Pagi-pagi sekali, peperangan telah dimulai. Matahari masih belum sepenuhnya bangkit di ufuk timur. Namun kedua pihak, Han dan Yeong-Shan, telah menyiapkan angkatan militer yang serba canggih dan kini siap berhadapan satu sama lain. Ratusan ribu prajurit berjejer menunggu aba-aba, dan begitu tambur dibunyikan, mereka pun segera berlari menyerang.
Pertempuran terjadi begitu dashyatnya selama seminggu lamanya. Karena bagaimanapun Yeong-Shan telah kalah, baik secara jumlah, maupun kualitas prajurit serta teknologi senjata. Han menggilas mereka semua dan menekannya sampai ke ibukota Jeong-Neon.
Pasukan Han segera berhasil memasuki ibukota Jeong-Neon. Mereka berlari dengan sangat cepat, dan tepat ke arah Istana Hwa-Soon. Hanya dalam waktu kurang lebih lima belas menit, Istana Hwa-Soon telah berada dalam kepungan erat Pasukan Han.
***
Seo-Yu memandang Ryu-Na. “Masih belum ada kabar dari Khanate?”
“Belum Kakak,” Ryu-Na menggeleng.
Pada saat itulah, Min-Hwa dalam keadaan kotor, berantakan serta berbercak darah, menderu memauki ruangan. “Yang Mulia! Han berhasil menguasai istana!”
Rasanya Seo-Yu nyaris pingsan mendengar kabar buruk tersebut. Ia harus berpegangan pada salah satu sisi meja agar tidak terjatuh. “Ini lebih cepat dari dugaan kita...”
Seorang prajurit Han bangsa Tukhestan - menerobos masuk. “Panglima memerintahkan Ratu Seo-Yu, Perdana Menteri Ryu-Na, para puteri dan pangeran beserta pejabat-pejabat penting yang ada di istana ini segera keluar ke aula.”
Tidak punya pilihan lain, mereka semua Ryu-Na harus memapah kakaknya yang terpukul keluar menuju halaman utama istana. Di sana pasukan Han telah mendatangkan para pejabat Yeong-Shan lain yang tadinya tidak berada di istana. Dan setelah semua pembesar Yeong-Shan lengkap berkumpul, He Xian selaku panglima tertinggi Han akan membacakan titah Kaisar yang selanjutnya menentukan nasib mereka. Pemuda itu memandang Ratu Seo-Yu diiringi para bangsawan Yeong-Shan lain digiring ke arahnya. Sang ratu yang semestinya tampak cantik kini begitu kuyu, terpukul, dan menderita. Putera-puterinya berada di sampingnya. Mereka semua masih sangat kecil, yang paling besar saja berusia tidak lebih dari empat tahun. Wajah kanak-kanak mereka dipenuhi mimik takut dan ngeri. Menopang mereka semua, Perdana Menteri Ryu-Na mencoba bersikap tegar. Namun He Xian tahu gadis itu sebetulnya tengah menyembunyikan kecemasan yang tak kalah besar dengan tawanan lainnya.
Memandang mereka semua, He Xian merasakan gelombang deja-vu yang tiba-tiba saja menariknya menembus masa silam. Saat posisinya masih sama dengan mereka, sebagai tawanan dari negeri kalah perang. Saat ia begitu galau akan nasibnya dan masa depannya. Saat ia begitu membenci orang-orang yang telah menghancurkan negerinya, dan segala impiannya. Dan saat itu, ia tak bisa berbuat apa-apa, kecuali mengobarkan perlawanan kecil dengan hasil akhir yang begitu mematikan. Ia bahkan tidak bisa mencegah dewa kematian merenggut sang guru, Perdana Menteri Zhan.
Dan sekarang, nasibnya berbalik, menjadi algojo atas nyawa orang-orang malang itu.
He Xian membuka gulungan lembaran keemasan itu, “Saya akan membacakan titah Kaisar Han Wen Xing.”
“Semua diam! Jangan ada yang bicara lagi! Kami akan membacakan titah Kaisar Han Wen Xing!”
Bentakan Jenderal Wei saat menaklukkan negeri Ming secara mendadak bergaung di telinganya. Berusaha menepis kenangan buruk itu, He Xian memandang Seo-Yu dan keluarganya. Sosok mereka yang menyedihkan tidak membantu sama sekali, jadi ia memutuskan untuk memusatkan perhatian pada apa yang akan ia bacakan.
Tapi sedetik kemudian, ia merasakan tenggorokan tercekat. Perintah-perintah Ming Shi begitu... Ia tidak yakin ia akan sanggup membacanya.
“Ratu Seo-Yu akan diangkat menjadi selir Penasihat Wang”
“Puteri Ming Yan Xu, akan diangkat menjadi selir Perdana Menteri Kang.”
Terdengar jerit histeris. Seo-Yu dan Ryu-Na saling berpelukan, keduanya menangis. Mati-matian, He Xian berusaha melanjutkan, “Perdana Menteri Ryu-Na diangkat menjadi selir Sekretaris Li.”
