Suasana kembali hening. Ustaz Bashor dan Ummi Sarah saling terdiam bagai manekin. Hanya terdengar denting jarum jam di ruang tamu yang merangkak ke angka dua siang. Ustaz Bashor sangat menyesal dengan kedatangan sahabatnya itu. Lebih menyesal lagi karena dia terpaksa menceritakan kondisi Selina yang bukan anak kandungnya pada mereka. Namun nasi kadung menjadi bubur. Sesegera mungkin dia harus menceritakan nasab Selina padanya langsung.
“Abah, bagaimana ini? Ummi takut kabar ini menyebar. Bagaimana kalau Selina gak bisa dapat jodoh? Kalaupun dapat jodoh Ummi takut keluarganya merendahkan marwahnya sebagai wanita jika mereka tahu ibu kandungnya seorang … ,” lirih Ummi Sarah sembari terisak.
“Tenanglah, Ummi, jangan takut apalagi khawatir. Kita tidak sedang berada di daerah konflik di mana kita takut akan bom yang tiba-tiba akan jatuh menimpa rumah kita. Kita hanya diuji soal anak …” papar Ustaz Bashor berusaha menenangkan sang istri. Padahal jauh dalam lubuk hatinya, saat ini hatinya terasa tercabik-cabik karena merasa terhina. Selina memang bukan anak kandungnya, tapi baginya Selina sudah seperti putri kesayangannya. Bahkan dia lebih menyayangi Selina ketimbang anak-anaknya dari Ummi Sarah. Jika seseorang menghina Selina maka sudah pasti menghina dirinya.
Ummi Sarah pun beranjak dari ruang tamu hendak berjalan menuju dapur. Tiba-tiba terkejut ketika melihat Selina sudah berada di lantai di ruang keluarga. Sontak dia menjerit.
“Abah, Abah!” pekik Ummi Sarah memanggil Ustaz Bashor. Dia langsung duduk dan menepuk-nepuk pipi Selina agar terbangun. Sepertinya Selina pingsan karena shocked setelah mendengar kabar buruk yang dia dengar.
“Selina bangun! Bangun, Nak!” seru Ummi Sarah tampak panik.
Ustaz Bashor langsung membetulkan sarungnya dan berlari menuju Ummi Sarah.
“Astagfirullah, Ummi! Kenapa Selina?” seru Ustaz Bashor tak kalah panik melihat Selina dalam kondisi tak sadarkan diri. Dia pun langsung mengambil minyak kolonyo dari kotak P3K berusaha membangunkan Selina. Namun Selina masih tak mau bangun.
“Kita bawa ke dokter Abah!” kata Ummi Sarah.
“Ah, iya benar, kita bawa saja ke dokter,” sahut Ustaz Bashor. Dia langsung meraih kunci mobil dan langsung mengeluarkan mobil aphard putih miliknya.
“Ada apa Ustaz?” tanya ART yang berada di halaman rumah.
“Selina pingsan,” sahut Ustaz Bashor.
“Astagfirullah,” seru ART sembari mengusap dada. Dia langsung berlari menuju rumah Ustaz Bashor dan melihat Selina. Dibantu ART, Selina dibopong ke dalam mobil yang sudah dipanaskan terlebih dahulu mesinnya.
“Ceu Sari, tunggu di rumah, ya, bilangin sama Adam, Ummi dan Abah ke klinik dulu, Selina pingsan,” titah Ummi Sarah pada Ceu Sari yang tak lain ART di rumahnya.
“Mangga, Ummi, kin diwartoskeun,” (Iya, Ummi, nanti dibilangin),” jawab Ceu Sari.
Hanya beberapa menit mereka pun sampai di klinik umum yang terletak tak jauh dari pesantren. Selina pun dibopong oleh perawat yang ada di sana. Selina langsung diperiksa oleh dokter di sana. Ustaz Bashor dan Ummi Sarah menunggu di ruang tunggu.
“Abah, apa mungkin Selina pingsan gara-gara shocked?” tanya Ummi Sarah penuh penasaran.
“Shocked? Kenapa bisa shocked?” sahut Ustaz Bashor spontan.
“Abah, gimana sih, gak ngerti juga ya. Kenapa Selina ada di ruang keluarga? Berarti dia pulang mengajar lewat belakang dan langsung mendengar percakapan kita, jadi dia shocked karena sudah tahu kalau dia bukan anak kita,” cerocos Ummi Sarah dengan suara gemetar.
