas makan dan stress, untuk itu dokter Mario menyuruh Reyna untuk bedrest, apalagi kehamilannya masih masuk tri semester pertama. "Pasti belum sarapan? Kau harus makan dulu sebelum minum obat." Reyna kembali menggeleng lemah. Entah kenapa dia tidak nafsu makan. Tubuh nya masih terasa lemah. Aldi keluar kamar sebentar lalu masuk k
"Daddy, Evan mau ke taman," pinta bocah kecil memeluk kaki Aldi dengan wajah membujuk. Aldi menunduk memperhatikan tatapan Evan, mengelus puncak kepala bocah itu dengan penuh kasih. "Evan mau ke taman sama Daddy?" Aldi balik bertanya. Evan mengangguk penuh harap. Membiarkan Aldi memainkan pipi gembul nya. "Bunda gimana dong? Tega neinggalin bundanya di rumah?" "Bunda mau kok, tadi bunda bilang ke Evan, asal Daddy nemenin, bunda pasti ikut." Aldi tersenyum lalu menggendong Evan dan memeluknya erat. Hatinya bahagia, momen untuk bersama putranya dan Reyna tidak akan di sia-siakan. "Yuk, ganti baju dulu ya, Tuan muda," ajak Aldi menemani Evan ke kamarnya. Aldi tidak bisa melepaskan pandangan nya pada wanita cantik di depan nya. Wali pun perut wanita itu sudah terlihat membuncit, namun kec
"Apa itu, Bunda?" tanya Aldi pada Reyna. Reyna menaikkan bahunya dan kemudian mengambil sesuatu yang di pegang Evan. Miniatur robot yang tangan nya tidak lengkap. Hilang sebelah. "Evan di kasih om yang tadi, Bunda. Katanya buat Evan main, tapi kata Om nya tangan robot nya harus Evan sembuhkan dulu, karena lepas sebelah. Evan bilang, nanti Evan aja yang bawa ke dokter," ucap bocah itu lucu. Reyna dan Aldi berpandangan. Mereka menerka-nerka maksud pria bertopi tadi. "Evan tidak apa-apa kan,Nak? Om tadi tidak menyakiti Evan?" Bocah tampan itu menggeleng seraya melingkarkan tangan nya di leher Aldi. Dia tidak mengerti jika kedua orang tua nya sangat cemas pada nya. Keduanya terlihat lega. Reyna mencium pipi Evan dengan rasa syukur dan lega yang luar biasa. Kecemasan masih terlihat di wajahnya tapi wanita itu sudah bisa tersenyum sera