Share

BAB 7 : Putri Dari Verstellar

Ilucca bertopang dagu, dia menghadap Haejin seakan sedang menatap wajah gadis itu. Sementara Haejin, tampak ia masih diselimuti kebingungan akan ucapan yang dilontarkan Ilucca beberapa detik lalu.

 

“Sudah kubilang, berhenti mengatakan hal-hal aneh!” tukas Haejin pada akhirnya. Dia yang merasa cukup meluangkan waktu untuk meladeni Ilucca, berpikir mungkin sudah saatnya kembali bekerja. Tapi saat dia akan bangkit dari kursi, Ilucca secepat kilat menahan tangannya.

 

Haejin terkejut, sekaligus kembali mendaratkan bokongnya ke kursi dengan cukup keras. Tapi rasa nyeri itu sengaja ia abaikan, sebab melihat wajah Ilucca yang serius membuatnya berpikir akan ada hal berguna yang lelaki itu lontarkan.

 

“Kau mau pergi dan membiarkan lelaki tampan ini duduk sendirian?” Mungkin tidak seharusnya Haejin mengharap sesuatu yang berharga keluar dari mulut lelaki itu. Dari tingkah dan ucapannya saja, sudah terlihat jika dia adalah pribadi yang senang mengerjai orang-orang di sekitarnya. Haejin jadi merasa ucapan yang dikatakannya tadi tidak serius.

 

Haejin menarik tangannya dari lelaki itu, sambil berdecak sebal dia berkata, “Aku di sini untuk bekerja, bukan untuk menemanimu.

 

“Bukankah kau berpikir ada banyak hal yang perlu kita bicarakan, Nona Haejin?”

 

Haejin menatap tajam Ilucca. Matanya tak menyiratkan kepercayaan, tapi mengingat fakta jika Ilucca mungkin memang mengetahui pembunuh ibunya, membuat Haejin urung untuk pergi. Gadis itu mendesah berat, lalu bertopang dagu sembari menatap ke luar.

 

“Apa kau benar-benar tahu siapa pembunuh ibuku?” Haejin bertanya. Lelaki di hadapannya masih menikmati sendok demi sendok kue yang ia miliki, tapi dia juga sebenarnya mendengarkan Haejin. Maka ketika kue miliknya benar-benar habis tak bersisa, Ilucca mempersiapkan diri untuk membahas hal lain yang lebih serius dengan Haejin.

 

“Jika aku mengatakannya padamu, apa kau akan percaya?”

 

“Aku tidak berada di posisi di mana aku akan menunggu lalu memastikan kebenaran mengenai pembunuh ibuku. Karena kau yang paling memungkinkan untuk kupercaya, apa saja yang kau katakan pasti aku percaya.”

 

“Termasuk jika aku berkata kalau bukan aku yang membunuh ibumu?” Haejin melirik Ilucca yang tampak menunggu jawaban pasti darinya, dan dia malah mengalihkan kembali pandangannya seakan tatapan Ilucca akan menggoyahkan hatinya.

 

Dengan suara lirih, Haejin membalas, “Kalau itu, aku belum bisa sepenuhnya percaya.” Jawaban dengan keraguan itu membuat Ilucca tertawa, dia mengalihkan wajahnya menuju sisi lain di ruangan itu, lalu tertawa lebih lepas.

 

“Kau memang mewarisi darah nenek moyangmu bahkan setelah ratusan tahun berlalu.” Begitu tukas Ilucca, mengundang ketidakpahaman Haejin atas apa yang dia katakan.

 

“Maksudmu?”

 

“Keyakinan manusia itu kadang kokoh seperti baja, dan kadang bisa lebih tipis dari kapas. Baru saja kau mengatakan akan percaya dengan apa saja yang aku katakan, tapi tak lama setelahnya, kau mengingkari ucapanmu sendiri.”

 

Haejin merotasi matanya, sembari menghela napas dengan berat. Memang benar dia tidak berlaku sama dengan apa yang dia katakan. Haejin bahkan ragu dengan ucapannya sendiri. Tapi itu semua karena, dia benar-benar tidak bisa mempercayai Ilucca sepenuhnya. Dia masih terbayang-bayang akan kematian ibunya, perasaan marah dan kecewa yang membuatnya menyamaratakan semua makhluk seperti Ilucca dan menganggap mereka semua bertanggung jawab atas kematian sang ibu.

