Share

Bab 7: Mengurai Benang Kusut

Kurang dari tiga puluh menit yang lalu, Matthew keluar restoran bersama Aiden.

"Tuan?" panggil Aiden yang berjalan di sisi kiri Matthew dan berjarak sekitar satu langkah di belakang.

"Hm?" gumam Matthew merespon tanpa menghentikan langkah.

"Saya rasa Anda tanpa sadar sudah membuat kakak-beradik Gregorius panas hati," ujar Aiden apa adanya.

Masih tetap melanjutkan langkah, Matthew hanya melirik sekilas ke arah Aiden. "Maksudmu?"

"Sepanjang makan malam, saya mengamati dengan teliti bagaimana gelagat Tuan Bernard dan Nona Lisya. Mereka tampak tidak suka melihat cara Anda mencuri-curi pandang ke arah Nona Norin," kata Aiden menjelaskan.

"Benarkah?" tanya Matthew memastikan.

"Saya rasa seperti itu. Tapi keduanya berhasil menutupi dan menjaga sikap di depan Anda," Aiden menyampaikan asumsinya.

"Apa mungkin mereka takut aku mendekati Norin dengan tujuan mencari informasi perusahaan?" tanya Matthew meminta pendapat dari orang kepercayaannya.

"Itu kemungkinan yang pertama, Tuan. Kemungkinan keduanya, Nona Lisya tertarik pada Anda, sedangkan Tuan Bernard tertarik pada sekretaris pribadinya sendiri," ujar Aiden yang semakin tidak ragu dalam menerka-nerka.

Percakapan Matthew dan Aiden terjeda saat mereka memasuki sebuah lift. Selama di dalam lift keduanya sama-sama terdiam karena tidak ingin percakapan mereka didengar oleh orang lain di dalam lift.

"Ini menarik, Aiden!" ucap Matthew begitu keduanya sudah keluar dari lift.

"Sangat, Tuan!" sahut Aiden sedikit tersenyum.

Mereka lantas memasuki mobil limousine hitam yang sudah mereka sewa selama berada di Queenstown.

"Kita berhenti di seberang jalan dulu!" titah Matthew pada sopir.

"Siap, Tuan!" jawab sang sopir.

"Untuk apa kita berhenti di sini, Tuan?" tanya Aiden tidak mengerti.

Matthew kembali tersenyum miring, "Tentu saja untuk membuktikan asumsimu, Aiden."

Tidak lebih dari setengah jam Matthew dan Aiden menunggu di dalam mobil, mereka lantas melihat Bernard dan Norin keluar restoran dengan bergandengan tangan.

"Mereka keluar, Tuan!" Aiden sedikit terpekik melihat objek yang sedang mereka amati muncul ke peredaran.

"Ternyata kamu benar. Norin memang memiliki tempat spesial di hati Bernard," ucap Matthew disertai dengan senyum smirk andalannya.

"Saya rasa ini bisa dijadikan bahan tambahan dalam rencana kita, Tuan!" usul Aiden.

"Exactly! Aku merasa sedang mendapat mainan baru di sini, Aiden!" ujar Matthew semakin bersemangat.

"Kita jalan!" perintah Matthew pada sang sopir di depan.

***

"Apa ada lagi yang bisa saya lakukan untuk Anda, Tuan Matthew?" tanya Aiden saat mereka hendak berpisah memasuki kamar hotel masing-masing.

"Cukup untuk hari ini, kamu bisa istirahat sekarang. Masih banyak hal yang harus kita lakukan besok," tutur Matthew dengan bijak.

Matthew menanggalkan jas, kemeja, dan semua yang melekat pada tubuhnya, lantas memasuki kamar mandi.

Tidak berselang lama, ia sudah mengenakan piyama tidur meskipun belum ada rencana untuk pergi tidur.

CEO perusahaan Marine Lighthouse itu menghempaskan raganya ke sofa panjang di sisi kiri ruangan dengan meletakkan map tebal ke atas meja di depannya.

"Hallo, Clark?" ucapnya seraya menatap layar ponsel yang sudah terhubung dalam panggilan video dengan Clark.

"Bagaimana rencanamu hari ini, Matt? Apakah ada kabar baik yang bisa kudengar?" tanya Clark to the point.

Matthew tersenyum simpul sebelum memberi jawaban, "Aku baru selesai bertemu mereka. Mereka menyerahkan beberapa berkas The Royal Shipping Club agar aku bisa mempelajari kondisi dan stabilitas perusahaan itu. Aku akan segera menemukan point-point yang aku butuhkan dari berkas ini, Clark."

Clark tersenyum dan mengangguk kecil. Lagi-lagi sebuah cerutu menemaninya sepanjang waktu.

