Share

Chapter 22

Aku tahu banyak lelaki berlari membawa luka dalam dirinya. Dan mungkin bagiku, aku harus berlari dengan lubang dalam diriku. Bagaimana pun juga, hidup harus berjalan.

Barangkali rencana terbodoh dalam hidupku adalah membunuh waktu. Karena aku sadar sebagai manusia biasa pasti sulit untuk melakukan itu. Aku tidak bisa menyentuh jemari panjangnya yang terjulur hingga puncak langit tertinggi. Padahal dia sangat dekat denganku. Akan tetapi, aku tidak pernah menemukan celah untuk mengalahkannya.

Gelap merundung hidupku yang kosong. Kehampaan semakin memenuhi akhir hidup. Hening menyeruak dalam jiwa. Nyala lampu jalan yang bergoyang-goyang ditiup angin itu, redup cahayanya dibendung oleh kabut.

Ketika sampai di rumah aku langsung pergi kekamar mandi, untuk membersihkan sisa darah dan memar di wajahku. Saat melihat wajahku yang babak belur didepan cermin, aku kembali jengkel tangaku terkepal lalu memukul dinding kamar mandi.

Di dalam kamar, kubaringkan tubuh

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status