Share

5. Makhluk Penjaga Dinding Batu

“Apa kau yakin dengan keputusanmu itu?” tanya Asta sekali lagi. Jika mereka membiarkan para pembunuh bayaran itu hidup, tidak menutup kemungkinan jika mereka akan kembali lagi dengan lebih banyak bantuan dan strategi baru setelah mengetahui bahwa dirinya memutuskan berada di pihak sang putra mahkota. Bahkan mungkin saja ayahnya, yang seorang perdana menteri memutuskan untuk melenyapkan dirinya bersama sang putra mahkota.

Jika mereka membunuh para pembunuh bayaran itu saat ini juga, si penyewa akan kehilangan jejak mereka, dan tentu saja, akan kesulitan menemukan mereka. Dan lagi, Arion bersikeras akan melintasi dinding batu, tempat di mana rumor-rumor mengerikan beredar selama ribuan tahun. Bahkan pembunuh bayaran terhebat di White Kingdom pun tak akan pernah mempertaruhkan nyawa mereka untuk mengejar hingga ke balik dinding batu. Membunuh para pembunuh bayaran itu jelas akan memberikan mereka waktu untuk segera meninggalkan tempat ini.

Namun ….

“Tentu saja. Tak ada bahasa yang mampu dimengerti oleh segala jenis makhluk hidup selain bahasa kebaikan. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Ayo jalan,” sahut Arion ringan sekali seraya menarik tali kekang kuda hingga kuda gagah itu meringkik penuh semangat. Tanpa sedikit pun menoleh ke belakang, tempat di mana lima orang tengah berlutut penuh hormat padanya. Seakan sama sekali tidak khawatir jika tiba-tiba mereka menghunuskan pedangnya dari belakang.

“Tapi Arion─”

Arion memelankan laju kudanya. “Kalian cepat pergilah,” serunya lantang seraya menoleh ke tempat pembunuh bayaran itu berada. “Jika tidak, aku tidak bisa menjamin jika temanku ini tidak akan kehilangan keinginannya menuruti perkataanku, dan memutuskan membantu kalian bertemu dengan Sang Pencipta secepat kedipan mata, jadi sebaiknya kalian mendengarkan saranku,” lanjutnya seraya terkekeh riang. Membuat para pembunuh bayaran itu untuk sejenak saling toleh, sebelum akhirnya kembali menunduk penuh rasa hormat dan segera menghilang dengan kecepatan lesatan bunga api di langit malam yang pekat, lenyap dalam kegelapan.

Menyisakan Asta yang hanya mampu menghela napas panjang dan mengusap wajahnya pasrah. Ia memang sangat paham jika Arion sama sekali tidak menyukai kekerasan. Tetapi, demi langit yang masih berdiri kokoh, tidakkah pangeran itu bisa membaca situasi yang membahayakan nyawanya?

“Asta, apa sudah selesai mengutukku dalam hati, eh? Jika sudah, bergegas atau aku tak akan menunggumu lagi,” seru Arion seraya menyeringai lebar. Dan sama sekali tak berniat menunggu tuan muda yang masih terpaku di tempatnya itu untuk membalas seruannya. Alih-alih menunggu, Arion justru memacu kudanya semakin kencang. Membelah semak belukar setinggi pinggang, kuda tunggangannya benar-benar sangat terlatih. Begitu lincah dan gesit dalam meliuk di antara pepohonan dan melompat ketika melintasi pohon tumbang.

Keadaan hutan belantara itu jelas sekali jauh dari jamahan manusia. Membuat seluruh vegetasi yang ada di dalamnya tumbuh dengan begitu subur. Tidak mengherankan sebetulnya, karena begitu mereka melintasi bukit dan memasuki kawasan hutan pinus, di sana pulalah langkah manusia pada umumnya akan terhenti. Tak akan ada satu makhluk bernama manusia yang berani menginjakkan kaki lebih jauh ke dalam hutan.

Karena selain mitos yang telah melekat kuat dalam benak mereka, yang dituturkan dari generasi ke generasi selama ribuan tahun, keadaan hutan itu sendiri seakan memberikan tekanan mental yang sangat kuat dan mengerikan. Begitu mengintimidasi dan mengancam.

Lolongan binatang buas, kerimbunan hutan yang tampak gelap, suram, dan begitu mengerikan. Dengan semua itu, bagaimana mungkin manusia biasa akan dengan riang gembira memasuki kawasan yang seolah tak sabar ingin melenyapkan mereka dari muka bumi itu sebagaimana yang kini dilakukan oleh dua orang remaja berpakaian kesatria yang usianya baru 17 tahun?

Karena rupanya, tidak hanya Arion dan kudanya yang begitu antusias dan penuh semangat menerobos lebat hutan pinus itu menuju ke dinding batu, sisi terluar dari White Kingdom itu. Namun juga Asta. Sosok yang semula begitu keras menentang keputusan Arion itu, kini justru terlihat jauh lebih bersemangat daripada Arion sendiri. Sebuah pemandangan yang membuat Arion menyeringai lebar tanpa sepengetahuan Asta yang pandangannya menatap lurus ke depan dengan binar antusias yang memnacar kuat dari manik jernih kelabunya.

Ketika jarak mereka semakin mendekat ke dinding batu, Arion memperlambat laju kudanya. Yang segera saja diikuti oleh Asta yang mensejajarkan langkah kudanya dengan Arion. Pandangannya memindai sekitar dengan begitu awas.