 

“Aku hanya ..., belum bisa merelakan kematian ibuku.” Haejin berkata, tapi dia sama sekali tak menatap wajah Ilucca yang mendengarkannya. “Kau bisa saja menjadi pelaku utamanya mengingat siapa dirimu sebenarnya, dan kau adalah yang pertama yang aku temui dari kalangan sepertimu.”

 

“Aku akan mengubah pertanyaanku. Bagaimana jika yang sebenarnya ingin dilenyapkan adalah dirimu?” Baru ketika kalimat itu keluar, Haejin kembali mengarahkan matanya tepat menatap Ilucca. Rautnya bingung, namun ia menahan diri sejenak dan membiarkan lelaki itu merampungkan kata-katanya. “Karena kau bilang akan mempercayai kata-kataku, maka kukatakan sesuatu kepadamu. Kau mungkin sedang dalam bahaya saat ini.”

 

“Aku ingin kau mengatakannya sejelas mungkin sekarang juga. Apa maksudmu sebenarnya, apa yang kau inginkan dariku dan apa sebenarnya tujuanmu melakukan ini,” tegas Haejin. Nada bicaranya serius dan tatapan tajam itu menandakan dia sedang dalam konsentrasi penuh untuk mendengarkan ucapan Ilucca.

 

Mengakui diri sebagai orang yang tak percaya dengan hal-hal diluar nalar, mungkin saja akan menjadi kendala Haejin untuk mempercayai keaslian kata-kata yang diucap Ilucca nantinya. Namun ia memilih mengesampingkan prinsip hidupnya, dan belajar untuk mengerti meski sulit ditelan logika. Bagi Haejin saat ini, hal terpenting baginya adalah mencari tahu siapa pembunuh ibunya dan membalas dendam. Dan dalam pembalasan dendam, logika tidaklah terlalu diperlukan.

 

“Ibumu pernah mengatakan sesuatu tentang Verstellar?” Ilucca bertanya demikian, namun bukannya memberi respons, Haejin malah terdiam lama dengan raut bingungnya. Ilucca menunggu, dan dia bisa menebak jika Haejin memang tidak pernah diberi tahu tentang kisah leluhurnya yang seharusnya diturunkan dari nenek moyang kepada cucu-cucunya sebagai antisipasi menghadapi Skyfall ke-dua.

 

Ilucca menyunggingkan senyum, dan berkata, “Rupanya memang ibumu belum pernah mengatakannya, ya?” Haejin tak membantah, karena yang dikatakan Ilucca memang benar. Seumur hidupnya, dia tidak pernah mendengar kata 'Verstellar', entah itu seseorang, sesuatu atau apapun itu.

 

“Memang apa itu?” Haejin bertanya, lalu Ilucca mengerutkan bibirnya sembari kembali menggaruk dagunya yang tak gatal.

 

“Hm ..., akan sangat menyita waktu kerjamu jika aku mengatakannya sekarang. Yang jelas, Verstellar adalah nenek moyangmu dan dulunya itu adalah kerajaan yang besar dan makmur.”

 

Haejin sedikit tercengang mendengarnya, tak percaya jika dia adalah bagian dari garis keturunan suatu kerajaan. “Ibuku tidak pernah mengatakannya padaku,” tukas gadis itu, sedikit berupaya menyangkal jika saja yang Ilucca katakan hanya untuk mengerjainya.

 

“Aku tidak tahu kenapa ibumu tidak memberitahukannya, padahal seharusnya kau sudah diberi tahu dari dua atau tiga tahun yang lalu. Apa kau sama sekali tidak diberi tahu jika keluargamu itu bukan keluarga sembarangan?”

 

“Apa aku adalah keturunan dari orang terkaya di dunia?”

 

“Ini mungkin lebih besar dari hal semacam itu. Masa depan umat manusia bergantung padamu.”

