Share

3. Cinta Terhalang Restu

“Aduh, Abah, Adam anaknya nekad, nanti malah nambah masalah baru. Masalah Selina saja belum kelar …” keluh Ummi Sarah.

“Biarkan saja Ummi! Jangan larang Adam! Abah percaya pada Adam, dia hanya ingin membela kehormatan keluarga, adiknya ...” ucap Ustaz Bashor.

“Lah, kok Abah malah ngijinin sih? Apa Abah tidak lihat keluarga Aqsa? Ibunya itu mulutnya pedes kayak mercon, belum lagi Mbak Gendis yang suka ngomporin. Yang ada mereka malah makin buat Adam kesal,” cerocos Ummi Sarah.

“Tidak akan Ummi, Adam hanya akan menemui Aqsa bukan ibu atau ayahnya,” sahut Ustaz Bashor.

“Mudah-mudahan … tapi Abah, nanti kedatangan Adam malah dikira ngemis cinta lagi?”

“Nggak begitu Ummi, Adam mungkin hanya ingin meminta klarifikasi dari Aqsa. Kita belum sempat menjelaskan dia keburu pergi. Biarkan saja nanti dia juga dapat jawaban,” papar Ustaz Bashor. Dia sama sekali tidak mengkhawatirkan soal kemarahan Adam pada Aqsa. Dia hanya mengkhawatirkan Selina. Dalam benaknya mungkin saat ini Selina membencinya karena menutupi sebuah kenyataan pahit tentang dirinya. Andaikata waktu diulur lebih awal mungkin lain cerita.

“Abah, yang Ummi khawatirkan nanti dia dapat kabar yang enggak-enggak tentang ibunya Selina dari keluarga Aqsa. Abah tadi lihat, Mbak Ayu sampai marah begitu pas tahu jika ibunya Selina …”

“Syut! Udah jangan bahas aib orang. Tidak apa-apa Ummi. Adam harus tahu juga dan belajar menerima kenyataan ini juga sama seperti Selina. Adam sangat menyayangi Selina dan mungkin dia akan makin menjaga adiknya setelah mengetahui ini semua,”

“Iya Abah,”

Tak selang lama Selina pun bisa pulang karena dokter hanya menyarankan istirahat di rumah saja. Selina tidak sakit, hanya dehidrasi dan shocked saja. Selama perjalanan pun Selina tetap memilih diam. Baik Ustaz Bashor ataupun Ummi Sarah memaklumi. Mereka juga tidak menanyakan apa-apa pada Selina. Mereka sudah sangat yakin jika Selina memang telah mengetahui rahasia pahit bertahun-tahun itu.

Turun dari mobil Selina langsung masuk ke kamar dan menguncinya dari dalam. Ustaz Bashor merasa mencelos melihat sikap putri kesayangannya. Biasanya Selina saat pulang dan berjumpa dengannya dia akan langsung menghambur memeluknya dan bercerita ini dan itu karena Selina memang anak yang komunikatif. Namun hari ini, hanya beberapa jam saja Selina mendiamkannya terasa sakit hatinya, lebih sakit daripada Ummi Sarah yang mendiamkannya.

“Ummi, Abah ke masjid dulu mau shalat ashar …” ijin Ustaz Bashor langsung meraih peci dan sarung yang tergantung di balik pintu kamar. Dia melirik ke kamar Selina sebentar sebelum pergi.

Ummi Sarah pun melaksanakan shalat ashar di mushola dalam rumah. Usai shalat dia kembali mendekati kamar Selina. Dia penasaran apa yang dilakukan Selina di dalam kamar. Tak terdengar suara apapun di kamar. Namun hal itu makin membuat Ummi Sarah semakin khawatir.

“Ya Allah, kuatkanlah anakku,” doa Ummi Sarah.

Ummi Sarah duduk di perpustakaan mini milik Ustaz Bashor berada, karena ruangan itu yang paling dekat dengan kamar Selina. Dia menunggu Selina sampai dia keluar kamar. 

