Hari ini adalah hari terakhir mereka di vila tersebut, sebelum pulang Jaesung berniat untuk mendaki jalur hiking menuju observatorium, keinginannya untuk melihat bintang tak bisa dilaksanakan, sebagai gantinya, ia akan menikmati pemandangan kota dan matahari terbit dari ketinggian tersebut.
“Hyung, ayo mendaki.” Ajak Jaesung kepada kakaknya yang saat ini tengah berusaha membuka matanya dengan benar.
“Kemana?”
“Observatorium yang di ujung sana.” Jaesung mulai menggunakan jaket yang tergantung di sudut ruangan, cuaca subuh ini benar-benar dingin, mencapai 13 derajat celcius, berbeda degan kondisi di kotanya, yang hanya sampai 24 derajat celcius.
“Pergilah, aku ingin melanjutkan tidurku.” Tampak pemuda itu kembali menarik selimutnya dan menutupi seluruh tubuhnya seperti anak kucing.
Akhirnya Jaesung keluar dari kamarnya, pengalaman pergi kesana sebelumnya membuat Jaesung sudah hafal jalur ke arah lokasi tersebut, apalagi ini adalah
Maafkeun untuk kegajean ini, aku belum berbakat untuk menulis scene romantis T_T semoga tetep nunggu kelanjutannya yaa, gomawoyo yeorobun ❤
Perjalanan piknik dua hari satu malam itu berlalu dengan cepat, hari ini semua kembali pada kesibukan masing-masing, Rina dan Jaewoon yang telah kembali pada kegiatan kampus, dan Jaesung yang sudah mulai menyibukkan diri untuk persiapan audisi yang tinggal beberapa minggu lagi. Beberapa kali terlihat pemuda itu begitu frustasi, menghentikan permainan gitarnya, kemudian melihat keluar jendela, Jaesung benar-benar tidak bisa fokus pada latihannya, saat ini ia masih bingung ingin menampilkan bakat apa untuk audisinya. Keadaan di luar sana selaras dengan perasaan Jaesung yang saat ini tidak baik-baik saja, tetesan hujan yang menghantam kaca jendela kamarnya, membuat Jaesung merasa dunia ikut merasakan kesulitannya saat ini. “Apakah aku harus menyanyikan itu saja?” Kali ini terlihat Jaesung bersandar pada tepian tempat tidurnya untuk mengenang kembali ingatan beberapa hari yang lalu di tepi sungai kaki bukit, saat itu ia mencoba untuk unjuk bakat di depan gadis yang akhir
Seperti biasa, Rina melewati hari-harinya dengan kesibukan kuliah, tak terasa satu tahun telah ia lewati, ketika sebelumnya ia tidak terlalu kesepian dengan adanya keluarga Tuan Han, tapi sekarang ia merasa kembali di tinggalkan, ditemani oleh kesepian dan kesendirian yang perlahan-lahan melahapnya. Ia masih ingat betul kenangan ketika menghadiri acara kelulusan Jaesung, ditangan gadis itu terdapat sebuah buket Bunga Gardenia yang tersusun cantik. “Selamat atas kelulusanmu.” “Terima kasih Rina,” Ucap Jaesung. Hari itu tampak sangat membahagiakan bagi Jaesung, terlihat dari senyum pemuda itu yang tak pernah usai, bahkan hari ini Jaesung lebih banyak tertawa. “Apa aku mengganggu jadwal kuliahmu? Kau tidak harus memaksakan untuk datang.” Kali ini Rina dan Jaesung tengah duduk di bangku taman, Jaewoon beserta kedua orang tuanya memutuskan untuk kembali terlebih dahulu. “Hari ini aku tidak ada jadwal perkuliahan.” “Apa kau menikmati acara k
Sebelum masuk jam perkuliahan, Rina mendapati Syerin duduk sendirian di sudut ruangan sembari menatap ke luar jendela. “Apa yang kau lakukan disini? Tidak ingin duduk di depan?” Rina mencoba menyapa gadis itu. Syerin hanya melihat sekilas dan tersenyum kecil, kemudian pandangannya kembali beralih ke luar jendela, tidak tahu hal apa yang telah menyerap atensi gadis itu. Rina mendapati gadis di sampingnya bersikap aneh, mencoba mencari tahu apa yang terjadi. “Kau kenapa? Tidak biasanya kau murung seperti ini.” “Tak apa, ayo duduk di depan.” Syerin melewatinya begitu saja. Rina tidak ingin ambil pusing atas sikap sahabatnya itu, ia juga tak ingin bertanya lebih jauh, Rina yakin jika nantinya Syerin sendiri yang akan bercerita kepadanya. Tapi tebakan Rina salah, bahkan sampai jam pulang, Syerin seperti menjadi orang asing bagi Rina, ia bisa saja tertawa dan ramah kepada orang lain, tetapi ketika harus berbicara dengan Rina, gadis itu kemba