 

Kening Haejin makin mengerut, menandakan jika dia benar-benar tak mengerti dan bertambah bingung dengan apa yang baru saja dikatakan Ilucca kepadanya. “Ma-maksudmu?” Haejin meminta penjelasan, tapi kesibukan tak memungkinkan keduanya untuk melanjutkan percakapan. Karena tak lama dari sana, salah satu rekan kerja Haejin memanggilnya untuk kembali bekerja.

 

Ilucca mendengar panggilan yang ditujukan kepada Haejin, lalu ia tersenyum tipis. “Baiklah, Nona Haejin. Karena ada cerita yang belum aku selesaikan, aku harap kau tidak merasa kesal jika suatu saat kita bertemu lagi,” ucap Ilucca.

 

“Aku membencinya tapi kurasa kita memang akan sering bertemu setelah ini,” balas Haejin dengan wajah suntuknya. Senyum Ilucca semakin mengembang, syukurlah jika Haejin mengerti tanpa perlu ia jelaskan lagi. Lelaki itu bangkit dari duduknya, dia memasukkan kedua tangannya ke saku mantelnya dan bersiap pergi. Namun langkahnya tertahan sebab Haejin menarik mantel hitam panjangnya.

 

“Tapi setidaknya, tolong bayar untuk apa yang sudah kau nikmati, Tuan.” Haejin menatap bergantian piring kue yang sudah kosong isinya, lalu ke Ilucca. Seharusnya lelaki itu mengerti dengan sangat jika ia tidak membayar, maka kebencian Haejin padanya akan bertambah.

 

Tapi seperti yang sudah dikatakan, Ilucca tidak peduli dengan perasaan Haejin terhadapnya dan memilih mengeluarkan cengiran memuakkannya seraya berkata, “Anggap saja ini adalah bayaran atas informasi berharga yang sudah kuberikan padamu hari ini.” Mata Haejin sekonyong-konyong membulat sempurna. Ilucca menarik mantelnya dan pergi dari sana, sementara tak mungkin bagi Haejin untuk meneriakinya sedang keadaan toko sedang ramai pengunjung.

 

Gadis itu hanya bisa menggigit bibir bawahnya dengan kesal, lalu melontarkan kalimat kasar dengan tertahan agar tak didengar pengunjung lain. “Sialan!” dan Ilucca tertawa karena untuk pertamakalinya, gadis itu mengumpatnya.

 

Ilucca berjalan santai di tepian jalan dengan girang, sepertinya dia senang sekali setelah berhasil mengerjai Haejin. Saking senangnya, Ilucca tidak fokus saat bersiap menyeberang dan melangkah maju padahal belum waktunya untuk menyeberang.

 

Alhasil, sebuah mobil yang melaju kencang tanpa sengaja menabraknya. Kaca mobil itu retak dan kap mesin bagian depannya mengalami penyok yang cukup parah. Tubuh Ilucca tergeletak tepat di depan mobil itu, dan orang-orang mulai berdatangan mengerumuninya.

 

“Oh Tuhan, lihat mobilnya!” ucap seseorang yang ada di kerumunan. Pengemudi mobil tampak sangat kesal, namun tak dipungkiri dia takut jika sampai orang yang ditabraknya akan mati, apalagi Ilucca tidak bergerak untuk waktu yang lama, pun dengan kepala yang mengeluarkan darah kental.

 

“Apa dia sudah mati?”

 

“Hei, cepat panggil ambulans!”

 

Dari sekian banyaknya suara yang terdengar, ada suara teriakan panik yang sangat Ilucca kenali.

 

“Tuan Ilucca!”

 

Zakiel dan Eimiris menghampiri tubuh Ilucca yang masih tergeletak. Hanya sekejap dari kedatangan mereka, Ilucca berdiri dengan keadaan yang sehat dan bugar. Hal itu membuat orang-orang di sekitarnya terkejut bukan main, dan yang paling tak percaya di sini adalah supir mobil yang menabrak itu sendiri.

 

“Oh, kau membawa Eimiris, Zakiel? Tumben Eimiris mau keluar ruangan,” ujar Ilucca. Karena tak bisa melihat, dia jadi tidak tahu seperti apa raut keheranan setengah takut milik orang-orang yang mengerumuninya.