Isak tangis terdengar semakin menjadi-jadi. He Xian menggigit bibirnya, bagaimanapun ia harus membacakan dekrit yang ketiga. Matanya terbelalak lebar seakan nyaris tidak mempercayai isinya. Bibirnya gemetar. Bagaimanapun, ia tidak bisa membacakan dekrit tersebut.
Karena isinya adalah; Jenderal Min-Hwa diangkat menjadi selir Menteri Sun He Xian.
“Ini gila!” Bangkit berdiri, Min-Hwa berseru frustrasi. “Kau kan lihat sendiri, Yang Mulia Ratu sudah menikah, bahkan sudah memiliki tiga orang anak! Bagaimana mungkin beliau menjadi gundik orang lain! Bagaimana dengan putera-puterinya?!?”
“Mengenai itu... mereka terpaksa harus menjalani hukuman mati”
“TIDAK!!!” Tiba-tiba Seo-Yu jatuh bersimpuh. Ia merangkul ketiga anaknya, pun menatap He Xian dengan amat memelas. Air mata bercucuran membasahi wajahnya. “Kumohon ampunilah anak-anakku! Kalian boleh menjadikanku selir, dayang, pelayan bahkan budak sekalipun atau menghukum mati aku! Tapi kumohon. Ampunilah mereka!”
“TIDAK!!! Ampunilah Puteriku, dia baru lima belas tahun! Kalian boleh membunuhku, tapi jangan ambil puteriku!...”
Ryu-Na ikut berseru. “Tuan Menteri, tidakkah Anda melihat mereka masih begitu kecil?!? Puteri mahkota yang paling besar saja hanya berusia empat tahun!” Ia ikut menjatuhkan diri, dan kini merangkak ke hadapan He Xian, “Nyawaku pun turut kuberikan padamu! Tapi aku mohon, bebaskanlah keponakanku!”
Seo-Yu histeris. “Ryu-Na bodoh! Jangan membuang nyawamu sia-sia! Kau masih belum menikah!”
“Tidak apa, Kak! Aku rela mati! Aku rela mati demi kalian!”
“Kalian manusia keparat! Baik tuan dan anjingnya semua sama saja, tidak berperikemanusiaan! Hari ini, aku Sun He Xian, bersumpah akan membuat perhitungan dengan kalian!”
“Tuan Sun,” Min-Hwa menjatuhkan dirinya. “Aku juga ikut memohon padamu.”
Sementara itu, melihat orang-orang dewasa di dekatnya menangis tiada henti, anak-anak kecil tersebut juga mulai menangis. Bahkan Puteri Mahkota mengucapkan sesuatu yang sungguh membuat hati terenyuh, “Ibunda, jangan menangis! Seo-Nal tahu salah, Seo-Nal tidak akan berbuat salah lagi! Ibunda jangan menangis gara-gara Seo-Nal!”
“Berjanjilah bahwa, di manapun kau berada nantinya, kau akan selalu mendedikasikan dirimu untuk kebenaran dan kebaikan, dan bukan untuk egomu sendiri.”
He Xian merasakan genggaman tangannya melonggar. Seketika lembaran titah Kaisar terjatuh ke lantai. Semua orang lantas memandangnya, terpana. Kesunyian itu berlangsung cukup lama.
“Run... Xiang...” Ming Shi bergumam lemah. “Juga... Yan Xu... kurasa aku tak akan bisa bertahan di dunia ini lebih lama...” “Kakanda! Jangan berkata seperti itu! Tabib akan dapat menyembuhkan luka Anda!...” Yan Xu menjerit histeris, sementara He Xian dan Sekretaris Li memandang Ming Shi dengan lesu. Luka di tubuhnya sudah terlalu parah untuk dapat disembuhkan. Nyawanya tak mungkin diselamatkan. “Percuma saja Yan Xu...”M ing Shi menatap Yan Xu lekat-lekat. “Aku hanya menyesalkan satu hal, mengapa aku tidak diperbolehkan berada di dunia ini lebih lama. Aku masih belum sempat membahagiakan permaisuri yang aku cintai...” Yan Xu tergugu. Selama ini tidak pernah ia mendengar Ming Shi mengatakan bahwa pria itu mencintainya. Jangankan itu, pria itu bahkan tidak pernah memujinya cantik seperti yang lumrah dilakukan seorang pria terhadap kekasihnya. Mendadak, ia merasa limbung luar bi
