Kurang dari tiga puluh menit yang lalu, Matthew keluar restoran bersama Aiden.
"Tuan?" panggil Aiden yang berjalan di sisi kiri Matthew dan berjarak sekitar satu langkah di belakang."Hm?" gumam Matthew merespon tanpa menghentikan langkah."Saya rasa Anda tanpa sadar sudah membuat kakak-beradik Gregorius panas hati," ujar Aiden apa adanya.Masih tetap melanjutkan langkah, Matthew hanya melirik sekilas ke arah Aiden. "Maksudmu?""Sepanjang makan malam, saya mengamati dengan teliti bagaimana gelagat Tuan Bernard dan Nona Lisya. Mereka tampak tidak suka melihat cara Anda mencuri-curi pandang ke arah Nona Norin," kata Aiden menjelaskan."Benarkah?" tanya Matthew memastikan."Saya rasa seperti itu. Tapi keduanya berhasil menutupi dan menjaga sikap di depan Anda," Aiden menyampaikan asumsinya."Apa mungkin mereka takut aku mendekati Norin dengan tujuan mencari informasi perusahaan?" tanya Matthew meminta pendapat dari orang kepercayaannya."Itu kemungkinan yang pertama, Tuan. Kemungkinan keduanya, Nona Lisya tertarik pada Anda, sedangkan Tuan Bernard tertarik pada sekretaris pribadinya sendiri," ujar Aiden yang semakin tidak ragu dalam menerka-nerka.Percakapan Matthew dan Aiden terjeda saat mereka memasuki sebuah lift. Selama di dalam lift keduanya sama-sama terdiam karena tidak ingin percakapan mereka didengar oleh orang lain di dalam lift."Ini menarik, Aiden!" ucap Matthew begitu keduanya sudah keluar dari lift."Sangat, Tuan!" sahut Aiden sedikit tersenyum.Mereka lantas memasuki mobil limousine hitam yang sudah mereka sewa selama berada di Queenstown."Kita berhenti di seberang jalan dulu!" titah Matthew pada sopir."Siap, Tuan!" jawab sang sopir."Untuk apa kita berhenti di sini, Tuan?" tanya Aiden tidak mengerti.Matthew kembali tersenyum miring, "Tentu saja untuk membuktikan asumsimu, Aiden."Tidak lebih dari setengah jam Matthew dan Aiden menunggu di dalam mobil, mereka lantas melihat Bernard dan Norin keluar restoran dengan bergandengan tangan."Mereka keluar, Tuan!" Aiden sedikit terpekik melihat objek yang sedang mereka amati muncul ke peredaran."Ternyata kamu benar. Norin memang memiliki tempat spesial di hati Bernard," ucap Matthew disertai dengan senyum smirk andalannya."Saya rasa ini bisa dijadikan bahan tambahan dalam rencana kita, Tuan!" usul Aiden."Exactly! Aku merasa sedang mendapat mainan baru di sini, Aiden!" ujar Matthew semakin bersemangat."Kita jalan!" perintah Matthew pada sang sopir di depan.***"Apa ada lagi yang bisa saya lakukan untuk Anda, Tuan Matthew?" tanya Aiden saat mereka hendak berpisah memasuki kamar hotel masing-masing."Cukup untuk hari ini, kamu bisa istirahat sekarang. Masih banyak hal yang harus kita lakukan besok," tutur Matthew dengan bijak.Matthew menanggalkan jas, kemeja, dan semua yang melekat pada tubuhnya, lantas memasuki kamar mandi.Tidak berselang lama, ia sudah mengenakan piyama tidur meskipun belum ada rencana untuk pergi tidur.CEO perusahaan Marine Lighthouse itu menghempaskan raganya ke sofa panjang di sisi kiri ruangan dengan meletakkan map tebal ke atas meja di depannya."Hallo, Clark?" ucapnya seraya menatap layar ponsel yang sudah terhubung dalam panggilan video dengan Clark."Bagaimana rencanamu hari ini, Matt? Apakah ada kabar baik yang bisa kudengar?" tanya Clark to the point.Matthew tersenyum simpul sebelum memberi