 

Zakiel dan Eimiris kompak memandang Ilucca dengan raut cemas. “Tuan ..., kepalamu ....” Eimiris berusaha memberi isyarat pada Ilucca tentang luka di kepalanya yang mengalirkan darah. Tapi ketika Ilucca menyentuh kepalanya, lelaki itu malah mengatakan hal yang membuat Eimiris makin gelisah.

 

“Astaga, kacamata kesayanganku hancur.” Ilucca melepas kacamata itu dari kepalanya, dan membuka mata, memperlihatkan iris kelamnya pada orang-orang. Khalayak yang ada di sana mulai merasa janggal, sebab mereka pun sepertinya tahu jika Ilucca tidak bisa melihat. Kenapa orang yang tidak bisa melihat, berjalan sendirian di keramaian kota yang berbahaya untuknya?

 

Terlebih lagi ..., mereka pasti sangat heran karena Ilucca masih bisa tertawa cengengesan sedangkan kepala dan tangan kanannya mengalirkan darah sejak tadi. Dia berdiri dan bertingkah seakan dia tidak terluka sedikit pun setelah ditabrak mobil dengan kecepatan tinggi.

 

Zakiel menyadari tatapan aneh orang-orang di sekitar mereka. Dia lalu mendekatkan diri untuk membisikkan sesuatu pada Ilucca yang masih sibuk menyayangkan kacamata miliknya yang pecah.

 

“Yang Mulia, kau baru saja ditabrak mobil ...,” tukas Zakiel, berusaha berkata dengan sepelan mungkin.

 

Ilucca yang mendengarkannya dengan baik, lalu berkata, “Iya, aku tahu.”

 

“Kepala dan tanganmu mengeluarkan darah,” timpal Eimiris. Wanita itu juga mengikuti langkah Zakiel, ikut berbisik pada tuannya.

 

“Lalu, apa yang harus kulakukan?” tanya Ilucca.

 

“Jika kau tidak ingin dicurigai oleh para manusia, berpura-puralah menjadi manusia.”

 

“Caranya?”

 

“Pura-pura tak sadarkan diri.”

 

Ilucca terdiam cukup lama, mencerna ucapan Zakiel. Setelah ia mengerti, dia pun menjawab, “Baiklah.” Lalu tubuhnya sekonyong-konyong jatuh terkulai di jalanan, membuat semua orang kembali terkejut.

 

Zakiel dan Eimiris kompak berpura-pura panik, padahal sebenarnya mereka merasa malu luar biasa. Tapi guna menutupi identitas mereka, akhirnya hal memalukan pun tak ada apa-apanya. Zakiel memandangi kerumunan orang-orang itu, lalu dengan pelan berkata, “Bi-bisa tolong panggilkan ambulans?”

 

Tentu saja dua vampir itu merasa sangat menyesal membiarkan Ilucca berbaur dengan kehidupan manusia tanpa pengawasan mereka.

 

 

 

***



Sore di keesokan hari, Haejin langsung bergegas pergi ke sebuah tempat yang Ilucca katakan. Sepulang sekolah, Haejin dijemput langsung oleh Zakiel yang katanya akan mengantarkannya ke tempat Ilucca berada. Tentu saja Haejin datang hanya karena dia ingin mendengar kelanjutan kisah yang dikatakan Ilucca kemarin. Tapi saat ia melihat tempat yang menjadi lokasi pertemuannya dengan vampir itu, Haejin malah berdiri mematung.

 

“Nona Haejin ...,” panggil Zakiel dengan pelan, seketika mengaburkan pikiran Haejin yang sempat dibuat heran. Tempat yang dijadikan lokasi pertemuan mereka adalah sebuah rumah sakit, dan tentu saja ia tidak mengerti mengapa Ilucca memintanya datang ke tempat ini.

 

Haejin bertanya pada Zakiel, “Apa ini benar-benar tempat yang dimaksud tuanmu?” Zakiel menganggukinya. Gadis itu lanjut berkata, “Dia tidak akan melakukan hal aneh di sini, kan?” Haejin memasang raut curiga, waspada saja jika Ilucca datang ke rumah sakit demi melakukan hal jahat seperti mencuri kantung darah untuk diminum atau mencuri bayi untuk dimakan.

