Share

Chapter 17

     Tidak ada seorangpun yang lebih terkejut dibanding He Xian sendiri. Tak disangkanya, ia begitu berani menjatuhkan gulungan berisikan titah kaisar itu. Dan ia tahu dengan jelas, nasib apa yang dinantinya setelahnya kini. Tapi, ia sudah bertekad. Ini keputusannya, ia tidak boleh ragu lagi.

     Ia mengambil gulungan tersebut, menepuk-nepuknya. “Saya rasa ada yang salah dengan isi gulungan ini. Saya akan terlebih dahulu menanyakannya kepada Yang Mulia Kaisar mengenai hal ini. Baiklah sementara ini begitu saja keputusannya.”

     Kembali tercipta kesunyian. Semua orang di halaman luas tersebut kontan terbelalak. Min-Hwa kini menatap He Xian lekat-lekat. Ada sebersit sinar kagum terpancar dari bola matanya. Bibirnya melengkung ke atas. Ia tersenyum.

     Namun tak lama, terdengar suara yang sangat janggal memecah kesunyian. Suara derap kaki kuda yang begitu cepat. Seisi lapangan menoleh, dan mendapati kejanggalan yang lebih telah muncul di hadapan mereka; Sederetan besar Pasukan Khanate.

     Salah seorang yang kelihatannya adalah panglima pasukan menderap maju. “Pasukan Han! Kalian telah terkepung! Pula kalian telah kalah! Kami membawa 200,000 pasukan yang jauh lebih banyak dibanding pasukan kalian!”

     Pasukan Khanate! He Xian membatin panik. Bagaimana mungkin mereka bisa menyerang pula tepat di saat begini! Ia buru-buru memberi komando, “Kalianlah yang tidak tahu keadaan! Kalian yang akan kalah!”

     Namun, memang benar apa yang Panglima Khanate katakan. Pasukan mereka berjumlah jauh lebih banyak dari Han. He Xian terang tidak punya kesempatan menang dari mereka. Secepat kilat, Khanate berhasil membebaskan Seo-Yu beserta segenap pembesar Yeong-Shan, dan kini berbalik menawan He Xian dan para komandan Han.

     Beberapa menit kemudian, Khanate menarik paksa mereka semua ke negerinya.

***

     “Tak kusangka akan jadi begini, Tuan Menteri. Sekarang kita harus bagaimana?” Sersan Zhen bertanya risau.

     He Xian mengangkat bahu, kemudian kembali melanjutkan aktivitasnya yang tadi sempat terpotong sesaat; memandangi samudera luas. Saat itu siang hari, langit cerah dengan awan-awan tebal menghiasi sudut tenggara langit. Nyaris tak ada angin hari itu.

     Rasanya ia ingin tertawa. Betapa cepat nasib berubah. Tadinya masih ia yang menentukan nasib orang lain, sekarang nasibnya lah yang ditentukan orang lain. He Xian bertopang dagu. Mau bagaimanapun juga, ia rasa nasibnya akan kurang lebih sama. Ia telah menjatuhkan gulungan kaisar, manalagi mengatakan ada yang salah dengan isinya dan berniat mempertanyakannya pada kaisar. Melihat karakter Ming Shi, ia tidak yakin pemuda tersebut mau mengampuni nyawanya. Sama saja dengan nasibnya di Khanate.

     “Kemenangan Khanate ini hanya sementara. Bagaimanapun, kekuatan Han jauh lebih besar. Begitu kabar ini sampai ke pemerintah pusat, maka Khanate akan habis.” Kebetulan saat itu ia melihat Sasha. “Benar begitu kan, Baginda Sasha?” 

     Sasha yang kelihatannya tengah bengong sangat terkejut mendengar pertanyaan He Xian. “Ya memang benar.  Tidak butuh waktu lama bagi kita untuk segera bebas. Hanya saja jangan sampai pasukan Han baru datang ketika leher kita sudah dipenggal.”