Setelah kejadian beberapa hari yang lalu, akhirnya hubungan Syerin dan Rina kembali seperti semula, hanya saja Kevin merasa awkward jika harus berada di sekeliling mereka berdua, penjelasan Rina setelah kejadian itu membuat Kevin merasa sedikit malu, walaupun Rina sudah memintanya untuk bersikap seperti biasa, tapi sepertinya itu bukanlah hal yang mudah bagi Kevin. “Kalau begitu aku duluan ya,” ucap Rina sembari membawa tas dan beberapa bukunya. Meninggalkan Kevin dan Syerin dalam keheningan. Dasar kurang kerjaan, pikir Syerin, walaupun sebenarnya ia senang atas bantuan Rina kali ini, beruntung Rina tak pernah menyampaikan bagaimana perasaannya terhadap Kevin. “Haruskan kita pulang? Atau kau ada janji?” tanya Syerin tiba-tiba. “Aku benar-benar lapar, ayo berburu makanan.” “Baiklah,” Syerin tersenyum, setidaknya ia berusaha untuk bersikap ‘normal’ di depan Kevin. Terima kasih Rina. *** Bus itu
Tepat pukul 00.30 ponsel Rina berbunyi, menandakan ada seseorang yang mencoba menghubunginya. “Siapa keparat gila yang megusik tidurku!?” dengan suara serak khas orang baru bangun tidur, gadis itu mulai beringsut menuju tepi kasur untuk bisa menjangkau ponselnya yang tergeletak di atas nakas. “Halo?” *Ttut .. ttut .. ttut Seketika sambungan terputus, membuat gadis itu semakin murka, rasa kantuk yang sedari tadi menghinggapinya, seketika menguap. Ia mulai menatap ponsel itu, ternyata sudah ada beberapa panggilan tak terjawab sebelumnya, kenapa ia tak terbangun ya? *tting Satu pesan masuk telah diterima, Rina membuka dan membaca pesan itu, sesaat kemudia ia menghela napas panjang. “Pah, Mah, tolong selalu awasi anakmu ini dari atas sana.” Ucap Rina sembari membaringkan tubuhnya kembali ke tengah kasur. *** *kriiiiiing Tepat pukul 04.30, benda pintar itu kembali berbunyi, kali ini ia berteriak untuk membangunkan ma
Rutinitas Jesung sebagai seorang Idol membuat pemuda tersebut jarang bertemu dengan keluarganya, kesibukan yang sedemikian rupa menyita banyak waktu berharga bagi Jaesung, tetapi tak ayal membuat semangat Jaesung surut, ia tahu bagaimana perjuangan yang harus ia lewati hingga bisa debut. Apa kau sudah makan? Ucap Nyonya Song di seberang sana, untungnya komunikasi yang sudah canggih bisa mengobati rasa rindu Jaesung kepada keluarganya. “Sudah, bagaimana keadaan Appa? Aku sudah lama tak mendengar kabar dari nya.” Yah begitulah, kesibukannya telah menyita banyak waktu bersama kita, bahkan appa sudah jarang makan malam di rumah, hanya tinggal aku dan Jaewoon. Apa kau tidak ada rencana pulang ke rumah? “Aku masih ada beberapa kesibukan, kemungkinan akhir bulan ini aku akan pulang eomma, bersabar yaa.” Sorot mata Jaesung yang sarat akan kerinduan kepada keluarganya membuat Nyonya Song menghela nafas. Baiklah,
Hari ini lagi-lagi Rina dikejutkan dengan kehadiran Jeong min di depan pintu apartemennya. “Apa yang kau lakukan disini? Kenapa tidak mengabari terlebih dahulu?” “Nuna akan kemana?” tanya Jeong min. Kali ini Rina mengangkat kantong plastik yang terikat rapi tanpa memberikan jawaban kepada Jeong min. “Masuklah, aku akan segera kembali.” Jeong min memasuki ruangan itu, seperti biasa ia menempatkan dirinya dengan nyaman di atas sofa, mencoba meneliti ruangan itu yang sebentar lagi akan ditinggal oleh pemiliknya. “Ada apa?” tanya Rina yang mengejutkan Jeong min. “Kita akan berangkat dua hari lagi nuna, aku sudah mendapatkan informasi mengenai ‘orang’ itu.” Untuk sejenak Rina menatap Jeong min. Merasa pantas untuk menanyakan arti tatapan itu, akhirnya membuat pemuda itu kembali bersuara. “Kenapa? Ada yang salah?” Pikirannya benar-benar berkecamuk kali ini, padahal ia telah mendapatkan bayaran dari kerja kerasnya be
“Na wasseo.” Terdengar suara tutupan pintu, menampilkan sosok pemuda yang kelelahan dan sangat merindukan masakan rumah. Tapi sapaannya hanya dibalas dengan udara ruangan kosong tersebut, padahal lampu rumahnya tampak menyala. “Eomma?” Ulang pemuda tersebut, memastikan bahwa ruangan itu masih diisi oleh keberadaan keluarganya. Apa ia salah masuk rumah? Tidak mungkin. Jaesung menggelengkan kepala dengan cepat. Pemuda itu akhirnya memutuskan untuk naik ke kamarnya, mencoba mencari keberadaan manusia yang selalu mengganggu hidupnya. Benar saja ketika ia mencoba membuka pintu di sebelah ruang tidurnya, kembali Jaesung menemukan ‘kerbau’ itu tengah tertidur dengan sangat lelap. “Hyuuung, apa kau tidak mendengarku masuk?” Ia mencoba berinteraksi dengan benda setengah hidup tersebut. Dan – sia-sia. Ia mencoba mengambil bantal dari kamarnya dan memukul pantat kerbau itu dengan keras. “Ya! Bagaimana mungkin kebiasaa