 

Tapi Zakiel tak langsung menjawab pertanyaan Haejin. Lelaki dengan rambut seputih salju itu sempat ragu untuk berkata, tapi pada akhirnya dia menjawabnya dengan, “Dia sudah melakukannya.” Haejin makin memasang wajah curiga yang tak enak dipandang, tapi Zakiel segera mengalihkan kecurigaan Haejin dengan berkata, “Bertanyalah pada resepsionis, di mana ruangan Park Sunghwa  berada. Di sanalah yang mulia menunggumu, Nona.”

 

“Kenapa kau tidak sekalian masuk dan menunjukkan ruangannya padaku?” tanya Haejin. Zakiel lagi-lagi mengalihkan pandangannya.

 

“Saya tidak memiliki ketahanan yang sekuat yang mulia terhadap bau darah, saya akan tetap menunggu di sini sampai Nona selesai berbicara dengan yang mulia.” Haejin diam sembari mencerna alasan lelaki yang berdiri di sampingnya itu. Benar juga ucapannya. Rumah sakit adalah tempat yang akrab dengan darah, sedangkan darah adalah kelemahan para makhluk penghisap darah.

 

“Jadi kalian benar-benar vampir, ya ....” ujar Haejin, seraya berjalan memasuki area rumah sakit. Tapi sebelum itu, dia berhenti hanya untuk mengatakan, “Kau ...,”

 

“Zakiel.”

 

“Ya, siapapun namamu. Tidak perlu terlalu kaku berbicara denganku, kau bukan budakku dan aku bukan tuanmu.” Haejin lalu berlalu pergi tanpa menunggu respons Zakiel. Sementara lelaki itu mematung di tempat, sedikit terkejut dengan ucapan Haejin yang tak ingin dibedakan derajatnya dengan Zakiel yang notabenenya adalah pelayan Ilucca.

 

Zakiel tak tahu apakah Haejin menyadari siapa dirinya saat berkata demikian, yang ia tahu sekarang hanyalah sebuah fakta jika Haejin  adalah seorang gadis yang baik. Zakiel berharap segala kebaikan akan selalu menyertainya.

 

Kini Haejin sudah berada di dalam gedung rumah sakit, dan segera menuju ke resepsionis untuk menanyakan ruangan yang katanya adalah ruangan di mana Ilucca menunggunya.

 

“Permisi, aku ingin bertanya di mana ruangan Park Sunghwa ,” tukas Haejin dengan sopan pada salah satu resepsionis. Haejin menunggu, sembari matanya mengedar ke segala sisi gedung yang sangat luas itu. Pikirannya menerawang ke sana kemari, masih bertanya apa yang Ilucca lakukan di rumah sakit besar seperti ini.

 

“Ruang rawat tuan Park Sunghwa ada di kamar nomor 67, terdapat di lantai tiga, Nona.”

 

“Terima kasih.” Setelah itu, Haejin bergegas menuju lantai tiga menggunakan lift yang ada. Lift yang ia naiki dalam keadaan kosong, tapi sebelum pintunya tertutup, seseorang menahan pintu lift itu dengan kakinya sehingga pintunya kembali terbuka.

 

Sosok lelaki itu memasuki lift yang sama dengan Haejin, dan penampilannya sungguh membuat Haejin tak tahan, ingin sesekali melihatnya dengan lebih detail. Sebab yang Haejin lihat tak bisa berbohong, lelaki tinggi itu tampan sekali.

 

Rambutnya berwarna ungu pucat, kulitnya putih pucat dan sangat bersih. Dia berdiri dengan anggunnya di samping Haejin, pun dengan aroma yang sangat wangi seperti ribuan bunga ditanamkan ke tubuhnya. Haejin tak berbohong, wujudnya sedap sekali dipandang. Tapi sepertinya, pandangan lelaki itu tak bisa dialihkan dari bunga mawar yang dibawanya.

 

Sampai tiba-tiba, wajahnya menghadap pada Haejin, mata mereka saling bertemu dan Haejin sangat terkejut sampai langsung mengalihkan wajah. Melihat wajah gugup Haejin, lelaki itu malah tersenyum manis, alih-alih merasa terganggu sebab sedari tadi Haejin curi-curi pandang untuk mengamati parasnya.