Sementara itu di dalam kamar Selina terbaring lemah dengan air mata yang terus meruah. Hari ini adalah hari patah hati baginya. Patah hati pertama ialah saat dia tahu kalau dia bukan anak Abah dan Ummi-nya. Patah hati kedua, lebih menyakitkan karena dia terlahir dari rahim seorang wanita kotor dengan ayah biologisnya yang tak jelas. Pun, patah hati ke tiga adalah pemuda yang dia cintai membatalkan proses taaruf untuknya karena garis keturunannya yang tercela.

Hiks … hiks … hiks …

Selina menangis dengan suara yang tertahan. Langit seolah runtuh hari itu.

Lalu Selina mencoba mencari foto album keluarga. Dia baru sadar jika wajahnya sama sekali tidak mirip Ustaz Bashor dan Ummi Sarah ataupun kakaknya Adam Husein dan Hawa Fatimah. Mereka berkulit sawo matang dan eksotis sedangkan Selina berkulit sangat putih seputih susu.

“Kenapa aku baru sadar ya Allah. Wajahku memang tak mirip sama sekali dengan Abah dan Ummi. Aa Adam dan Teh Hawa mirip Abah dan Ummi … hiks … hiks …” lirih Selina.

Selina pun mencuci wajahnya dan mengambil air wudhu untuk menunaikan shalat ashar. Meskipun saat ini hatinya begitu kalut tapi dia masih mengingat Allah. Dia berdoa agar hatinya dilapangkan meskipun sakit. Tentu saja sekarang akan terasa berbeda saat mengetahui kenyataan pahit tersebut. Dia yang begitu percaya diri sebagai anak kesayangan Ustaz Bashor, putri cantik didikan pesantren seketika rubuh menjadi insecure, merasa terlahir hina sebagai anak haram, anak hasil hubungan zina bahkan lebih parah anak seorang wanita malam.

***

Di dalam mobil,

“Ya Allah, makasih banyak, untunglah Allah memperlihatkan ini semua sebelum terlambat,” ucap Ayu mengusap dadanya. Dia merasa lega acara proses taaruf batal.

“Mbak, aku setuju, tuh ‘kan ada bagusnya sikap kayak aku ya reaksioner, kalau enggak, semua bisa terlambat, nanti kasihan Aqsa dapat istri seperti itu,” sahut Gendis sembari mencibir.

Aqsa tak mau ambil pusing mendengar percakapan ibu dan tantenya, dia terus menyetir mobil. Mereka sudah memasuki area Pasar Padalarang.

“Gendis kok bisa ngeh gitu sih?” telisik Ayu pada adiknya.

“Sebetulnya aku curiga Mbak Yu saat pertama kali lihat Selina. Waktu Aqsa menunjukan foto Selina di i*******m, aku kaget Mbak, kaget banget. Selina memang sangat cantik seperti seorang selebgram. Tapi, wajahnya itu mirip banget ibunya,”

Gendis memperlihatkan kembali foto di F* antara Selina dan Dewi Rahma ibunya tempo dulu.

“Coba, perhatikan baik-baik, Mbak,” ucap Gendis.

“Iya, benar sekali Gendis, mirip banget, nah ini apalagi pose ini, matanya, alisnya, kulitnya, ya ampun kok gak nyadar,”

“Iya, kan Selina pake hijab jadi gak kelihatan banget mirip selewat mah. Cuman feeling gak enak, kamu tahu kan kisah Maira?”

“Udah, jangan dibahas lagi, kasihan Aqsa ...” 

Ayu menyenggol lengan adiknya.

“Kenapa jadi begini? Sebetulnya Selina gadis yang sempurna, wajah cantik, akhlak baik dan cerdas. Allah mengujinya, dia terlahir dari wanita kotor, astagfirullah …” tukas Rakha.

“Aduh gak kebayang itu anak hasil hubungan belum halal Papa, nanti keluarga kita malu pas walimah, wali nikahnya kok bukan bapaknya katanya malah wali hakim,” cerocos Ayu mirip mercon.

“Sabar ya Aqsa, kamu pasti bisa dapat gadis yang lebih baik dari Selina,” kata Rakha pada Aqsa.

