Share

7. The Different between Us

            Ini adalah hari minggu, hari dimana Abil akan menghabiskan seluruh waktunya dengan menonton tv. Ia bahkan sudah stand by didepan tv dari jam tujuh pagi, alasannya biar dia memenangkan perebutan remote dengan sang Papah. Abil menatap papahnya dengan tatapan puas, tidak adalagi siaran TVOne kalau remote ditangan Abil. Semuanya akan menonton acara infotaimen bersama Abil.

“ey sudah bergaya saja, mau kemana kau?” Abil tidak bisa membendung rasa penasarannya melihat Sagara sudah rapi sekali, membuat Abil insecrue saja. Jangankan mandi, Abil gosok gigi saja belum

“mau ke Gereja bareng Omah, kenapa?” Kalia muncul membuat Abil tersenyum jahil

“nanti salam sama Ibu pendeta yang waktu itu bilang Abil imut ya Bang” ucapan yang keluar dari mulut Abil membuat semua orang bingung

“itu Biarawati, bukan Ibu pendeta” jawaban dari Kalia membuat Abil ber-aaa tanpa suara.

            Selama 16 tahun hidupnya Abil sudah beberapa kali ikut Sagara beribadah ke Gereja, Abil juga sering melihat para Biarawati yang ia maksud tadi. Tapi Abil baru tahu kalau sebutan beliau-beliau itu adala Biarawati. Pantas saja ketika ia Abil menyapa beliau dengan sebutan Ibu Pendeta selalu dihadiahi dengan tawa ringan, ternyata Abil salah.

            Kalia dan Sagara tak habis pikir dengan Abil. Normalnya orang lain akan salah beberapa kali atau beberapa pertemuan, bagaimana bisa Abil terjebak dalam kesalah pahaman tersebut dalam bertahun-tahun.

“Astagfirullah, kebodohn Abil ini turun dari siapa si Papon?” setelah memastikan kalau omah dan abangnya sudah pergi dan tidak bisa mendengarnya Abil bertanya kepada Daniel dengan wajah lesu

“dari kemalasan Abil” Daniel menjulurkan lidahnya puas melihat anak gadisnya itu frustasi

“kalau aja dulu waktu ngaji adab-adaban Abil bolos, mungkin sekarang kita udah di meja hijau” ucap Abil sambil berkacak pinggang menatap papahnya kesal

“Papah bisa punya Hotman Paris, kamu?” tak ingin kalah, Daniel melakukan hal serupa dengan Abil

Abil menyipitkan matanya kesal melihat repson yang diberikan Daniel, bisa-bisanya Daniel tidak ingin mengalah kepada Abil. “Papon tuh kenapa si gak mau ngalah sama Abil?” pertanyaan Abil dihadiahi tawa mengejek oleh Daniel

“yang harusnya ngalah itu anak sama orang tua. Kebalik kamu” Daniel melempar Abil dengan bantal, boom tepat sasaran

Abil mendengus kesal melihat kelakuan Daniel, ia tak percaya kalau laki-laki yang ada didepannya kini sudah memasuki usia 44 tahun. “ini frekuensi humor kita udah gak kaya anak sama bapak ya” Abil membalas lemparan Daniel tak kalah keras

“gak ada juga anak yang berani ngajak perang bantal sama Papahnya”

“ada, SyAbila Key Alcantara”

“aduh, Papah kelupaan. Kalau liburan keluarga itu anak bisa ditinggalkan gak ya?” pertanyaan yang tiba-tiba dari Daniel membuat kegiatan Abil terhenti seketika.

Apa barusan, liburan keluarga? Oho, Abil menghampiri Daniel sembari merapihkan penampilannya itu, ia berlutut dihadapan Daniel yang memalingkan wajahnya dari Abil “Mohon maaf paduka, yang barusan itu alter hamba” nada suara Abil dibuat semirip mungkin dengan tokoh disinetrin kiang santang langganan Ibu Kantin sekolahnya itu

            Daniel tidak bisa menyembunyikan rasa gemasnya lagi melihat kelakuan gadis kecilnya itu. Abil selalu bisa membuat suasana hati Daniel membaik, padahal yang ia dan Abil lakukan hanya beradu mulut dan saling melempar bantal, tapi itu saja sudah membuat energi Daniel kembali terisi.