jawaban, "Aku baru selesai bertemu mereka. Mereka menyerahkan beberapa berkas The Royal Shipping Club agar aku bisa mempelajari kondisi dan stabilitas perusahaan itu. Aku akan segera menemukan point-point yang aku butuhkan dari berkas ini, Clark."Clark tersenyum dan mengangguk kecil. Lagi-lagi sebuah cerutu menemaninya sepanjang waktu."Tapi aku menghubungimu bukan untuk membicarakan mereka, Clark. Aku menghubungimu untuk menyuruhmu mematikan cerutu itu," ujar Matthew mengganti topik pembicaraan."Ah … bagaimana mungkin kamu tega menjauhkanku dari ini di saat aku merasa sepi, Matt? Kamu tahu persis kenapa aku selalu membutuhkan ini," tolak Clark bersuara sendu."Clark?" panggil Matthew dengan suara lirih.Tidak ada sahutan dari Clark, tapi pria setengah baya itu fokus menatap wajah Matthew di layar ponsel."Aku rasa sudah waktunya kau melupakan cinta pertamamu. Banyak wanita yang ingin bersanding denganmu, Clark!" Matthew menyampaikan isi pikirannya dengan wajah serius tanpa canda sedikit pun."Hahah! Jangan pikirkan aku, Matt! Ada hal-hal yang lebih krusial di hadapanmu sekarang. Fokus pada rencanamu menghadapi keluarga Gregorius," sahut Clark sambil terkekeh."Lagi pula, kalaupun kamu punya waktu lebih untuk memikirkan hal lain, pikirkan wanita mana yang paling layak untuk bersanding denganmu. Bukan malah memikirkan wanita untuk bersanding denganku," Clark menambahkan.Matthew hanya bisa menghela napas sedikit panjang agar bisa lebih sabar menghadapi ayah angkatnya ini. Selalu seperti ini. Setiap kali Matthew meminta Clark untuk mencari pendamping hidup, Clark selalu bisa berdalih dengan fasih, lantas mengalihkan topik pembahasan dengan begitu lihai."Ya sudah. Jaga kesehatanmu di sana, Clark. Hubungi aku kapan pun kalau kau membutuhkanku."Panggilan video berakhir. Matthew meletakkan ponselnya ke atas meja, lalu meraih berkas The Royal Shipping Club. Kini, di tangannya sudah ada dokumen profil dan legalitas perusahaan di mata hukum.Dengan cermat dan teliti Matthew membaca setiap halaman demi halaman dari berkas itu."Sial! Di sini sudah tertulis kepemilikan saham perusahaan adalah 100% atas nama Vincent Gregorius. Kenapa bisa?" gumam Matthew bermonolog. Keningnya mengernyit kuat sampai kedua alisnya hampir bertaut satu sama lain.Tatapannya cepat-cepat beralih pada kolom penandatanganan berkas di bagian bawah."Brengsek mereka!" umpat Matthew kesal, "Di sini sama sekali tidak ada tanda tangan Daddy, padahal aku tahu persis kalau perusahaan ini juga milik Daddy!"Tatapan Matthew terhenti pada sebuah nama yang dituliskan di bagian kolom nama kuasa hukum."Martin Theodorus?" gumamnya lirih.Dengan cepat Matthew mengetikkan nama Martin Theodorus pada kolom pencarian di search engine."Seorang kuasa hukum berusia 42 tahun?" lagi-lagi Matthew bermonolog membaca hasil pencariannya di internet."Berarti dua puluh tahun yang lalu dia masih berusia 22 tahun saat peralihan kekuasaan itu. Sedangkan saat Daddy membawa kami ke pelayaran perdana itu, bukankah Daddy sudah menjabat sebagai salah satu pemilik dari The Royal Shipping Club selama belasan tahun? Itu artinya, Martin Theodorus juga masih berusia belasan tahun saat penandatanganan berkas kepemilikan saham yang mula-mula!" Matthew sibuk berteori seorang diri."Bagaimana bisa anak berusia belasan tahun bisa menjadi seorang ahli hukum? Tidak