“Iya, Abah tahu, mungkin emang Selina pulang lewat belakang, tapi belum tentu dia mendengar percakapan kita. Mudah-mudahan tidak …” papar Ustaz Bashor menggantung. Lalu dia seketika mengusap wajahnya dan beristigfar.
“Astagfirullah, Ummi, kamu benar. Kayaknya Selina tahu jika keluarga Aqsa datang maka dia pulang lebih awal. Bukankah adiknya Aqsa itu temannya Selina? Pasti dia sudah memberitahu Selina lebih dulu,” tukas Ustaz Bashor.
“Tuh, ‘kan Abah! Gimana sekarang? Selina pasti pingsan karena shocked, kaget. Ya Allah, gak kebayang jadi Selina. Perasaannya saat ini pasti hancur sehancurnya,”
Ummi Sarah tak mampu menahan air matanya.
“Ummi, jangan nangis! Nanti dikira orang ada apa,” nasehat Ustaz Bashor. Dia sendiri juga ikut menitikan air mata. Namun karena dia seorang lelaki maka dia harus berusaha kuat di depan sang istri.
Dokter pun keluar dan langsung disambut mereka.
“Bagaimana anak kami, dok?” tanya Ustaz Bashor.
“Selina kayaknya shocked Ustaz. Dia mengalami dehidrasi sehingga asupan oksigen ke otak berkurang. Banyak sih penyebab lainnya, dan menurut hemat saya Selina kayak baru dapat kabar buruk. Namun soal kabar buruk itu dia tidak cerita. Dia baru saja sadar,” papar dokter Areeta, dokter yang sudah berkarib lama dengan keluarga Ustaz Bashor.
“Alhamdulillah, sudah sadar …” ucap Ustaz Bashor dan Ummi Sarah serempak.
Ustaz Bashor dan Ummi Sarah pun saling pandang. Mereka masuk ke dalam ruangan untuk melihat Selina.
“Selin, bagaimana kamu sekarang? Udah baikan?,” tanya Ummi Sarah dengan lembut. Ustaz Bashor bahkan tak mampu berkata-kata dan menatap anaknya yang yang menundukan wajahnya.
“Selin …” ucap Ummi Sarah lagi sembari menyentuh tangan Selina. Namun Selina langsung menepis tangan Umminya. Sebelumnya tak pernah dia bersikap kasar itu pada sang ibu. Namun hari ini Selina si gadis periang tampak murung. Dia pun lebih memilih diam. Bahkan ketika sang kakak Adam datang pun menjenguk dia masih diam.
“Dek, bagaimana kabarmu sekarang?” tanya Adam yang baru masuk ke ruangan di mana Selina berada. Selina tampak pucat dengan kedua bola matanya yang sembab. Namun bibirnya seolah diberi perekat, sulit untuk berkata-kata. Sontak Adam pun menyentuh kening Selina tanpa canggung.
“Kamu gak demam, Dek,” cicit Adam Husain. Dia pun menoleh pada kedua orangtuanya yang tengah duduk dan menatapnya aneh.
“Biarkan Selina istirahat dulu, ayo kita keluar,” ucap Ummi Sarah pada putranya. Mereka pun semua keluar ruangan dan membiarkan Selina waktu sendiri. Mereka pun duduk di bangku depan ruangan itu.
“Ummi, Abah, Selina sakit apa?” tanya Adam dengan raut bingung.
“Adam, Ummi tidak tahu sakit apa yang diderita Selina. Hanya saja tadi Ummi lihat Selina pingsan di ruang keluarga,” sahut Ummi Sarah.
“Kata dr Areeta sakit apa?” telisik Adam.
“Selina pingsan karena dehidrasi dan shocked,” sahut Ummi Sarah. Dia mendelik pada Ustaz Bashor, memberi kode agar suaminya segera menceritakan apa yang terjadi.
“Oh, syukurlah kalau tidak apa-apa, cuma dehidrasi mah. Tapi, kenapa bisa shocked?” tanya lagi Adam bingung.
“Ini baru dugaan Ummi, Adam, sepertinya adikmu sudah tahu kalau dia bukan anak kandung Ummi dan Abah …”
“Ap-pa?” sahut Adam kaget. “Apa benar itu Abah?”
Ustaz Bashor hanya mengangguk pasrah dan membuang nafas kasar.
“Kalian sudah cerita?” desak Adam.