            Sejak awal mendengar penuturan sang Ibu kalau ia akanpergi berdua saja bersama Sagara sudah membuat Daniel gelisah. Daniel takut kalau Kalia akan berbicara sesuatu yang akan membuat putra sulungnya itu terluka. Tapi untungnya Abil bisa mengembalikan kepercayaan Daniel, Kalia tidak mungkin melakukan hal bodoh seperti apa yang sedang Daniel khawartirkan. Ia percaya kepada Ibunya dan juga Sagara.

*****

            Selama perjalanan menuju Gereja Sagara, hal yang menemaninya bersama dengan Kalia hanyalah sunyi. Tidak ada yang berani memulai percakapan terlebih dahulu, bahkan sampai pada saat Sagara berhasil mendapatkan tempat parkir pun mereka masih tidak bersuara. Sagara tuurun terlebih dahulu dan membukakan pintu untuk sang Omah, Sagara bahkan membantu Kalia untuk turun dari mobil.

“kamu cari tempat mu, omah mau di depan aja” itu adalah perintah, setidaknya bagi Sagara seperti itu.

            Sagara hanya mengangguk pasrah melihat sang omah yang berjalan kedepan meninggalkan Sagara yang masih berdiri di depan pintu masuk. Setelah memastikan Kalia mendapatkan tempat duduk, sagra memilih duduk dideretan kursi paling belakang.

            Setelah acara ibadah selesai Kalia masih setia ditempatnya, ia berdoa sangat khusyu kepada Tuhan. Kalia meminta keselamatan juga panjang umur bagi Daniel dan kedua cucunya, masih banyak hal yang ia curahkan kepada sang Maha Segalanya tersebut.

            Melihat Kalia yang masih sibuk berkomunikasi dengan Tuhan membuat Sagara berpikir kalauitu mungkin akan memakan waktu sedikit lama. Sagara menyenderkan kepalanya kebelakang dan memejamkan matanya. Ia bisa merasakan hawa dingin dari AC ruangan menyapa kulitnya dengan lembut membuatnya semakin nyaman. Sagara bahkan tidak sadar kalau Kalia sudah selesai dengan kegiatannya.

“kamu baik-baik aja Sagara?” Sagara terperanjak kaget melihat sang omah yang tiba-tiba sudah berada disampingnya. Memangnya sepulas itukah tidur Sagara?

Sagara membenarkan posisi duduknya terlebih dahulu, walaupun Kalia adalah keluarganya, tapi sopan santun itu tetap yang utama “aku, baik” singkat, Sagara menjawabnya dengan singkat

“boleh omah tanya sesuatu yang privasi?” Kalia bertanya tanpa mengalihkan fokusnya sama sekali yang dijawab anggukan mantap oleh Sagara

“kamu, kenapa memilih menjadi sorang Kristen sedangkan Papah kamu seorang mualaf?” kali ini Kalia mengalihkan pandangannya menatap cucu laki-lakinya tersebut

“sederhana aja si, ketenangan batin” Sagara menarik nafasnya “Papah bilang, agama itu dipilih bukan diwariskan. Aku merasa nyaman menjadi seorang Kristen, yang mungkin sekarang Papah rasakan ketika menjadi seorang Muslim” jawaban singkat yang diberikan Sagara membuat Kalia menetska air matanya

            Bukan kenapa, Kalia masih tidak rela Daniel memilih jalan religi yang berbeda denganya. Awalnya Kalia berpikir kala Daniel memilih menjadi mualaf hanya agar bisa menikah dengan Ibunya Abil, hanya karena cinta. Tapi setelah mendengar jawban dari Sagara, Kalia memantapkan hatinya. Kalau putra bungsunya itu memang  memilih menjadi seorang muslim karena panggilan batinnya.

