Share

8. What If

“Paaah, Maaah. Liat deh, Abil negerecokin gambar gara terus, jadi gak selesai-selesai kan” adu gara kepada orang tuanya yang sedari tadi asik menonton tv

“Abil bantuin bukan ngercokin” Abil membela dirinya

“mana ada bantuin malah jadi acak-acakan begini” Sagara melempar kertas yang ia maksud kepada Abil

“hey, Sagara gak boleh gitu sama adiknya” kirana menengahi pertengkaran kedua buah hatinya itu “Dan, bantuin dong. Ini anak lo kerjaannya ngerusuh mulu” protes kirana kepada Daniel yang sedari tadi hanya memperhatikan mereka

“ini anak lo kerjaannya merusuh mulu” Abil menirukan omongan kirana dengan ciri khas anak kecil

            Sagara menutup mulut Abil dengan telapak tangannya, ia memberi peringatan lewat matanya kalau apa yang Abil lakukan itu tidak benar. Tapi Abil masih kecil, ia belum cukup pintar untuk mengerti kode yang diberikan Sagara. Abil mengigit tangan Sagara hingga Sagara meringgis menahan sakitnya.

“kalo depan anak tuh, bahasa yang sopan. Ditirukan sama Abil jadinya” Daniel membawa Sagara sedikit menjauh dari Abil, anak sulungnya itu tidak akan melawan sedikitpun  kepada Abil walau ia akan dijadikan tempe orek sekali pun

“ouh ini udah fiks, anak gue. Tos dulu nak sini sama Mamah” bukannya berubah, kirana malah membuat sekutu dengan Abil

“ini mamah gue” kalimat tak teduga yang keluar dari mulut Abil sontak saja membuat kirana refleks menutup mulut anaknya tersebut

“Mamah si, nanti Abil ketularan bawel. Kita yang pusing, iyakan Gar?” Sagara mengangguk setuju atas pernyataan Daniel, adiknya itu semakin hari semakin mirip saja dengan kirana.

“kalo bahasa gayanya abang itu apa Mah?” pertanyaan polosdari mulut mungil Abil sontak membuat seisi rumah itu tertawa

            Daniel enggan membuka matanya walaupun saat ini ia sedang berada dalam sesak yang tak berujung. Ia tidak ingin moment indah ini kembali hilang bagaikan asap yang tertiup angin. Daniel bahkan tidak ingin menggerakan badannya, takut suara gema tawa yang ia dengar akan hilang dan kembali menjadi kesunyian yang sama yang selama ini menemaninya.

            Abil mengguncangkan badan Papahnya sekali lagi. Abil bahkan bisa mendengar isak tangis Papahnya dari jarak beberapa meter, ini tengah malam dan Daniel menagis dalam tidurnya. Walau ini bukan kali pertma bagi Abil menemukan Daniel dalam kondisi yang seperti ini, tapi tetap saja Abil akan merasa ketakutan.

            Kondisi Daniel yang sering seperti ini yang membuat Abil urung bertanya lebih jauh tentang mamahnya, walaupun Abil penasaran. Abil rasa papahnya masih belum sembuh dari luka lamanya, dan belum siap untuk menceritakan atau bahkan mendengar pertanyaan Abil pun papahya belum mau. Jadi Abil akan sedikit lebih lama lagi bersabar sampai kondisi papahnya benar-benar sembuh dalam artian sembuh.

Abil menaruh jari telunjuknya diantara kedua bibirnya “sssst, nanti omah denger” Abil memberi kode kepada Daniel supaya ia memelankan suaranya

“kamu ngapain disini?” Daniel membetulkan posisi duduknya terlebih dahulu

“tadinya Abil mau ambil minum, tapi ngedenger Papon nagis, kenapa?” tanya Abil sambil mengusap air mata yang masih tersisa diwajah Daniel

Daniel menggelengkan kepalanya sebagai jawaban “mau Papah temenin nonton drakor? Atau anime?” tawaran dari Daniel dijawab anggukan antusias dari Abil

            Abil melemparkan botol yang sedang ia genggam membuat Daniel yang sedang melamun melotot kaget. Kali ini apa lagi? Abil bahkan akan marah habis-habisan hanya karena second lead mengalami perlakuan yang tidak adil.

“aiihs, seharusnya kalau mau mati, mati semuanya sekaligus. Jangan kaya gini, gak menantang. Kesel Abil” aaa sekarang Daniel paham alasan Abil melemeparkan botolnya

“aaaiiishh, seharusnya gak happy ending, semuanya berkahir dengan kematian”

“Aiiish Abil udah nonton ini puluhan kali tapi tetep aja kesal. Kalau mau mati, mati langsung kena bom atau mereka mati karena bencana, kebakaran rumah kek. Jangan dibuat satu-satu gini” Abil tiba-tiba berdiri dan meluapkan amarahnya

            Daniel memberikan arahan kepada Abil supaya memelankan suaranya, ini jam dua pagi dan anak itu masih saja brbicara menggunakan suara yang keras. “tenang Bu, ini udah dini hari” Daniel menepuk temapat kosong yang ada disampingnya.

“woaah tidak seharusnya Papon menghentikan amarah Abil yang sedang mengalir” walaupun Abil melakukan protes ia tetap menurut untuk duduk disamping papahnya itu

“eeeyy, kamu ini. Katanya humanity above religon” Daniel membawa anak gadisnya itu kedalam pelukannya.