“Belum Adam, justru karena belum cerita makanya dia shocked. Dia mendengar percakapan kami dengan keluarga Aqsa …” jelas Ummi Sarah dengan mata yang kembali berembun.
“Maksudnya? Aku gak ngerti Ummi …”
Adam menggenggam tangan ibunya.
“Sepertinya Selina diam-diam pulang dari sekolah lewat pintu belakang rumah ketika acara taaruf berlangsung. Soalnya ketika Ummi masuk ke ruang keluarga dia udah ada di sana dalam kondisi pingsan,” jelas Ummi Sarah.
“Astagfirullah, kok Ummi, Abah jadi kayak gini? Aku sudah bilang seharusnya Abah dan Ummi ceritakan yang sebenarnya pada Selina lebih awal. Bukan pas ada yang mau taaruf. Jadi begini ...”
Adam mendengus kesal.
“Abah sangat menyesal, Adam. Abah hanya tak mau kehilangan Selina …” tukas Ustaz Bashor dengan suara yang berat. Selama ini dia bisa kuat dalam menghadapi ujian apapun, tapi menghadapi kenyataan tentang Selina membuatnya rapuh. Baginya Selina istimewa.
“Bagaimana hasil taaruf?” tanya Adam kemudian.
Ummi Sarah menepuk bahu suaminya.
“Batal,” kata Ummi Sarah. “Mereka membatalkan proses taaruf,”
“Apa? Batal? Tapi, Aqsa sudah menyukai Selina sejak lama, masa iya membatalkan taaruf? Selina juga menyukai dirinya …” sergah Adam bernada tinggi.
“Adam, Ummi kira mereka keluarga yang bijak, tapi ternyata tidak,” singkat Ummi Sarah.
“Oh, ya, mereka tidak menerima Selina karena Selina bukan anak kandung kalian begitu?” seru Adam bernada geram. Dia memukul tembok dengan keras, merasa marah dengan keluarga Aqsa. Adam hanya tahu Selina bukan anak Abah dan Ummi-nya. Dia tidak tahu kebenaran soal ibu kandung Selina yang seorang wanita penghibur dan ayahnya tak jelas siapa. Adam merasa Aqsa telah mempermainkan perasaan adik tercintanya Selina.
“Aku kecewa sekali Abah! Aqsa terus meminta Selina untuknya, sekarang dia batalkan begitu saja taaruf? Aqsa sudah melukai hati Selina,”
Adam berdiri dan berjalan menuju tempat parkiran.
“Mau kemana Adam?” pekik Ummi Sarah.
“Aku akan temui Aqsa …” sahut Adam meninggalkan mereka begitu saja. Karakter Adam yang keras kepala sulit dibujuk, dia sangat kesal dan marah saat adik kesayangannya ada yang menyakiti.
“Adam, tunggu!”
Ummi Sarah mengejar putranya ke tempat parkiran tapi karena Adam berjalan sangat cepat, dia keburu pergi dengan menunggangi motor sportnya. Entah apa yang akan dilakukan oleh Adam yang terkenal temperamen pada Aqsa.
Bersambung,
“Aduh, Abah, Adam anaknya nekad, nanti malah nambah masalah baru. Masalah Selina saja belum kelar …” keluh Ummi Sarah.“Biarkan saja Ummi! Jangan larang Adam! Abah percaya pada Adam, dia hanya ingin membela kehormatan keluarga, adiknya ...” ucap Ustaz Bashor.“Lah, kok Abah malah ngijinin sih? Apa Abah tidak lihat keluarga Aqsa? Ibunya itu mulutnya pedes kayak mercon, belum lagi Mbak Gendis yang suka ngomporin. Yang ada mereka malah makin buat Adam kesal,” cerocos Ummi Sarah.“Tidak akan Ummi, Adam hanya akan menemui Aqsa bukan ibu atau ayahnya,” sahut Ustaz Bashor.“Mudah-mudahan … tapi Abah, nanti kedatangan Adam malah dikira ngemis cinta lagi?”“Nggak begitu Ummi, Adam mungkin hanya ingin meminta klarifikasi dari Aqsa. Kita belum sempat menjelaskan dia keburu pergi. Biarkan saja nanti dia juga dapat jawaban,” papar Ustaz Bashor. Dia sama sekali tidak mengkhawatirkan soal kemarahan Adam pada Aqsa. Dia hanya mengkhawatirkan Selina. Dalam benaknya mungkin saat ini Selina membencinya k
