Share

Chapter 3

Aku pelan-pelan keluar dari kamar tidur dan berjalan menuju suara tersebut yang sepertinya berasal dari kamar sebelah, bekas peninggalan ayahku. Aku coba membuka pintu, aku tersentak dari disela pintu itu aku melihat dalam posisi berdiri kedua orang tuaku tepat berhadapan dengan diriku dengan wajah yang begitu datar. Dan seluruh orang dikota tempatku tinggal sedang mentertawakan diriku. Tetapi tiba-tiba saja seakan waktu membawaku seperti sedang berdiri dipadang savana yang luas, tempat yang tidak aku ketahui sama sekali. Aku merasakan ada orang yang sedang menghampiri diriku, namun wajahnya tak nampak jelas terhalang oleh cahaya yang begitu bersinar. Dengan suara seraknya ia mengatakan pada diriku, "Kamu memiliki pilhan sekarang dan aku akan datang!" bergema suaranya terdengar ditelingaku.

Pikirku saat itu "Apa maksudmu, siapa kau sebenarnya?" perkataan dalam hati dan pikiranku. Tanpa disadar aku sudah berada dimasalaluku, aku melihat masa kecilku yang begitu ketakutan, karena melihat kedua orang tuaku yang bertengkar begitu hebatnya. Suara teriakan-teriakan itu terngiang diingatan.

Aku memiliki firasat begitu buruk ketika itu dan semakin aneh aku melihat ayahku tergeletak dengan lubang hitam didadanya disertai banyak sekali bercak darahnya. Ketika mataku sedang memfokuskan pada lubang hitam yang ada pada tubuh ayahku. Tiba-tiba dari belakangku ada yang mengatakan "Balaslah kematiannya itu!" secara refleks aku berteiak begitu keras, "Aaaaaaaah siapa kau!!!" sampai teriakanku terdengar oleh seluruh orang di situ yang kini menatapku begitu aneh. Teriakan itu menjadikan aku pusat perhatian semua orang.

Lalu aku membalikan tubuhku, untuk melihat siapa yang bicara, dengan pikiran yang sudah tidak jelas, ketika aku berbalik aku melihat Bernardo sedang tertawa terbahak-bahak, seperti sedang mempermainkan diriku.

Lalu ia berkata "Kau akan mati!" berkata dengan sisa tawanya. Setelah ia puas dengan tawanya secara tiba-tiba ia melontarkan pertanyaan kepadaku, "Kamu sedang memikirkan sesuatu atau sedang melihat sesuatu?" dan aku menjawab sambil menunjuk kearah ayahku yang sedang tergeletak berlumuran darah, "Aku sedang melihat lubang hitam yang ada disana," ketika aku berkata dan menunjuk ke arah lubang hitam itu secara tiba-tiba lubang hitam itu sudah tidak ada, dan ayahku yang tadi tergeletak menghilang. Lalu semua orang dikota kembali mentertawakanku, makin lama tertawa mereka terdengar semakin seram dan semakin seram, dan wujud mereka sektika berubah menjadi seperti iblis.

Begitu menyeramkan, lalu mereka seperti mencoba menerkamku dengan satu lahapan, tetapi seketika dihalangi oleh seseorang yang wajahnya ditutupi cahaya yang bersinar tadi. Kini sinarnya semakin membesar sampai menyilaukan mata.

Pagi hari sudah tiba, aku terbangun dengan keadaan tubuh dipenuhi dengan air keringat. Dan pikiran yang amat kosong juga nafas tersenggal-senggal. Ternyata semalam aku tak terasa sudah tertidur karena hujan yang deras, sampai membuatku bermimpi aneh. Lalu aku melihat jam didinding, sudah pukul 07.00.

Tiba-tiba rasa lapar melanda, membuat perutku terdengar keroncongan. Aku meletakkan sikuku pada kasur lalu perlahan membangkitkan tubuh. Ketika mencoba bangkit, urat-urat di persendian tubuhku menimbulkan sensasi serasa ditarik-tarik yang sangat menyakitkan. “Ya Tuhan, sakit sekali!” pikir aku. Tubuhku mengejang setiap kali mencoba untuk bergerak. Tapi aku terus mencoba, mengumpulkan sedikit tenaga, mencoba berdiri sejenak lalu terduduk karena tenagaku terkuras oleh rasa takut semalaman.

Aku berjalan terhuyung-huyung karena belum sepenuhnya terbangun dari tidur. Rasa sakit disekujur tubuh seolah memperlambat pergerakanku. Dengan bersusah-payah aku menggapai gagang pintu lalu menariknya dengan sekuat tenaga. Perlahan pintu itu terbuka dengan disertai bunyi berdecit yang menyakitkan telinga. Aku melangkah keluar melewati sebuah lorong kamar menuju dapur, "Aduh mana laper banget lagi! badan sakit semua." keluh aku bergegas kedapur.

Aku langkahkan kakiku perlahan menyusuri lorong sambil menjaga keseimbangan tubuh supaya tidak terjatuh. Akhirnya sampai dapur, yang pintunya terbuat dari kayu yang berwarna gelap senada dengan warna dinding.

Mencoba membuka pintu sambil berpikir tentang apa yang sudah tejadi semalam untuk mendapatkan beberapa petunjuk dan pemahaman atas kejadian yang aku alami. Akan tetapi kebutuhan untuk segera menuntaskan rasa laparku ini benar-benar telah mengalahkan rasa penasaran. Aku harus segera mengisi perutku dengan makanan, agar tenagaku kembali lagi.

Sesampainya Aku didalam dapur, aku mengambil segelas air untuk kemudian kutenggak dengan begitu cepat, sesaat aku dudukkan tubuhku, menarik napas dalam-dalam, mengembalikan tenaga yang terkuras lalu mencari makanan dilemari kayu tempatku menyimpan makanan, agar bisa dimasak untuk sarapan saat itu. Cahaya mentari dari luar melewati sela-sela beberapa pintu kayu yang sama dengan langit-langit dan dinding-dinding rumahku pagi itu.

Dapur. Entah mengapa kata itu yang pertama kali muncul setelah aku terbangun dari dalam mimpiku yang aneh. Tanganku menyentuh kompor yang sedikit berdebu, meraba lemari kabinet, dan merasakan sejuknya aroma sayur serta buah-buahan yang tidak begitu banyak didalam lemari pendingin.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status