 

“Ada apa, Nona?” Saat lelaki itu bertanya, bukan mustahil bagi jantung Haejin untuk tak melompat satu nada. Dia jadi panik sendiri.

 

“Bukan apa-apa, Tuan. Maaf sudah membuatmu merasa terganggu.”

 

“Tidak masalah, Nona ...,” kata lelaki itu, lalu heninglah keduanya untuk beberapa saat. Tapi lelaki itu kembali bersuara, membuka percakapan lain dengan Haejin. “Kau datang untuk menjenguk seseorang?” tanyanya pada Haejin.

 

Karena tak ada orang lain selain mereka, maka sudahlah pasti lelaki itu sedang bertanya pada Haejin seorang. Haejin menjawabnya, “Iya ....”

 

“Tapi kau tidak membawa apa-apa?” Haejin menelisik tubuhnya, dan benar jika dia tidak membawa apa-apa. Lagi pula Haejin memang tidak berniat menjenguk siapa-siapa, dia hanya datang untuk berbicara dengan Ilucca dan entah mengapa lelaki vampir itu memilih rumah sakit sebagai tempat mereka berbincang.

 

Haejin tersenyum kikuk. “Ya ..., aku sedikit buru-buru dan tidak membawa apapun.” Begitu jawabnya, dan lelaki itu mengangguk.

 

Tiba-tiba saja, lelaki asing itu menyodorkan setangkai bunga mawar merah miliknya pada Haejin. Haejin terkejut atas tindakannya yang tiba-tiba, lalu tanpa sadar ia menatap mata lelaki itu dan lagi-lagi dibuat terpana. Ternyata warna matanya serupa dengan warna rambutnya, dan iris itu berkilau, seakan ada berlian di baliknya.

 

“Saat menjenguk seseorang, ada baiknya kau membawa sesuatu meski itu adalah hal yang sederhana,” tuturnya dengan suara yang pelan dan lembut. Tak lupa, wajahnya tersenyum manis saat berkata, menambah kesan malaikat yang diberikan Haejin padanya. “Kau bisa memberikan bunga ini.”

 

Haejin membulatkan matanya. “Benarkah?”

 

“Iya, aku tidak masalah. Aku masih memiliki banyak yang seperti ini.”

 

“Tuan, aku jadi tidak enak untuk menerimanya.” Sesaat setelah mengatakan itu, pintu lift terbuka, Haejin sudah sampai di lantai tujuannya.

 

“Tidak apa-apa, Nona. Anggap saja ini adalah doaku akan kesembuhan siapapun yang kau jenguk itu.” Haejin perlahan menerima bunga pemberian lelaki asing itu, dan membiarkan dirinya ditinggal setelah diberi senyum menawan. Pintu lift itu hampir saja tertutup lagi jika Haejin tak segera sadar dan buru-buru keluar.

 

Sambil memandangi mawar merah yang diberikan lelaki tadi, Haejin berkata, “Senyumnya seakan mengajakku untuk kembali bertemu di lain waktu.” Haejin melanjutkan perjalanan, mencari kamar yang ia cari sembari masih menerka-nerka apa yang Ilucca lakukan di sini. Juga ..., siapa Park Sunghwa itu?

 

Akhirnya ia menemukan ruangan bernomor 67 itu. Tapi ketika Haejin membuka pintunya, ia dikejutkan dengan apa yang matanya lihat.

 

“Hai, selamat datang!”

 

Ilucca terduduk di kasur pasien, melambai dengan senyum lebarnya. Sementara Haejin dibuat heran dan tak percaya dengan perban di dahi, dan tangan kanannya yang dibalut perban seperti sedang patah tulangnya.

 

“Apa yang kau lakukan?” tanya Haejin dengan nada terheran-heran.

 

Ilucca memandangi tangannya sejenak, merasakan jika memang ada benda yang membalut tangannya itu lalu menatap Haejin dengan tersenyum lagi. “Sedang merasakan bagaimana rasanya manusia yang dirawat sesamanya.” Raut wajah Haejin masih terlihat tak percaya. Dia berjalan mendekati Ilucca.