"Tapi aku menghubungimu bukan untuk membicarakan mereka, Clark. Aku menghubungimu untuk menyuruhmu mematikan cerutu itu," ujar Matthew mengganti topik pembicaraan.

"Ah … bagaimana mungkin kamu tega menjauhkanku dari ini di saat aku merasa sepi, Matt? Kamu tahu persis kenapa aku selalu membutuhkan ini," tolak Clark bersuara sendu.

"Clark?" panggil Matthew dengan suara lirih.

Tidak ada sahutan dari Clark, tapi pria setengah baya itu fokus menatap wajah Matthew di layar ponsel.

"Aku rasa sudah waktunya kau melupakan cinta pertamamu. Banyak wanita yang ingin bersanding denganmu, Clark!" Matthew menyampaikan isi pikirannya dengan wajah serius tanpa canda sedikit pun.

"Hahah! Jangan pikirkan aku, Matt! Ada hal-hal yang lebih krusial di hadapanmu sekarang. Fokus pada rencanamu menghadapi keluarga Gregorius," sahut Clark sambil terkekeh.

"Lagi pula, kalaupun kamu punya waktu lebih untuk memikirkan hal lain, pikirkan wanita mana yang paling layak untuk bersanding denganmu. Bukan malah memikirkan wanita untuk bersanding denganku," Clark menambahkan.

Matthew hanya bisa menghela napas sedikit panjang agar bisa lebih sabar menghadapi ayah angkatnya ini. Selalu seperti ini. Setiap kali Matthew meminta Clark untuk mencari pendamping hidup, Clark selalu bisa berdalih dengan fasih, lantas mengalihkan topik pembahasan dengan begitu lihai.

"Ya sudah. Jaga kesehatanmu di sana, Clark. Hubungi aku kapan pun kalau kau membutuhkanku."

Panggilan video berakhir. Matthew meletakkan ponselnya ke atas meja, lalu meraih berkas The Royal Shipping Club. Kini, di tangannya sudah ada dokumen profil dan legalitas perusahaan di mata hukum.

Dengan cermat dan teliti Matthew membaca setiap halaman demi halaman dari berkas itu.

"Sial! Di sini sudah tertulis kepemilikan saham perusahaan adalah 100% atas nama Vincent Gregorius. Kenapa bisa?" gumam Matthew bermonolog. Keningnya mengernyit kuat sampai kedua alisnya hampir bertaut satu sama lain.

Tatapannya cepat-cepat beralih pada kolom penandatanganan berkas di bagian bawah.

"Brengsek mereka!" umpat Matthew kesal, "Di sini sama sekali tidak ada tanda tangan Daddy, padahal aku tahu persis kalau perusahaan ini juga milik Daddy!"

Tatapan Matthew terhenti pada sebuah nama yang dituliskan di bagian kolom nama kuasa hukum.

"Martin Theodorus?" gumamnya lirih.

Dengan cepat Matthew mengetikkan nama Martin Theodorus pada kolom pencarian di search engine.

"Seorang kuasa hukum berusia 42 tahun?" lagi-lagi Matthew bermonolog membaca hasil pencariannya di internet.

"Berarti dua puluh tahun yang lalu dia masih berusia 22 tahun saat peralihan kekuasaan itu. Sedangkan saat Daddy membawa kami ke pelayaran perdana itu, bukankah Daddy sudah menjabat sebagai salah satu pemilik dari The Royal Shipping Club selama belasan tahun? Itu artinya, Martin Theodorus juga masih berusia belasan tahun saat penandatanganan berkas kepemilikan saham yang mula-mula!" Matthew sibuk berteori seorang diri.

"Bagaimana bisa anak berusia belasan tahun bisa menjadi seorang ahli hukum? Tidak masuk akal! Benar-benar brengsek mereka! Itu artinya Martin bukanlah ahli hukum yang sejak awal mengurus legalitas perusahaan itu! Dia cuma ahli hukum pengganti dari ahli hukum sebelumnya!" sebuah hipotesa berhasil diciptakan oleh Matthew sendiri malam ini.

Matthew meraih gelas kristal berisi wine di sisi kiri meja lalu menyesap isinya, "Sial! Mencari bukti-bukti atas kecurangan keluarga Gregorius rupanya bukan perkara gampang!"

Ia terdiam sejenak untuk berpikir sembari kembali meneguk wine dalam gelas itu hingga tak bersisa.

"Kalau begitu, siapa ahli hukum yang mengawal pendirian perusahaan itu sejak awal? Siapa pengacara sebelum Martin Theodorus? Di mana aku bisa bertemu dengannya?"

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status