Cit …

Suara ban mobil berdecit terdengar. Aqsa mendadak mengerem mobil. Dia kesal mendengar perkataan ayahnya. Ayahnya saat ini tampak tidak bijak. Atau mungkin lebih tepat semua orang saat ini tidak bijak dan mendadak berpikir sempit. Dia tidak tahu jika Aqsa hanya mencintai Selina dan tak ada satupun gadis lain yang mencuri atensinya selain dirinya.

“Hei, Aqsa, kok kamu ngerem ngedadak sih gimana? Bahaya tau!” sewot Gendis.

“Yang bahaya itu mulut Tante Gendis, kayak ular,” batin Aqsa.

“Ada apa Aqsa?” tanya Ayu.

“Iya, kamu kenapa? Kepikiran terus Selina? Wajar, Papa juga pernah merasakan patah hati sebelum ketemu Mama,” celetuk Rakha, membuat Ayu menatapnya tajam. Tanpa menghiraukan mereka Aqsa kembali melajukan mobilnya.

Satu jam kemudian mereka sudah sampai di daerah Cisarua-Bandung. Setelah memarkirkan mobil Aqsa langsung masuk ke kamarnya seperti halnya Selina. Dia mengunci kamar dari dalam, dia ingin sendirian saja. Dia merasakan patah hati hari ini karena restu dari kedua orangtuanya. Harapan untuk menikah dengan Selina pupus sudah.

“Aqsa, buka pintunya ..” ucap Ayu pada anaknya.

Aqsa tidak menyahut. Dia sangat kesal pada kedua orang tuanya yang tidak bijak dan sombong, merasa diri lebih baik segala-galanya sehingga merendahkan derajat Selina, gadis yang dia cintai hanya karena nasab. 

“Selina, sabar ya, nanti aku akan datang lagi bukan buat taaruf lagi tapi khitbah kamu …” gumam Aqsa dengan batin yang perih. “Semoga saja aku janji, kamu adalah jodohku …”

“Aqsa buka pintunya!” pekik Ayu dari luar kamar.

Aqsa bertahan untuk memilih diam. Cara dia mengekspresikan rasa kesal ialah dengan memilih diam.

“Aqsa! Buka pintunya! KAMU jangan kayak anak kecil sembunyi, lari dari masalah,” tukas Ayu lagi.

Aqsa meraih foto Selina hasil jepretan dia tanpa ijin. Dia menyentuh foto itu seolah foto itu adalah jelmaan Selina sesungguhnya. Lalu dia berbicara.

“Selin, mudah-mudahan kita tetap berjodoh. Yakinlah, meskipun kita jauh tapi ketika Allah menghendaki, kita bisa dekat dan berjodoh. Kita hanya butuh sabar saja. Ini soal waktu, mudah-mudah Allah membukakan pintu hati Mama dan Papa agar merestui kita.

Mudah-mudahan kamu ingat kisah cinta Ali dan Fatimah dalam diam. Mereka sama-sama jatuh cinta tapi mereka tidak pernah meminta satu sama lain secara langsung apalagi mengumbar perasaan mereka. Bahkan sampai beberapa kali sahabat rasulullah datang hendak mengkhitbah Fatimah. Namun semua ditolak dan hanya Ali yang diterima. Karena Ali dan Fatimah berdoa dan meminta jodoh mereka langsung kepada Allah bukan pada manusia,”

Di depan kamar Aqsa, Rakha menghampiri sang istri yang teriak-teriak.

“Sudahlah Ma, kasihan Aqsa, saat ini dia pasti kecewa karena kita tidak merestui hubungan dia dengan Selina. Biarkan dia sendiri dulu. Um, coba Selina anak orang biasa aja ya meski bukan anak Ustaz atau keluarga agamis minimal keluarga baik-baik …” gumam Rakha.

“Papa suka berandai-andai! Cinta itu harus logis Papa …” sahut Ayu kesal.

“Mama kayak gak ngerasaain pernah jatuh cinta aja nih,”

“Ya pernah lah, masa enggak,” desis Ayu.

“Tuh ‘kan pernah, berarti pernah dong merasakan patah hati? Orang yang jatuh hati pasti pernah merasakan patah hati …”

“Tidak, Mama tidak pernah patah hati!” elak Ayu.