masuk akal! Benar-benar brengsek mereka! Itu artinya Martin bukanlah ahli hukum yang sejak awal mengurus legalitas perusahaan itu! Dia cuma ahli hukum pengganti dari ahli hukum sebelumnya!" sebuah hipotesa berhasil diciptakan oleh Matthew sendiri malam ini.Matthew meraih gelas kristal berisi wine di sisi kiri meja lalu menyesap isinya, "Sial! Mencari bukti-bukti atas kecurangan keluarga Gregorius rupanya bukan perkara gampang!"Ia terdiam sejenak untuk berpikir sembari kembali meneguk wine dalam gelas itu hingga tak bersisa."Kalau begitu, siapa ahli hukum yang mengawal pendirian perusahaan itu sejak awal? Siapa pengacara sebelum Martin Theodorus? Di mana aku bisa bertemu dengannya?"Bersambung“What the hell!!” Bernard merasakan keanehan-keanehan saat berada di apartemen Norin. Bermula dari suara pecahan benda dari kamar sebelah, disusul dengan suara gaduh dari pantry. “Ada apa sebenarnya ini!?” Racau pria itu saat berbalik arah dari kamar ke pantry. “Ya Tuhan, bebaskan aku dari situasi mencekam ini, please!” desis Norin kesal. “Astaga, kenapa tempat sampah di pantry bisa jatuh berantakan?” pekik Bernard sambil menuju ke tempat sampah yang tergeletak di lantai. Norin, Sissy, dan semua orang yang bersembunyi di apartemen itu merasa tenggorokannya tercekat saat Bernard melangkah menuju pantry. “Tuan, biar saya yang periksa!” Sissy buru-buru menghentikan langkah Bernard. “Lebih baik Anda temani Nona Norin. Biar saya yang bereskan sampahnya.” Brak!! Pintu kamar terbuka, lalu tertutup dalam sekejap. “Astaga, maaf aku telah menjatuhkan lampu tidur!” pekik Nancy seraya keluar kamar. Dengan begitu, perhatian Bernard serta yang lain teralihkan ke arah Nancy. “Nancy? Are y
“Apa!?”Matthew dan yang lainnya tersentak mendengar informasi yang baru saja diucapkan Norin.“Astaga kita harus bagaimana!?” tanya Norin panik.“Cepat sembunyi!” celetuk William ikut panik.“Sissy, Nancy, cepat singkirkan semua gelas ini ke pantry. Jangan sampai Bernard melihatnya!” ucap Norin sedikit gemetar melihat belasan gelas dan botol wine yang tersaji di ruang tengah.Mendengar itu, Sissy dan Nancy bergerak cepat membereskan perkakas itu.“Semuanya masuk ke ruangan lain. Kosongkan kamar Norin!” ujar Matthew memimpin yang lain.“Hanya ada dua kamar di sini, sekarang ditempati Sissy dan Nancy selama mereka tinggal di sini,” tutur Norin menjelaskan.“Tidak apa-apa, sembunyi saja di sana, ayo!” Matthew bergerak menuju ke kamar Sissy dan Nancy, diikuti yang lain.“Norin, kau ke depan sekarang dan temui Bernard. Usahakan keberadaannya di sini tidak lama,” ujar Matthew kepada Norin.Ting! Tong! Ting! Tong! Ting! Tong!Di luar, Bernard semakin tidak sabar menunggu pintu dibukakan un
Di kediaman mewah keluarga Gregorius, Draco, orang kepercayaan Vincent Gregorius, tanpa ragu mengetuk pintu ruang pribadi atasannya.“Masuk!” teriak Vincent dari dalam ruangan.“Permisi, Tuan! Ada kabar terkini dari para anak buah yang saya tugaskan untuk mengusut kasus kemarin,” ujar Draco tanpa ragu.“Sudah puluhan tahun kau bekerja denganku, Draco. Kau paham kan informasi seperti apa yang bisa aku terima?” balas Vincent memperingati.“Informasi ini sudah valid, Tuan. Mereka sudah menemukan siapa pelaku penembakan tempo hari.”Ucapan Draco berhasil memantik keingintahuan Vincent. “Siapa mereka? Siapa yang telah berani berurusan denganku?”“Masuklah, kalian!” seru Draco kepada anak buahnya yang masih menunggu di luar ruangan.BRAKKK!!!Seorang pria babak belur dengan kedua tangannya yang terborgol tiba-tiba jatuh tersungkur memasuki ruangan di mana ada Vincent serta Draco di dalamnya.“Bangun, Bodoh!” bentak salah satu anak buah Draco sambil menarik paksa tubuh pria itu agar berjalan