 

“Bukankah kau seorang vampir?”

 

“Iya.”

 

“Lalu kenapa kau tidak menyembuhkan dirimu sendiri?”

 

“Sebenarnya kemarin aku ditabrak mobil setelah mengunjungimu, orang-orang mengerumuniku dan Zakiel memintaku untuk pura-pura terluka agar tidak mencurigakan di mata manusia yang melihat kecelakaanku.”

 

“Benar-benar tidak bisa kupercaya ....” Ilucca memang tak bisa melihat bagaimana ekspresi Haejin saat ini, tapi mendengar nada bicaranya saja Ilucca sudah bisa membayangkan seperti apa tatapan aneh yang gadis itu beri padanya.

 

Ilucca melanjutkan kalimatnya, “Aku menahan penyembuhan alamiku dan membiarkan dokter memeriksaku, lalu di sinilah aku berada. Ngomong-ngomong, apa kau membawa bunga itu untukku?”

 

Haejin langsung menatap mawar yang ia bawa dan Ilucca secara bergantian. Lalu ia bertanya dengan suara yang meninggi, “Kau bisa melihat!?”

 

“Aku menciumnya! Astaga, kau masih tidak percaya, ya kalau aku ini benar-benar buta!?”

 

Haejin belum mau usai mencurigai apapun yang Ilucca lakukan. Pasalnya, bahkan dengan manusia saja, Haejin belum pernah menemui yang banyak tingkah dan menyebalkan. Tapi dia bahkan menemui kepribadian seperti itu dalam sosok vampir, berbanding jauh sekali dengan vampir yang biasa diceritakan kisah-kisah fiksi romansa.

 

Haejin menghela napas, lalu menyudahi perdebatan kecilnya dengan Ilucca. Dia harus mempersingkat waktu, sebentar lagi malam dan dia harus bekerja di kedai ramen. Haejin meletakkan mawar itu ke atas meja nakas di dekat ranjang, lalu berkata, “Seseorang memberinya,” Haejin lalu duduk di kursi, “lanjutkan ceritamu.”

 

“Siapa yang memberinya?” Bukannya melanjutkan ceritanya tempo hari, Ilucca malah mengalihkan topik.

 

“Aku tidak kenal, tapi dia lelaki tampan.”

 

“Apa dia lebih tampan dariku?”

 

“Wajahmu itu lebih ke menyebalkan ketimbang tampan,” ketus Haejin sembari memberi Ilucca tatapan sinis, “lagipula aku sudah lupa seperti apa wajahnya.”

 

Ilucca terdiam, cukup lama dan memikirkan sesuatu. Tapi tak membiarkan Haejin menunggu lebih lama, ia mulai membuka percakapan seriusnya. “Haejin, kau mungkin tidak akan mempercayainya, tapi kau adalah bagian penting dari sebuah perang suci antar kaum.”

 

Pembukanya saja sudah terdengar tidak logis dan berlawanan dengan cara berpikir Haejin. Wajar saja gadis itu langsung memasang wajah bingung. Ilucca melanjutkan, “Sejak dulu, aku hidup berdampingan dengan para leluhurmu.”

 

“Kau menguntit?”

 

“Aku ini lebih ke mengawasi, karena setiap keturunan paling muda di setiap generasi baru Verstellar, memiliki risiko yang besar untuk direbut oleh musuh atau dibunuh. Aku mengawasi keluargamu, tapi saat Nona Aubrey melahirkanmu, aku sempat kehilangan jejak.”

 

Haejin tentu saja belum seberapa paham dengan semua cerita yang Ilucca katakan, tapi dia tetap mendengarkan dengan baik.

 

“Sejak dulu, keturunan Verstellar dan Lucretia dipersiapkan untuk menghadapi perang Skyfall ke-dua. Karena itu, kalian sebagai manusia, tidak bisa seenaknya melahirkan keturunan dengan orang yang tidak memiliki kaitan dengan Skyfall ratusan tahun lalu. Tapi Nona Aubrey, ibumu, tiba-tiba saja melanggar aturan itu dan menikah dengan orang biasa. Selama beberapa tahun, aku tidak tahu di mana kau tinggal.”