Malam menjelang, Selina masih belum keluar juga untuk makan malam. Ummi Sarah mencoba memberanikan diri memanggilnya sementara itu Ustaz Bashor sedang mengajar Alquran di masjid.“Selina! Makan malam dulu Sayang!” Ummi Sarah mengetuk pintu kamar berbahan kayu jati Jepara dengan pelan. Namun Selina masih tak merespon.“Duh, Selina jangan kayak gitu …” batin Ummi Sarah.“Assalamualaikum!” sapa Ustaz Bashor tatkala masuk rumah.“Waalaikumsalam warahmatullah,” jawab Ummi Sarah.“Bagaimana Selina sekarang?” tanya Ustaz Bashor melirik pintu kamar Selina yang menutup dari sore.“Ya, seperti yang Abah lihat, belum dibuka, Selina juga gak nyahut dipanggil. Ya Allah, anak ini keras kepala … bagaimana mau menjelaskan duduk perkara, berbicara saja tidak mau,” gerutu Ummi Sarah.“Sudahlah, Ummi biarin dulu dia sendiri, mungkin dia butuh waktu buat nenangin diri. Mudah-mudahan rasa kecewanya takkan lama dan dia pasti akan bertanya. Kalau perlu Abah akan panggil psikolog atau psikiater buat Selina
“Kamu jangan menelpon Teh Hawa. Kamu harus menelpon suaminya,” sahut Ustaz Bashor."Benar yang dikatakan Abah, Adam," ucap Ummi Sarah. Dia lupa jika Fadel suami Hawa begitu posesif sehingga untuk meminta izin keluar saja, ke rumah orang tuanya harus memintanya dengan merajuk.“Teh Hawa nanti pasti minta ijin suaminya Abah,” kata Adam."Baiklah, Abah yang telepon," tukas Ustaz Bashor.Perbincangan soal Selina terus dilakukan. Adam diminta untuk menjemput Hawa agar bisa membujuk dan menasehati Selina.Sementara itu Selina bangun dari tempat tidur dan duduk dengan memeluk kedua tangannya. Tubuhnya lemah seiring dengan tangisannya yang mengering. Beberapa kali Shiza menelponnya tapi dia tidak mengangkatnya. Selina seolah lupa akan perasaannya pada Aqsa. Yang dia pikirkan ialah mengapa Tuhan menakdirkannya untuk terlahir ke dunia ini dari rahim seorang wanita malam yang benar-benar jauh dari pikirannya selama ini. Dia pun akhirnya ketiduran karena lelah setelah menangis terus menerus hingg
“Mau ketemu siapa Mas?” tanya seorang bidan junior yang masih magang.“Bilangin aja Adam datang,” ucap Adam super singkat pada bidan yang masih sangat muda itu. Di hadapan wanita dia begitu terlihat ketus dan sangar. Namun sikapnya yang seperti itu malah menjadi magnet tersendiri yang menarik para gadis. Bidan itu malah salah tingkah melihat Adam yang mempesona.“Keluarga pasien Mas?”“Bukan, adiknya Bu Hawa …” jawab Adam kesal.“Adiknya Bu Hawa? Maaf aku kira keluarga pasien,” ucap bidan itu sembari terus tersenyum. Adam masih memasang wajah datar dan malah kesal mendengar ocehan bidan itu.“Mas Adam, kenapa gak langsung naik ke atas aja?” tawar bidan itu sembari memainkan jemari tangannya, tak bisa diam.“Nggak, aku nunggu di sini,” balas Adam langsung duduk di ruang tunggu bergabung dengan para keluarga pasien yang baru saja melahirkan.“Istrinya lahiran juga?” tanya pria seumuran Adam di sebelahnya.Dahi Adam langsung berkerut. “Enggak,” jawabnya singkat.Bidan itu pun langsung be
Akhirnya Selina keluar dari kamarnya setelah mendengar panggilan Hawa. Dia langsung menghambur memeluk Hawa dan Hawa pun langsung membalas pelukannya. Baik Adam dan Hawa, keduanya menyayangi Selina seperti menyayangi adik kandung sendiri meskipun mereka tahu jika Selina anak adopsi.‘Menangislah adikku! Menangislah jika itu bisa membuatmu merasa lebih baik. Lepaskanlah beban itu! Kamu harus yakin bahwa tak ada beban tanpa pundak!”Hawa mengajak Selina berbincang di kamarnya. Dia meminta Selina untuk menceritakan perasaannya saat ini.Mereka berdua duduk di tepi ranjang dan saling menatap penuh sendu.“Maaf, Teh, aku benar-benar syok mendengar semua ini. Rasanya ada sebuah batu meteor yang menghantam kepalaku. Rasanya sakit, sakit sekali …”Selina mengadu, mencoba mengungkapkan apa yang dirasakannya sembari terisak.“Iya, Selin, Teteh ngerti apa yang kamu rasakan …” kata Hawa penuh penekanan tapi keibuan.“Jadi … Teteh sudah tahu? Aa Adam juga sudah tahu? Cuma aku yang tidak tahu?”Sel