Putri Chang menyentak sinar setar, begitu keras dan mengejutkan hingga membangkitkan suatu sengatan yang secepat kilat menstimulasi otak He Xian. Senyum sang putri mengembang. Ia telah berhasil memengaruhi He Xian sepenuhnya, dan pemuda itu akan mengangkat pedangnya untuk selanjutnya menyerang Ming Shi. “Kalian salah. Hatiku tidak lagi menyimpan kebencian dan dendam terhadap Kaisar Han. Dan itu jauh lebih baik. Dendam bagaikan kumpulan api yang panas membakar, belum tentu kalian berhasil meluapkannya, namun kobaran api tersebut sudah pasti melukai diri kalian sendiri. Dengan membuang kobaran api tersebut, aku menghentikan melukai diriku sendiri.” He Xian berkata bijaksana. “Aku tahu Tuhan menciptakan aku ke dunia ini bukan untuk mewujudkan misi negatif. Melainkan untuk mewujudkan sebuah misi positif dengan mengalahkan rintangan berupa hasrat negatif. Begitu juga dengan kalian. Singkirkanlah semua kebencian kalian, dan
Mangkuk tersebut kini berada dekat sekali dengan tangan Ming Shi. Si wanita menyentak halus, dan Ming Shi mulai mengangkat mangkuk itu, siap meminumnya. TSRATTT! Lontaran panah secepat kilat menjatuhkan mangkuk beracun tersebut. Si wanita berbalik, siap membuat perhitungan pada orang yang berani mengacaukan pekerjaannya yang nyaris rampung itu. “Siapa kau?!” Ia berseru marah. Di saat bersamaan Ming Shi juga tersadar sepenuhnya dari hipnotis si wanita. “Sun He Xian dan Run Xiang?!” serunya. “Juga... Yan Xu! Bagaimana kalian bisa ada di sini?!” He Xian dan Sekretaris Li menghaturkan hormat, “Berkat Yang Mulia Permaisuri, Yang Mulia, beliaulah yang mendapatkan firasat Anda tengah mengalami bahaya. Dan syukurlah, rupanya kami datang tepat pada waktunya. Anda nyaris saja membunuh diri Anda sendiri!” &
Mereka telah merencanakan akan mengadakan di bawah pohon willow raksasa ini. Dua orang telah berdiri di sana, menunggu dengan tak sabar orang ketiga yang tak kunjung datang. “Mengapa ia lama sekali datang?” si wanita berseru tak sabar. “Apa dia lupa kalau hari ini kita akan mengadakan pertemuan di sini?” Si pria menenangkan. “Tidak mungkin, Putri. Dia pastilah sedang sibuk, bagaimanapun dia adalah kepala kasim di istana ini.” “Huh, dia baru seorang kasim, sedangkan kau Menantu Raja!” “Aku bukanlah Menantu Raja dengan gelar resmi, Putri... Pernikahan kita hanya beratapkan sinar rembulan di dalam hutan...” “Bagaimanapun juga kau menikah denganku yang merupakan seorang putri!” ujar si wanita berapi-api. “Kau tidak seharusnya merendahkan diri seperti itu, ap
Mulanya Yan Xu bingung melihat jumlah pengawal Istana Barat bertambah dua kali lipat, pula mendapati He Xian dan San Jin kini ganti mengiringinya ke mana-mana. Ming Shi sendiri pun selalu datang menemaninya tepat setelah pria itu menyelesaikan tugasnya di istana. “Apa kalian mau mengatakan si pembunuh kini ganti mengincarku?” tanyanya pada He Xian, yang menjawab, “Kami tidak tahu, Yang Mulia. Tetapi para selir telah mendapatkan pengawalan yang aman, sementara Anda tidak sama sekali, padahal Anda adalah permaisuri.” Yan Xu melengos. “Aku tidak apa-apa, kalian sama sekali tidak perlu mengkhawatirkanku. Apa kau tak tahu Tuan Sun, aku kan pernah membunuh Khan Khanate! Jadi si pelaku tentunya bukan tandinganku!” Ia berseloroh. “Ohya, tentu saja kau tak tahu. Kau kan tengah menuju negeri Qi saat itu.” Walaupun Yan Xu mencoba bergu
Secara tak terduga Min-Hwa melintas di hadapan mereka. He Xian terpana. Min-Hwa kini nampak sangat feminim dan gemulai, dan jauh lebih cantik, dengan sorot matanya yang sendu dan sayu. Gadis itu sendiri juga melihat He Xian. Mulutnya pun membuka, “He Xian!...” Min-Hwa tak sempat melanjutkan kata-katanya; Ming Shi telah menotok jalur energi pada gadis itu. Ia segera terkulai lemas sementara pria itu segera merengkuhnya, sangat mesra. “Kaulihat, Sun He Xian. Aku sangat mencintai selirku, termasuk dia yang dulu pernah melawanku,” Ia berujar, jari-jari tangannya kini sibuk membelai-belai wajah Min-Hwa. “Bukankah dia merupakan rekan sejawatmu yang terbaik? Dia selalu membantumu dan menyertaimu, benar kan? Sekarang, ia bersedia menyerahkan dirinya menjadi milikku. Tidakkah kau membencinya? Tidakkah kau membenciku, yang telah merenggut orang yang kausayangi darimu?” Ming Shi menata