 

“Kenapa ibu melakukan itu?”

 

“Karena aku tidak bisa menanyakannya langsung, bisa kukatakan jika Nona Aubrey tidak ingin kau berhubungan dengan perang dan juga dengan makhluk sepertiku.” Haejin tak merespons, dia merenung cukup lama sebab kembali teringat akan mendiang ibunya. Jika yang dikatakan Ilucca benar, maka intinya ibunya melakukan hal itu hanya untuk melindungi Haejin.

 

Renungan Haejin dikaburkan dengan Ilucca yang tiba-tiba menyentil pelan dahinya sambil berkata, “Tapi maafkan aku, aku tidak bisa menuruti keinginan Nona Aubrey. Leluhurmu adalah pihak yang memulai perang besar itu ratusan tahun lalu, dan keturunan dari merekalah yang harus mengakhirinya. Karena itu, aku mencarimu.”

 

“Memang apa untungnya jika aku ikut perang itu?” tanya Haejin.

 

“Sangat untung. Sudah kubilang, kan? Masa depan manusia ada di tanganmu.” Ilucca membenahi posisinya, lalu kembali berbaring dan menutup mata. “Sudahi dulu obrolannya, aku mau tidur.”

 

Haejin mendelik kesal. “Hei, kau belum selesai!”

 

“Aku tahu, karena itu akan kita lanjutkan lain waktu. Sekarang, kau bisa pergi. Aku mau istirahat.”

 

“Oh ayolah, jangan merasa jika kau ini manusia sungguhan!”

 

“Aku sengaja tidak mengobati lukaku dan membiarkan dokter menanganinya, rasa sakitnya masih terasa dan itu membuat perasaanku memburuk. Pulanglah, kau juga harus bekerja, kan?” Ilucca masih sambil memejam saat mulutnya cekatan membalas setiap kata yang Haejin keluarkan. Gadis itu menahan kesal, tapi dia juga tak memungkiri jika dia tidak bisa berlama-lama lagi di sini.

 

Haejin bergegas pergi, tapi saat berada di ambang pintu, ia berhenti. “Apa Park Sunghwa adalah namamu?” tanyanya.

 

“Iya, itu nama samaranku sebagai manusia.”

 

“Itu nama yang jelek sekali!” ejek Haejin, sambil membanting pintu dan pergi.

 

“Aku tidak memilih nama hanya untuk membuatmu terpesona, Nona Yoon!” Ilucca balas ejekannya dengan memekik kencang, dan tak ada respons, Haejin benar-benar sudah pergi.

 

Ilucca hanya memejamkan mata, tapi sebenarnya pikirannya sedang menerawang. Dia mencemaskan suatu hal, mencemaskan Haejin dan keberhasilan Skyfall yang akan ia taklukan. Ilucca merenung lama, sampai tak sadar jika sudah setengah jam berlalu dan dia belum terlelap juga.

 

Dia memutuskan untuk bangun. “Aku ingin minum darah ...,” ujarnya. Tapi yang Ilucca lakukan hanya tetap duduk diam di atas ranjang, sampai dirinya ingat jika Haejin sempat membawa bunga untuknya.

 

Ilucca mengambil bunga itu, lalu memutar-mutar tangkainya. Mengingat-ingat perkataan Haejin sebelum pergi, dia jadi kembali menyunggingkan senyum saat mengingat betapa kesalnya Haejin dengannya.

 

“Apa anak Verstellar itu akan tetap membenciku seperti leluhurnya dulu?” tuturnya, lalu mencium aroma bunga itu dari dekat. Mulanya semua berjalan biasa, mawar itu harum dan masih segar. Tapi saat Ilucca menyadari sesuatu yang tak beres, keningnya langsung mengerut dan dia mengambil langkah cepat dan bergegas.

 

Bunga mawar itu mengandung sihir, dan sihir yang mudah dihirup itu mungkin adalah sesuatu tak kasatmata yang digunakan musuh untuk bisa mengetahui keberadaan Haejin dengan mudah.

 

Singkatnya, Haejin dalam bahaya.

 

-Bersambung-


-

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status