Selina kecil terus menangis saat itu seolah memberikan sinyal yang buruk tentang ibunya.“Ummi, kenapa anak ini menangis terus sih?” tanya Ustaz Bashor.“Ya kepengen nyusu Abah,” jawab Ummi Sarah sembari menimang-nimang bayi itu dalam pangkuannya. Dia sebetulnya kesal dengan sikap Ustaz Bashor yang tiba-tiba menerima tamu tengah malam tapi mau tidak mau rasa iba mengabaikannya. Dia kasihan melihat bayi itu.“Kok lama amat sih Dewi. Apa dia nyasar?” gumam Ustaz Bashor.“Abah, susul coba ini bayi malah terus menangis, kasihan. Mana Hawa dan Adam lagi tidur pulas lagi nanti mereka ikut bangun, Ummi yang kewalahan,” cerocos Ummi Sarah.“Iya, Ummi, maafin Abah. Abah mau nyusul dulu Dewi,” ucapnya sambil beranjak dari tempat duduknya. Ustaz Bashor langsung keluar mencari Dewi ke arah masjid, ke toiletnya.“Dewi!” panggilnya di luar toilet masjid.Ustaz Bashor pun berjalan menyisiri seluruh bagian toilet karena pintu-pintu toilet semua terbuka berati tidak ada orang di dalam. Kobong-kobong p
Ummi Sarah kaget minta ampun tatkala mendengar perkataan Selina yang mencengangkan soal dia akan mencari ibu kandungnya.“Bukan ide bagus …” timpal Adam sembari mendelik pada Ummi Sarah.“Kenapa?” tanya Hawa yang lebih terlihat santai.“Gak usah, Selin. Lupakan soal dia, kamu jangan coba-coba pergi ke sana. Dunia malam sangat berbahaya. Jangan sampai kita menginjakan kaki di tempat laknat itu …” sergah Adam yang jelas-jelas menolak permintaan Selina.“Jika ibu kandungku terpaksa menjalani kehidupan gelap di sana karena paman dan bibi mereka, maka aku akan membawanya kembali pada kehidupan normal. Aku akan membawa ibu bersamaku …”Selina menyeka air matanya dan berkata dengan mantap.“Tapi Selin … kami tidak tahu di mana dia berada …” ucap Ummi Sarah.“Jika ibuku terjebak dalam dunia kelam, aku sebagai anak sudah sepatutnya untuk mengembalikannya pada jalan yang benar. Aku ingin seperti nabi Ibrahim yang berusaha keras mengingatkan ayahnya agar tidak menyembah berhala. Aku pun akan me
“Iya, kamu! Siapa lagi? Kenapa kamu datang terlambat? Ini sudah telat hampir setengah jam. Kamu dari mana saja?” kata Selina bernada geram. Dia lupa kalau dia sedang berpuasa sunnah senin-kamis hari itu.“Macet,” ucap murid itu singkat.“PR-mu? Taruh di atas meja!”“Lupa, gak kebawa,” jawabnya lagi singkat sembari melengos begitu saja menuju bangku kosong miliknya.‘Murid tidak sopan’ batin Selina.Semua murid pun saling pandang. Mereka mengira jika Selina akan memarahi murid lelaki yang bernama Ruri itu. Namun dugaan mereka keliru, guru mereka yang dikira akan marah malah memilih diam dan melanjutkan pelajaran. Selina hanya mendengus kesal dan langsung meraih buku paket miliknya.“Jadi apa yang dimaksud Frasa?” tanya Selina kembali.“Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang menjadi satu kesatuan,” jawab murid lelaki yang duduk di sebelah Ruri.“Betul. Semua jawaban kalian betul. Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang membentuk satu kesatuan tapi tidak membentuk arti bar