MasukChapter 89Tidak Akan Menyerah“Ini benar-benar pemandangan langka,” ucap Narnia yang masih mengenakan gaun pesta sembari berjongkok di depan sofa ruang keluarga rumahnya. Sementara Barron yang berbaring di atas sofa membuka sebelah matanya. “Jam berapa ini?” tanyanya lalu memijat sebelah pelipisnya dengan lembut.“Jam tujuh pagi,” kata Narnia, alisnya berkerut dalam karena dalam sepanjang hidupnya belum pernah Barron pagi-pagi sekali berada di rumahnya, berbaring di sofa ruang keluarga, “aku tidak tahu apa yang membuatmu melarikan diri ke sini. Tapi, aku yakin bukan sesuatu yang baik, aku turut prihatin.” Barron duduk dengan malas, wajahnya lusuh sementara Narnia berdiri sembari terus menatap Barron yang terlihat tidak bersemangat.“Semalam kau mabuk?” tanya Narnia. Barron menghela napasnya. “Hanya minum sedikit tadi malam.” “Habis merayakan tahun baru bersama kekasih barumu itu? Kenapa tidak menginap di tempatnya?” tanya Narnia dengan nada sinis. Barron menarik napas dengan lem
Chapter 88Bersaing dengannyaAneesa meletakkan ponselnya ke atas meja rias, ribuan pertanyaan memenuhi benaknya. Berita tentangnya masih hangat menjadi perbincangan dan sekarang berita tentang Marcello muncul ke publik: Marcello terlihat menikmati kopi bersama seorang wanita di sebuah cafe di Barcelona. Biasanya berita apa pun yang sedang menjadi topik hangat akan tergeser dengan kemunculan Marcello bersama wanita, sepertinya publik memang lebih tertarik dengan skandal asmara si berandalan itu dibanding dengan dirinya. Sebelumnya Aneesa tidak memikirkannya, tetapi kali ini tidak bisa mengabaikan perasaannya yang dongkol—bahkan ingin mencabik-cabik Marcello untuk meluapkan kejengkelannya. Juga kecemburuan yang sulit dikendalikan karena menduga gadis itu adalah gadis incaran Marcello.Namanya Alba Serrat, putri sahabat ibu Marcello dan Aneesa mengenalnya meskipun mereka tidak pernah akrab—hanya beberapa kali bertemu saat mereka remaja dan dikenalkan oleh Marcello. Aneesa semakin yaki
Chapter 87Teman LamaTiga puluh satu Desember, udara musim dingin menusuk tulang. Angin berembus melewati kap mobil membuat kaca depan diselimuti uap putih tipis, jalanan di pinggiran Barcelona lengang—hanya sesekali mobil lewat mendahului supercar yang dikemudikan Marcello dengan kecepatan sedang.Ia baru saja mengantarkan Max ke bandara Aerodromo untuk kembali ke Madrid, Max harus mengikuti misa pagi tahun baru yang selalu diadakan di istana. Meskipun sebenarnya kegiatan tersebut bersifat pribadi di kediaman kerajaan, tetapi sebagai calon penerus takhta kerajaan Max harus menghadirinya sebagai bagian dari disiplin.Suasana di mobil sangat hening, tidak ada suara musik atau suara penyiar radio sementara pikiran Marcello tertuju pada Aneesa. Ia sudah berulang kali menepis bayangan gadis itu, tetapi sepertinya Aneesa telah terlalu lama menjadi bagian dari ingatannya membuat Marcello cukup kesal apalagi setiap mengingat hubungan Aneesa dan Barron. Tiba-tiba ponsel Marcello berdering,
Chapter 86Benar-benar Jatuh CintaNarnia memegangi gelas berisi wiski, tatapannya tertuju pada lampu-lampu di luar jendela. Garis pantai Carbon Baech tampak berkilau oleh lampu-lampu malam, cahaya kuning dari lampu malam rumah-rumah mewah yang berjajar di tepi pantai, dan lampu dermaga yang berpendar lembut dari kejauhan seolah menciptakan suasana eksklusif.Tempat tinggal Agnes berada di Malibu, gedungnya kecil tetapi ultra eksklusif yang hanya ada delapan unit dan seluruhnya memiliki akses privat elevator. Dari tempat itu terdengar ombak yang terkadang samar tetapi jendela kaca dengan peredam suara menjaga kemewahan tetap tenang.“Kau benar-benar membiarkan Barron bersamanya?” tanya Narnia dengan nada sangat dingin. Agnes tersenyum lembut dan dengan tenang menatap ruang keluarga yang setiap detailnya dipikirkan dengan sangat teliti. Sofa besar berwarna ocean white dengan deretan bantal berwarna biru laut dan pasir, meja kopi dari driftwood premium dengan kaca tebal, jendela floor-
Chapter 85Tekad AneesaAneesa baru saja meninggalkan mobilnya dan memasuki rumahnya melalui pintu penghubung garasi dan ruang belakang, ia mendapati Lyndi berdiri di ambang pintu ruang keluarga membuat Aneesa tidak mampu menahan rasa bahagia dan ia pun berlari ke arah Lyndi.“Aku tidak sedang bermimpi, kan?” tanya Aneesa seraya menatap Lyndi seolah tidak percaya dengan penglihatannya. Lyndi tersenyum. “Kebetulan aku menghubungi Jessie dan dia bilang kau sudah kembali ke sini. Kenapa tidak memberitahuku?” Faktanya Marcello-lah yang memberitahunya—sekaligus memintanya menyusul Aneesa ke Los Angeles. Tetapi, bukan Marcello namanya jika tidak membuat sandiwara dengan sangat halus.“Aku tidak ingin mengganggu waktu liburmu,” ucap Aneesa. Sebenarnya Lyndi masih ingin berada di Madrid bersama keponakan-keponakannya yang menggemaskan dan menikmati hari-hari yang santai bersama orang tuanya di rumah mereka, tetapi imbalan dari Marcello jumlahnya terlalu besar untuk diabaikan. “Aku khawati
Chapter 84Hubungan Tiga BulanAneesa duduk di sofa ruang keluarga di rumah Dayana dengan ekspresi masam, Marcello mengabaikannya. Beberapa pesan singkat yang Aneesa kirim tidak dibalas, hanya dibaca sementara panggilannya tidak dijawab. Ketakutan melanda benaknya, diabaikan oleh Marcello untuk kedua kali sementara dirinya kini jatuh cinta pada Marcello. Benar-benar mengerikan!“Kau datang ke rumahku hanya untuk menunjukkan wajah murungmu itu?” tanya Dayana seraya meletakkan stoples kaca berisi camilan ke atas meja dan dua botol minuman kaleng. Aneesa menatap Dayana dengan linglung. “Dayana, menurutmu jika aku putus dengan Barron....” “Putus?” tanya Dayana memotong ucapan Aneesa, alis wanita itu berkerut tidak bisa menyembunyikan keheranannya.Aneesa mengangguk. “Ya. Putus.” Dayana mengambil bantal sofa lalu duduk di sebelah sofa yang diduduki Aneesa, ia menaikkan kakinya dan bersila sembari memeluk bantal yang dipegangnya. Dayana adalah orang yang mengetahui perasaan Marcello pad







