Shiza langsung menelpon Zahrana saat itu juga. Zahrana pun sudah memprediksi akan terjadi hal itu. Dia tak jadi berkunjung ke rumah Selina dan langsung memanaskan motornya agar menjauh dari lingkungan pesantren dan segera mengangkat telepon dari Shiza.“Sial! Motor kok malah macet,”Beberapa kali Zahrana menyalakan mesin motor tetapi mendadak motornya tidak merespon.“Apa ini karma ya Allah? Aku pura-pura bilang motorku mogok sampe-sampe aku harus rela keserempet motor demi bertemu dengan Aqsa,” gerutu Zahrana sembari terus berusaha menyalakan mesin motor. Tak kunjung menyala, dia pun berinisiatif mendorong motornya hingga menjauh dari pondok pesantren.Karena telepon dari Shiza sudah mati dari tadi, dia pun menelpon balik Shiza.[Halo, assalamualaikum Shiza!] seru Zahrana setelah mengatur suaranya agar terdengar lebih tenang.[Waalaikumsalam warohmatullah,] jawab Shiza dengan suara yang terkesan cemas.[Zahra, maaf saya mau tanya, siapa yang taaruf?][Um, anu Za, ] jawab Zahrana terg
“Ada apa Abah?” tanya Selina dengan raut serba salah.“Selina, menurut Abah, kamu harus harus shalat istikharah dulu. Abah tidak tahu siapa kelak jodohmu. Tapi tolong, kerjakan shalat istikharah dulu. Abah sudah melihat kedua pemuda yang sama-sama serius ingin melamarmu,”“Abah, aku hanya berjanji untuk membaca CV itu. Dan aku sudah selesai,”“Tidak seperti itu! Kamu hanya mengandalkan perasaan saja Selina. Coba kamu pikirkan dengan matang-matang dan berdoa. Kerjakan shalat istikharah maka kamu akan menemukan jawaban yang terbaik untukmu,”Selina tampak kesal dengan permintaan kedua orang tuanya. Ummi Sarah meminta dirinya untuk melihat CV Mahendra dan Ustaz Bashor sekarang meminta untuk shalat istikharah.“Abah!” seru Selina bernada kesal.“Lakukanlah karena Allah,” ucap Ustaz Bashor dengan tenang.“Abah!”Selina merengek.“Lakukan!” seru Ustaz Bashor lagi membuat Selina tak berkutik.‘Iya, aku akan lakukan Abah! Aku tahu Abah dan Ummi tak mau aku jadi perawan tua karena nasabku yang
Ummi Sarah dan Ustaz Bashor tengah ngaso di ruang tamu. Mereka masih membicarakan soal Selina. Tak hanya Selina, mereka pun merasa gamang.“Abah, apakah kita membuat keputusan salah? Meminta Selina mempertimbangkan dr Andra?” tanya Ummi Sarah dengan raut wajah yang tak biasa.“Tidak, Ummi. Baik Aqsa dan dr Andra masih dalam tahap taaruf. Menurut Abah, justru istikharah adalah jawabannya. Sebagaimana kita ketahui apa yang menurut kita baik belum tentu baik menurut pandangan Allah. Begitupula sebaliknya. Dan, keputusan terbaik adalah hasil dari sujud dan doa kita. Kita tak melulu mengandalkan perasaan,” papar Ustaz Bashor. Seketika pikirannya berkelana pada memori silam di mana dia jatuh cinta pada Dewi Rahma, ibunda Selina tetapi takdir tidak berpihak padanya sehingga dia memutuskan untuk shalat istikharah mengikuti saran ayahnya. Dia tak menyesal karena pada akhirnya dia memiliki istri yang shalihah dan memiliki visi dan misi yang sama dalam berumah tangga yakni Ummi Sarah.“Ah lumaya
“Baiklah. Eh, tapi Mama kamu ‘kan jauh lebih tahu fashion secara mamamu suka mendesain dan membuat baju,”“Aku ingin melibatkan sahabatku dong! Aku ingin mengingat setiap momen ini. Please!” bujuk Zahrana dengan memasang wajah seperti anak kecil.“Um, baiklah. Duh sampai lupa, aku ke sini ingin sekalian memesan kue buat syukuran Aa Adam,”Selina menepuk jidatnya.“Ya udah, nanti setelah pulang dari butik kita pesan kue. Aku punya langganan toko kue yang lezat,”“Baiklah,”Di balik pintu ruang di mana mereka berbincang. Yusuf menatap mereka dengan intens.‘Ya Allah, maafkan putriku. Dia seharusnya tidak menghianati sahabatnya sendiri. Aku terpaksa melakukan ini,’ batin Yusuf lalu membuang nafas kasar.Zahrana dan Selina pun pergi ke butik muslimah milik ibunya Zahrana di daerah Joglo. Seperti kebanyakan para wanita mereka akan langsung histeris melihat koleksi gaun-gaun wanita.“Masyaallah, indah banget Zahra…” puji Selina mengedarkan pandangannya. “Pasti kamu bahagia sekali memiliki