“Masa? Hebat banget, berarti Mama gak baperan ya?” goda Rakha dengan menjawil dagu istrinya.

“Terserah Papa …”

“Atau jangan-jangan Mama gak pernah patah hati karena cuman jatuh hati aja sama Papa? Kita kan gak pacaran, langsung nikah setelah taaruf satu bulan,”

“Pa .. Pa …” sahut Ayu dengan wajah yang memerah. Sejenak mereka lupa apa yang dirasakan oleh putranya yang sedang patah hati.

“Bu, ada tamu …” ucap ART tiba-tiba menghampiri mereka.

“Tamu? Siapa Bi?” tanya Ayu penasaran.

“Adam Husein Bu, katanya,” sahut ART.

“Mau apa anak itu datang kemari?” tanya Rakha.

“Pak, dia mau bertemu dengan Mas Aqsa …” tukas ART.

“Suruh masuk aja Bi, bawakan air minum juga,” titah Rakha pada ART. Meskipun dia merasa kecewa pada keluarga Ustaz Bashor tapi dia masih memegang adab dalam menyambut tamu.

“Aqsa, Adam datang! Dia mau bicara denganmu …” pekik Rakha.

“Ustaz Bashor gimana sih pake nyuruh anaknya buat maksa taaruf? Udah tahu batal,” ujar Ayu pada Rakha.

“Mama, jangan begitu, biarin aja Adam datang, mungkin dia ingin bicara berdua saja dengan Aqsa. Aqsa kan masih temannya,” kata Rakha dengan tenang.

Ayu pun turun dari lantai dua kamar Aqsa berada menuju ruang tamu sembari menunggu Aqsa keluar kamar.

“Mau apa datang kemari?” tanya Ayu sinis pada Adam Husein.

“Aku mau bertemu dengan Aqsa,” sahut Adam dengan sopan tak seperti tadi, emosinya meluap-luap. Dia juga cukup menghormati orang yang lebih tua darinya.

“Dengar Adam, keputusan kami tetaplah sama. Kita tidak bisa melanjutkan proses taaruf. Um, mungkin lebih tepatnya tidak akan ada khitbah. Pulanglah dan katakan pada bapakmu Ustaz Bashor!” titah Ayu bernada arogan.

“Maaf, saya datang kemari bukan ingin bertemu dengan Anda atau berbincang dengan Anda Tante … saya hanya ingin bicara empat mata dengan Aqsa…” sahut Adam Husein bernada sedikit ketus. Dia mulai terpancing dengan ucapan Ayu yang tajam.

“Bi, panggil Aqsa lagi …” ucap Ayu sembari melengos meninggalkan Adam.

“Adam, bagaimana kabarmu?” seru Rakha yang baru turun menyusul Ayu.

“Baik, Om,” jawab Adam singkat. 

Rakha lalu duduk berhadapan dengannya. Tak selang lama Aqsa pun turun. Aqsa mengajak Adam berbincang di halaman rumah.

“Bagaimana kabarmu Adam?” sapa Aqsa pada Adam yang baru bertemu lagi setelah sekian bulan. Mereka berteman baik sejak ikut tausiyah Habib Rohman.

“Stop basa basi! To the point …” sahut Adam.

“Baiklah aku tau maksud kedatanganmu kemari. Tentang Selina …” tukas Aqsa.

“Aqsa, sesungguhnya aku sangat kecewa padamu, kamu telah melukai hati adik kesayanganku Selina. Apa maumu? Kenapa lakukan ini pada Selina? Kamu benar-benar mengecewakan,” kata Adam bernada ketus. Seketika dia mendengus kesal.

“Tidak seperti apa yang kamu pikirkan. Aku sangat ingin menikah dengan Selina. Hanya saja kedua orangtuaku belum siap menerima kenyataan tentang Selina, Dam. Mereka butuh waktu,” papar Aqsa bernada sedih. Mendengarkan pernyataan Aqsa secara langsung membuat Adam iba. Ternyata Aqsa memang berniat menikahi Selina hanya saja kedua orang tuanya kaget saat tahu jika Selina bukan anak kandung Ustaz Bashor dan Ummi Sarah.