“Apakah kau merasakan sesuatu?” lirih Arion dengan pandangan penuh kewaspadaan menyapu sekitar. Ia ingat sekali, mereka berangkat pagi-pagi keluar dari istana. Dan jika perhitungannya tidak keliru, seharusnya sebentar lagi malam akan turun menyelimuti seluruh kehidupan di muka bumi. Namun, kabut yang tiba-tiba turun dan semakin menebal, menutup pencahayaan yang datang dari langit, membuatnya kesulitan menentukan apakah ini masih sore ataukah sudah malam.

“Ya, kabut ini jelas bukanlah kabut biasa. Dinding batu sudah terlihat di depan sana. Tidak menutup kemungkinan jika kabut ini adalah jenis kabut perlindungan atau sejenisnya yang digunakan untuk mencegah siapa pun melanjutkan langkah dan melintasi dinding batu itu, yang hanya akan muncul ketika mendeteksi bau makhluk yang bernama manusia. Bagaimana menurutmu?” jelas Asta menganalisa kemungkinan dari situasi ganjil yang sedang mereka hadapai.

“Kau benar,” sahut Arion ringan sekali, bahkan menyeringai lebar seraya bersedekap. Membuat Asta sedikit bingung dengan sikap pangeran yang sama anehnya dengan situasi yang mereka hadapi saat ini. “Dan aku tahu siapa yang melakukannya,” lanjutnya seraya menggerakkan kedua bola matanya ke sudut kanan arah barat daya. Membuat Asta dengan segera mengikuti arah pandang sang pangeran.

Dan betapa terkejutnya ia ketika pandangannya bertemu dengan seekor kadal, bukan kadal biasa, namun kadal yang memiliki ukuran ratusan kali lebih besar daripada ukuran manusia. Tidak hanya itu, dari pangkal ekornya, Asta bersumpah bisa melihat semburan uap yang tak ada hentinya. Membuatnya refleks membekap hidungnya dengan tangan kiri.

“Arion, apakah kau serius? Kabut tebal ini berasal dari kentut makhluk idiot berukuran tak wajar itu?” tanya Asta dengan wajah memucat, menahan gejolak perut yang mulai tak terkendali. Membayangkan bagaimana dirinya diselimuti oleh kabut yang berasal dari tempat pembuangan kotoran makhluk aneh itu, oh betapa sangat menjijikkan. Dan yang lebih buruk daripada itu, udara  yang ia hirup sudah tercemar dengan gas yang begitu lancar keluar laksana jalan bebas hambatan dari pangkal ekor seekor kadal hutan? Sebuah kenyataan yang membuat Asta tiba-tiba merasa sulit bernapas. Sudut matanya bahkan sudah mulai berkaca-kaca menahan gejolak isi perutnya yang menuntut jalan keluar.

Arion nyaris saja tergelak begitu melihat raut menyedihkan Asta, beruntung dirinya segera menyadari bahwa tawanya bisa saja mengundang perhatian makhluk yang tampaknya belum menyadari keberadaan mereka itu.

Dan dengan segera, Arion mengerahkan tenaga dalam untuk menyelubungi tubuh mereka dari kabut yang membuat Asta tampak begitu tertekan dan nyaris pingsan itu.

“Apa kau baik-baik saja?” tanya Arion begitu udara di sekitar mereka sudah bersih dan terbebas dari kabut pekat yang bersumber dari gas pembuangan makhluk aneh yang sepertinya merupakan penjaga dari pintu masuk dinding batu itu.

Mendapati udara di sekitarnya sudah kembali bersih, Asta menurunkan tangannya yang membekap hidung dan mulut, lantas menghirup napas dalam-dalam hingga mata terpejam, seakan ingin membersihkan udara kotor yang sudah terlanjur masuk ke dalam saluran pernapasannya. Sebuah sikap yang membuat Arion menyeringai lebar.

Sekuat apa pun Asta, setangguh dan seberani apa pun ia di medan pertarungan, ia tetaplah Asta yang ia kenal, seorang anak lelaki yang sangat mencintai kebersihan dan kesehatan. Mendapati dirinya diselimuti oleh gas buangan, terlebih lagi berasal dari makhluk yang tak jelas asal-usulnya, tentu saja membuat tuan muda itu begitu tertekan dan frustrasi.

“Ya, aku baik-baik saja,” balas Asta setelah berhasil menenangkan diri. Lantas, seakan baru saja tersadar akan sesuatu, ia menoleh cepat ke arah Arion. “Kau, bagaimana mungkin kau menguasainya?” tanyanya dengan nada keterkejutan yang sama sekali tak berniat disembunyikan. Sebuah ekspresi yang membuat Arion terkekeh.

Arion jelas paham apa yang dimaksud Asta. Ilmu yang baru saja ia terapkan adalah ilmu perlindungan diri level atas. Membutuhkan keseimbangan spiritual agar mampu menguasainya. Dan hal ini, jelas sangat sulit dikuasai oleh mereka yang masih menyandang status murid di akademi kerajaan. Bahkan orang sekelas profesor pun belum tentu mampu menguasainya. Arion tahu, Asta sangatlah paham bagaimana sulitnya proses penguasaan ilmu itu. Dan kini, Asta telah melihatnya menguasai penerapan ilmu itu darinya, tentu saja tuan muda itu tak akan mampu menahan diri untuk melontarkan pertanyaan yang akan dilontarkan oleh banyak orang.

“Aku mempelajarinya, dan begitu saja, aku mampu menguasainya,” balas Arion seraya mengangkat kedua bahu santai, menyeringai lebar seakan hal itu adalah hal biasa yang tak mengandung keistimewaan apa pun. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status