Namun saat Selina melepas gaun dari patung manekin itu dibantu karyawan butik dia langsung mengecek price tag yang menempel di bagian bahunya. Tertera harga gaun itu nominal dua juta lima ratus ribu rupiah. Dia mengurungkan niatnya karena merasa tak enak pada ibu Zahrana jika dia memilih gaun yang lumayan mahal untuk sebuah hadiah. Selina mampu membelinya tetapi dia diminta untuk memilih gaun secara cuma-cuma. Dia bukanlah seorang yang oportunis oleh karena itu dia memutuskan tak jadi mengambil gaun itu. Dan, akan memilih gaun yang lain dengan harga yang tak terlampau mahal.“Maaf, aku gak jadi pilih yang ini, Zahra,” seru Selina mendelik pada karyawan. “Pasang lagi aja Teh bajunya!”“Kenapa gak jadi?” tanya Zahrana heran.“Lain kali aja deh, aku bingung soalnya gaunnya bagus semua,”Selina berkelit.“Teh, packing aja, sama yang di dekat etalase itu ada warna-warna pastel model baru sekalian,” ucap Zahrana.“Yang model terbaru Turki?” tanyanya dengan menggaruk pelipisnya.“Iya, ada ti
“Kenalin! Calonku,” ucap dr Areeta menoleh pada lelaki di sampingnya sedangkan lelaki itu berwajah datar. Seketika Areeta mencubit pinggang lelaki itu.“Ough! Apa sih Baby?”Lelaki itu pun tersadar dari lamunannya. Sedari tadi dia tampak sedang melihat-lihat pemandangan yang ada di sekitarnya hingga tak sadar di hadapannya ada Zahrana yang menghampiri mereka.“Ini Zahrana, anak yang punya butik De Zahr,” ucap dr Areeta.“Oh, sorry, saya Dave,” ujar lelaki itu dengan tersenyum tipis. Dia mengulurkan tangannya untuk bersalaman. Namun Zahrana hanya mengatupkan kedua tangannya di dada. Dave menautkan kedua alisnya merasa diabaikan.“Dia akhwat … dia tak salaman dengan yang bukan mahramnya, ” bisik dr Areeta ke dekat telinga calonnya.“Ah iya aku ngerti,” sahutnya.“Gimana pesananku? Sudah selesai belum?” tanya dr Areeta pada Zahrana.“Sebentar ya dokter, aku telepon Mamaku dulu,”Zahrana langsung meraih ponsel dan menghubungi ibunya.“Um, buat acara prewedding dok?” goda Zahrana.“Bukan,
‘Mudah-mudahan Selina tidak mendengarnya,’ batin Zahrana.Selina membelalakan matanya dan mengumpulkan sejumput kesadarannya. “Sorry, aku ketiduran,”Dia menyimak pembicaraan yang terjadi di antara Zahrana dan ibunya tetapi dengan suara yang kurang jelas karena berisik terdengar beberapa kendaraan di seberang butik lewat dan membunyikan klakson.“Gak apa-apa. Aku yang seharusnya minta maaf karena malah asik ngobrol dengan dr Areeta,” sahut Zahrana sedikit salah tingkah. Dia lalu meraih bahu Selina untuk kembali mengajak masuk ke ruang ibunya.“Aku pengen istirahat dulu sebentar ya,” ucapnya.“Iya, gak apa-apa,”Selina pun ikut duduk di samping Zahrana yang tengah membukakan tutup botol minuman bersoda. Lalu dia menyerahkannya pada Selina satu dan untuk dirinya satu.“Minumlah!” ucap Zahrana.Selina tak canggung langsung menerimanya.“Bismillah …”Selina minum air bersoda itu beberapa kali. Terasa segar tenggorokannya.“Dr Areeta ke sini?” kata Selina setelah menaruh botol minum ke ata
“Apa tidak berlebihan Selin, dia mentraktirmu?” tanya Ummi Sarah dengan memicingkan matanya.“Iya, Ummi, Zahra emang ba-ik sih …” ucap Selina sedikit ragu. Karena memang setahu dia Zahrana sangat berhati-hati menggunakan uang. Dia pernah mendengar dari salah satu anak didiknya bahwa Zahrana selalu meminta uang pengganti jika memberikan mereka lembar foto copy-an soal latihan pada mereka. Mungkin Zahrana akan royal pada sahabatnya, tepis Selina.“Rezekimu Nak …” seru Ummi Sarah menepuk bahu Selina. “Kamu sudah shalat ashar?”“Enggak Mi, lagi halangan,”Selina meluruskan kakinya di atas sofa panjang di ruang tamu. “Ummi, jadi acara syukuran kapan? Jumat atau ahad?”“Sepertinya ahad bada ashar saja, biar orang tua santri juga ikutan,”“Eh, Mi, Aa Adam kemana kok aku gak lihat dari tadi?”“Masa kamu gak tahu, Aa Adam udah mulai ikut kajian lagi Habib Rohman di Bandung,”“Bandung?”Selina mendongak ke arah umminya yang dari tadi bolak balik ruangan.“Ap-pa?”Ummi Sarah melotot.“Gak kenapa