“Maaf, aku terbawa emosi. Aku hanya kaget aja mendengar kamu membatalkan proses taaruf. Aku hanya berpikir jika kedua orang tuamu akan bersikap bijak. Mereka akan menerima Selina dengan baik.

Toh, banyak kok anak yatim piatu yang bernasib sama seperti Selina. Namun mereka diterima menjadi menantu mereka. Kamu juga tahu, banyak sekarang pesantren khusus Darul Quran untuk anak yatim piatu. Para pemuda juga banyak mencari calon istri dari sana karena mereka percaya santriawati yang mondok bisa menjadi istri shalehah nantinya,” jelas Adam.

Aqsa hanya menautkan kedua alisnya. Tak semudah apa yang dikatakan oleh Adam. Apa Adam jangan-jangan tidak mengetahui siapa orangtua kandung Selina? Batin Aqsa.

“Adam, aku butuh waktu. Maaf ya. Tapi aku janji akan segera memberi pengertian kepada kedua orangtuaku soal hal ini. Aku janji,” kata Aqsa memegang tangan Adam.

“Baiklah, aku pegang janjimu,” sahut Adam.

“Please, jangan terima taaruf pemuda lain ya … tolong! Aku sangat mencintai Selina …” tutur Aqsa penuh pengharapan.

“Gimana nanti …” jawab Adam menggoda Aqsa.

“Please, jangan kayak gitu, kasih aku waktu,”

“Berapa lama? Seminggu? Sebulan? Setahun?”

“Aku belum tahu Adam. Tapi aku janji secepatnya aku akan khitbah langsung kalau Mama dan Papaku setuju. Bahkan aku sudah menyiapkan mahar seperangkat perhiasan berlian dan membangun rumah mewah untuk Selina. Apa kamu mau aku membawa perhiasan dan sertifikat rumah itu ke sini? Aku menaruhnya di lemari di kamarku,”

“Tak usah,” kata Adam menepuk bahu Aqsa. Aqsa memang serius ingin meminang Selina.

“Baiklah, apa yang harus aku lakukan untuk membuktikan bahwa aku serius mencintai Selina?” katanya lagi memelas.

“Gak perlu Aqsa. Kamu tak perlu melakukan apapun. Kamu hanya minta sama Allah aja biar kedua orang tuamu dibukakan hatinya, mau menerima Selina sebagai menantunya …” ucap Adam. “Aku pulang, sampaikan salamku pada orangtuamu,”

Aqsa mengantar Adam hingga ke depan garasi. Saat yang sama Shiza datang dengan terburu-buru hingga menabrak apa saja yang berada di hadapannya.

“Maaf, Mas Aqsa, gak sengaja …” ucap Shiza tanpa melihat siapa orang yang ditabraknya. 

 “Shiza, kamu rabun?” pekik Aqsa pada adik semata wayangnya. 

Shiza pun menoleh ke arah sumber suara.

“Lah, Mas Aqsa ada di situ … jadi siapa yang aku tabrak?” batin Shiza. Barulah Shiza sadar yang dia tabrak ialah Adam.

“Eh, Mas Adam, maaf …” kata Shiza menatap seorang pemuda berwajah eksotis dan berahang tegas yang tak lain Mohammad Adam Husain.

Adam tak menyahut karena sikapnya memang cukup dingin mungkin bukan sedingin chiller lagi tapi sedingin freezer. Karena merasa malu Shiza pun buru-buru masuk ke dalam rumah.

“Aduh, malu banget …” gumam Shiza di balik pintu rumah. Namun beberapa detik kemudian dia tersenyum mengingat momen itu. “Ganteng banget, Mas Adam,” batinnya.

Adam pun pulang dengan perasaan lega. Setidaknya dia membawa kabar baik yang mungkin akan mengurangi kesedihan sang adik. Harapan menikah dengan Aqsa itu masih ada. Padahal Adam belum tahu jika kedua orang tua Aqsa bersikukuh menolak Selina. Mereka bahkan telah menyiapkan rencana lain untuk Aqsa.

Bersambung,

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status