Mendengar fakta buruk tentang kebusukan perilaku Vincent Gregorius di masa lalu, telah sukses memupuk kebencian yang telah tertanam di dalam benak Matthew selama puluhan tahun.Ia mengepal geram membayangkan kelakuan biadab Vincent kala itu.Namun, satu notifikasi tanda pesan masuk telah mampu membuat pria yang tengah menginterogasi Orland Xef itu kehilangan konsentrasi.“Kita pulang sekarang!” titah Matthew kepada Aiden dan Bryan.“Siap, Tuan! Saya siapkan armada sekarang,” sahut Aiden yang lantas segera menghubungi pilot pribadi Matthew.Kedua anak buah Matthew berjalan mengikuti atasannya keluar.“Apa yang bisa aku lakukan untukmu?” pekik Orland Xef yang sontak membuat langkah Matthew terhenti.Putra tunggal keluarga Anderson itu menoleh. “Kembali ke Queenstown dan bekerja untukku. Aku butuh bantuanmu untuk memberi Vincent terapi moral.”“Tapi … aku sedang melarikan diri darinya. Aku yakin cepat atau lambat, dia pasti tahu kalau akulah orang di balik kekacauan yang terjadi tempo ha
WELLINGTON, NEW ZEALAND“Siapa kalian!?”Seorang pria memekik terkejut karena tempat tinggalnya tiba-tiba didatangi oleh tamu tak diundang.Aiden menatap wajah pria itu lebih cermat, lalu mengangkat selembar potret wajah di tangannya hingga keduanya tampak sejajar.“Benar dia orangnya, Tuan,” ujar Aiden setelah memastikan bahwa mereka tidak salah orang.“Brengsek! Siapa kalian!? Kenapa sembarangan masuk ke rumah orang!?” Komplain sang pemilik kamar.“Seandainya kedatangan kami disambut dengan baik, kami tidak mungkin bersikap arogan semacam ini,” tutur Matthew tanpa sesal sedikit pun!CEO itu memberi kode kepada Bryan agar menutup serta mengunci pintu utama.Setelah mengangguk paham, Bryan melakukan perintah seperti yang diinginkan Matthew.“Jadi … ini tempat tinggal Anda sekarang, Tuan Orland Xef?” Tatapan Matthew tampak begitu tajam saat menuturkan pertanyaannya.“Ap-apa maksudmu!? Siapa kalian ini? Kenapa kemari!?” Orland Xef sampai terbata saat berucap. Ia memperhatikan Matthew
Hugo sama sekali tidak menyangka kalau El Jova berada di pihak musuh yang telah berhasil menewaskan pemimpinnya.“Apa maumu?” tanyanya kepada El Jova.“Jawab pertanyaan Matthew. Katakan yang sejujurnya. That’s it.”“Kau dan Tuan Zif sudah sepakat untuk tidak saling mengusik satu sama lain. Tapi kenapa kau berdiri di pihak lawan kami dan melakukan penyerangan?” ujar Hugo kesal.“Kelompokmu yang lebih dulu menyerang! Kenapa kalian melakukan penembakan di acara peresmian keluarga Vincent Gregorius?” tanya Matthew menginterupsi.“Ada urusan apa kau dengan keluarga Gregorius? Kami menyerang mereka, bukan kau!” hardik Hugo kepada Matthew.Plak!Tamparan keras kembali diberikan Matthew untuk tawanannya itu. “Kau melukai orang-orang tidak bersalah, Bodoh!”“Aku tidak tahu! Aku hanya melaksanakan perintah. Tuan Zif memberi perintah kepadaku, Max, dan juga George untuk melakukan penembakan beruntun itu!” teriak Hugo membela diri.“Untuk apa Zif memberi perintah itu?” sela El Jova penasaran. “Ap