            Rasanya sudah cukup lama mereka tidak menghaabiskan waktu berdua. Semenjak Abil sibuk dengan tugas sekolah dan Daniel yang selalu disibukan karena sedang membangun cabang baru diluar kota membuatnya merindukan wangi khas Abil. Permen karet selalu menjadi wangi-wangian yang digunakan Abil bisa membangkitkan kembali keinginannya untuk hidup.

“Abil”

“hmm?”

“kalau suatu saat Mamah datang, Abil bisa janji sama Papah tentang satu hal?” ucapan yang tidak pernah diduga akan keluar dari mulut Daniel membuat Abil bingung

Abil memandang Papahnya dengan sendu dan mengangguk pasti “Abil gak akan bertanya tentang apa pun kok. Papah gak usah khawatir” Abil memanggil Daniel dengan sebutan Papah, itu artinya Abil sedang dalam mode yang serius, sama seperti Daniel saat ini. Padahal Daniel belum menyebutkan permintaannya apa tapi Abil dengan sigap mengetahui niat Daniel.

            Daniel mencium puncak kepala Abil dengan penuh kasih sayang. Ia tidak pernah menyangka kalau anak yang selama ini ia besarkan ternyata sangat dewasa. Ini adalah salah satu alasannya tetap menyuruh kedua anaknya berkonsultasi dengan mentall healt concelor adalah ini, Abil dan Sagara sangat pandai menyembunyikan perasaannya. Walaupun bagi Daniel itu sangat jelas terlihat, tapi tetap saja Daniel tidak bisa memaksa mereka untuk becerita.

“kamu membutuhkan seseorang yang harus kamu percaya di dunia ini”

            Daniel dapat mengingat dengan jelas petuah yang diberikan oleh Bunda Ria dulu ketika ia merasa sangat tertekan mendengar kaba rkepergian Ayahnya. Dan Daniel paham kalau orang yang dapat dipercaya itu tidak harus selalu orang tua. Terkadang anak-anak akan merasa sungkan bercerita tentang kesulitannya kepada kedua orang tua mereka, lain halnya dengan ketika mereka menceritakan rasa suka dan bahaganya.

            Daniel tidak ingin Abil dan Sagara menyimpan semua keresahannya sendirian. Ia tidak ingin suatu saat anak-anaknya harus mengalamai apa yang dinamakan dengan mental eelness. Daniel tahu dengan pasti kalau menjadi pengidap mental eelnees sangat tidak menyenangkan. Maka dari itu ia mencoba sebisa mungkin untuk tidak menempatkan Abil dan Sagara diposisi tersebut.

“jadi Papon sedih gara-gara Mamah?” panggilan Abil sudah beralih kembali menjadi Papon

“bukan, Papah kena sleep paralise” Daniel menghindari pertanyaan Abil dengan mengalihkan pandangannya “tapi papah masih penasaran deh, kenapa kamu manggil papah Papon, Papon terus. Mana sebutan kamu buat Mamah?” pertanyaan Daniel sudah jelas membuat Abil mendengus kesal

“kan dulu Papah berponi, Abil singkat jadi Papon, papah poni” dengan nada suara kesal Abil menjawab pertanyaan Daniel dengan cepat.

“dan gimana, gimana bisa Abil kasih Mamah julukan kalau mukaya aja Abil gak tau. Papon gak ngasih gambaran apa-apa tentang Mamah. Iiiish” Abil memutar bola matanya kesal

            Merasa tertikam dengan ucapan yang keluar dari mulut gadisnya itu. Ia sadar betul kalau Abil mengatakan semuanya sesuai dengan apa yang anak itu pikitkan dan tanpa ada niatan untuk melukai hati Daniel. Tapi tetap saja Daniel merasa sedikit tercubit, ia tidak tahu kalau niat baiknya untuk tidak memberitahu Abil tentang Mamahnya membuat anak itu meradang.

“Papon, kalau misalkan Abil tanya sebaliknya giamana?” kali ini giliran Abil yang membuat Daniel mengerutkan keningnya bingung.

“kalau suatu saat Abil lepas kendali dan gak bisa ngedaliin emosi Abil, terus Abil marah sama Mamah gimana?” pertanyaan dari Abil membuat Daniel tercengang.

            Bagaimana bisa Daniel begitu egois dengan meminta Abil supaya tidak menanyakan apapun kepada istrinya sedangkan disisi lain Abil merasakan kesedihan yang sama karena tidak pernah mengenal sosok sang Mamah. Dari dulu Daniel memang tidak pernah berubah ternyata, ia masih tetap mendahulukan dirinya padahal sekarang sudah jelas-jelas ia mempunyai tanggung jawab yang besar, dan yang seharusnya menjadi prioritas utamanya adalah Sagara dan Abil.

“heeeey, Abil besok upacara. Papon siiih, pake acara sleep sleep itu. Jadinya Abil ada alasan buat gak sekolah. Jadi seneng deh” bukannya beranjak untuk tidur Abil malah menenggelamkan dirinya dipelukan Daniel dan mencari posisi nyamannya untuk tidur.

“papah si oke oke aja. Tapi besok gravity bakalan buat kamu bangun dengan sendirinya” sepertinya menjadikan gravity alasan untuk membuat Abil bangun bukan hal buruk

“heeey Papon ketinggalan edukasi versi gosip ini” Abil bersemangat sekali ketika mendengar nama gravity keluar dari mulut Ayahnya. “Grav itu di skors 3 hari gara-gara berantem sama Galaksi” aiish mengingatnya saja sudah membuat Abil kesal

“anak laki, biasa itu” Daniel menajwabnya dengan enteng

“aaaa, ternyata memilih tidur itu lebih baik dari pada harus bergosip sama bapak-bapak”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status