“Ibu kamu itu muslim yang taat, saya saja masih tidak percaya kalau anak sulungnya sendiri adalah seorang Kristen yang taat pula” Kalia merasa heran dengan keberagaman yang ada dikeluarganya ini

            Daniel dilihat dari sisi manapun tidak mempunyai wajah Indonesia sama sekali padahal Kalia adalah setengah Indonesia. Sagara yang terlihat seperti seorang Amerika-Indonesia dan Abil yang sangat ayu, wajah Abil cantiknya sunggu Indonesia sekali, aoalagi kalau kulitnya sawo matang. Semua orang yang melihat Abil bahkan tidak percaya kalau Daniel adalah Papahnya.

“kalau dipikir, ketika keluarga besar kumpul itu udah kaya perserikatan bangsa-bangsa” tanpa sadar Sagara mengungkapkan isi pikirannya membuat Kalia tertawa karena sadar kalau itu semua memang benar adanya.

*****

            Daniel dan Gravity saling memandang satu sama lain memberikan kode untuk segera mengambil tindakan guna menghentikan Abil. Bagaimana tidak, sejak satu setengah jam yang lalu, Daniel dan Gravity dipaksa Abil untuk mengomentari penampilannya. Abil bilang ia akan mengikuti audisi Indoenesia Mencari Bakat yang sebentar lagi akan dibuka,

“kalau Abil mengabadikan suara Abil diusia dua puluh tahun lewat konser solo gimana?” Abil menaik turunkan alisnya menunggu jawaban dari Papahnya dan Gravity penasaran

“wah acara Kardashian mau  mulai nih” Gravity berpura-pura membuka layar ponselnya, mengabaikan pertanyaan Abil

“Masyaallah, janda komplek sebelah ngechat Papah loh Bil, lihat” Abil menepis layar ponsel yang ditunjukan oleh Daniel

“cie om punya janda” Gravity masih dalam mode menghindari Abil

“engga lah, dia cuman mau booking  restaurant buat acara nikahan anaknya” jelas Daniel

“buset, udah tua dong om?”

“cucunya aja udah ada yang seumuran Abil”

            Kalau saja Abil bisa, sudah Abil pastikan mereka Abil pasung. Berani-beraninya mengabaikan Abil, dan apa janda? Abil tergeser posisinya oleh janda? Tidak Abil tahu siapa nenek itu, cuucnya adalah kakak kelas Abil dan gavity, Papahnya salah.

“iiiih, kok Abil baru tau si, itu siapa yang Papon jadiin wallpaper chat?”

            Hening, pertanyaan Abil yang tiba-tiba membuat suasana menjadi canggung. Daniel bahkan terlihat sedikit menengang sebelum akhirnya ia bisa kembali mengontrol raut wajahnya. Kepana Daniel ceroboh sekali, padahal ia yakin waktu itu wallpaper chat di handphonenya poto Abil dan Sagara sewaktu kecil.

“kamu sholat ashar dulu sana, nanti lanjut lagi ngomongin konser solo kamu itu” akhirnya, kalimat yang Abil tunggu-tunggu keluar juga

“oke, tunggu 15 menit aja”

            Melihat Abil yang sudah menghilang dibalik pintu kamarnya membuat Daniel bernafas lega, setidaknya untuk saat ini Abil tidak curiga. Walau Daniel yakin suatu saat Abil akan kembali menanyakan hal serupa, Daniel bahkan tahu kalau sebenarnya Abil juga ingin mengetahuinya hanya saja Abil menghargai keputusan Daniel yang belum siap untuk bercerita.

“itu Tante Kirana om?” tanya Gravity

“iya, kenapa? Mirip ya sama Abil?” Daniel tersenyum melihat betapa miripnya Abil dengan kirana, Mamahnya

“cantikan Tante Kirana Om” Gravity menunjukan deratan gigi rapinya, ia senang sekali menggoda Daniel. Apalagi kini melihat pipi Daniel bersemu merah.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status