     Perjalanan menuju Khanate memakan waktu selama tiga hari. Dan saat mereka telah sampai di Khanate, matahari baru menyembul muncul di ufuk timur. He Xian rasanya sangat mengantuk. Ia menjalani instruksi dari pasukan Khanate dengan gontai dan tidak bertenaga. Sampai-sampai seorang prajurit Khanate bertubuh raksasa dan berwajah beringas melayangkan pukulan saking kesalnya ia melihat betapa gontainya pemuda itu. 

     Tapi walaupun He Xian sangat mengantuk, ia masih punya cukup tenaga untuk menepis serangan si prajurit Khanate. “Jangan kurang ajar berani main pukul kalau kepadaku! Aku bukan budak murahan! Dan aku bisa masuk kereta sendiri!” Balasan pukulannya membuat si prajurit mengaduh kesakitan.

     Kesadaran He Xian baru terbuka sepenuhnya saat ia menyaksikan keadaan negeri Khanate. Menurut yang didengarnya selama ini, Khanate adalah sebuah negara yang sangat semrawut, lingkungan tidak terurus, dan para warga yang berwajah serta bertingkah laku seperti preman. Tetapi apa yang dilihatnya sekarang terbalik 180 derajat dengan itu semua. Jalan-jalan rapi terurus, rumah-rumah berdiri dengan indah disertai pepohonan yang rimbun. Para penduduk berpakaian rapi dan santun, pula wajah mereka bersih dan santun, tampak sangat bersahabat. Yang lebih mencegangkan adalah istananya. Sangat besar, sangat megah dan menawan. Para pengawal berbaris rapi dan teratur ketika menyambut mereka. Pintu gerbang yang sangat besar terbuka, mengangakan jalan masuk menuju lapangan istana yang luas. 

     Mereka pun akhirnya sampai di Istana Uur-Tsagan.

     Dan yang lebih mencegangkan He Xian, Khan pemimpin Khanate telah berdiri menanti di depan pintu Istana. 

     He Xian tak dapat menahan keingintahuannya. Diamatinya pemimpin negeri Khanate tersebut. Serta merta, ia merasakan suatu keanehan. Rupa sang Khan memiliki garis-garis wajah yang mirip dengan Ming Shi. Apakah ini hanya sebuah kebetulan? Atau...

     “Mantan Putera Mahkota Han Hao Shi! Ternyata, dia berhasil menjadi pemimpin negeri Khanate…” Di belakangnya, Letnan Xiang menggumam.

     “Mantan Putera Mahkota Han Hao Shi?” He Xian balas berbisik. “Bukankah katanya dia telah diasingkan ke Chong Zhou karena berani menyulut kemarahan ayahnya? Bagaimana dia bisa berada di sini, sebagai Khan pula? Kau tidak salah, kan?”

     “Tidak mungkin saya salah. Walaupun dulu saya masih menjabat sebagai letnan  muda, tapi saya cukup sering melihat mantan putera mahkota itu. Bagaimanapun juga saya tak mengerti tapi mudah-mudahan ini tidak membuat nasib kita tambah buruk…”

     Sementara itu, Hao Shi kini sibuk menjabat tangan Seo-Yu beserta para pembesar Yeong-Shan lainnya. “Saya senang, Anda semua selamat.”

     Seo-Yu tersenyum. “Saya menghaturkan banyak terima kasih kepada Baginda. Pasukan Anda tiba tepat pada waktunya, dan berhasil membebaskan kami dari Han.”

     “Hm. Ngomong-ngomong Han...” Pandangan Hao Shi beralih ke arah para pejabat Han. Mendadak, sorot matanya dipenuhi kebencian yang amat sangat. Kebencian yang, tampak sangat jelas, jauh lebih mengerikan dari kebencian biasa. “Budak-budak Ming Shi... walaupun aku tak bisa menangkap jahanam itu dengan tanganku sendiri sekarang, tetapi tak apa. Kalian sudah cukup.” 

     Ia menghunus pedang kebesarannya, dan dengan sekuat tenaga menghunjamkannya hingga menancap tanah. “Hukum mati seluruh pasukan Han!!!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status