Home / Sci-Fi / Tafsir Waktu / Chapter 3

Share

Chapter 3

Author: Bias Sastra
last update Huling Na-update: 2021-08-09 21:11:46

Aku pelan-pelan keluar dari kamar tidur dan berjalan menuju suara tersebut yang sepertinya berasal dari kamar sebelah, bekas peninggalan ayahku. Aku coba membuka pintu, aku tersentak dari disela pintu itu aku melihat dalam posisi berdiri kedua orang tuaku tepat berhadapan dengan diriku dengan wajah yang begitu datar. Dan seluruh orang dikota tempatku tinggal sedang mentertawakan diriku. Tetapi tiba-tiba saja seakan waktu membawaku seperti sedang berdiri dipadang savana yang luas, tempat yang tidak aku ketahui sama sekali. Aku merasakan ada orang yang sedang menghampiri diriku, namun wajahnya tak nampak jelas terhalang oleh cahaya yang begitu bersinar. Dengan suara seraknya ia mengatakan pada diriku, "Kamu memiliki pilhan sekarang dan aku akan datang!" bergema suaranya terdengar ditelingaku.

Pikirku saat itu "Apa maksudmu, siapa kau sebenarnya?" perkataan dalam hati dan pikiranku. Tanpa disadar aku sudah berada dimasalaluku, aku melihat masa kecilku yang begitu ketakutan, karena melihat kedua orang tuaku yang bertengkar begitu hebatnya. Suara teriakan-teriakan itu terngiang diingatan.

Aku memiliki firasat begitu buruk ketika itu dan semakin aneh aku melihat ayahku tergeletak dengan lubang hitam didadanya disertai banyak sekali bercak darahnya. Ketika mataku sedang memfokuskan pada lubang hitam yang ada pada tubuh ayahku. Tiba-tiba dari belakangku ada yang mengatakan "Balaslah kematiannya itu!" secara refleks aku berteiak begitu keras, "Aaaaaaaah siapa kau!!!" sampai teriakanku terdengar oleh seluruh orang di situ yang kini menatapku begitu aneh. Teriakan itu menjadikan aku pusat perhatian semua orang.

Lalu aku membalikan tubuhku, untuk melihat siapa yang bicara, dengan pikiran yang sudah tidak jelas, ketika aku berbalik aku melihat Bernardo sedang tertawa terbahak-bahak, seperti sedang mempermainkan diriku.

Lalu ia berkata "Kau akan mati!" berkata dengan sisa tawanya. Setelah ia puas dengan tawanya secara tiba-tiba ia melontarkan pertanyaan kepadaku, "Kamu sedang memikirkan sesuatu atau sedang melihat sesuatu?" dan aku menjawab sambil menunjuk kearah ayahku yang sedang tergeletak berlumuran darah, "Aku sedang melihat lubang hitam yang ada disana," ketika aku berkata dan menunjuk ke arah lubang hitam itu secara tiba-tiba lubang hitam itu sudah tidak ada, dan ayahku yang tadi tergeletak menghilang. Lalu semua orang dikota kembali mentertawakanku, makin lama tertawa mereka terdengar semakin seram dan semakin seram, dan wujud mereka sektika berubah menjadi seperti iblis.

Begitu menyeramkan, lalu mereka seperti mencoba menerkamku dengan satu lahapan, tetapi seketika dihalangi oleh seseorang yang wajahnya ditutupi cahaya yang bersinar tadi. Kini sinarnya semakin membesar sampai menyilaukan mata.

Pagi hari sudah tiba, aku terbangun dengan keadaan tubuh dipenuhi dengan air keringat. Dan pikiran yang amat kosong juga nafas tersenggal-senggal. Ternyata semalam aku tak terasa sudah tertidur karena hujan yang deras, sampai membuatku bermimpi aneh. Lalu aku melihat jam didinding, sudah pukul 07.00.

Tiba-tiba rasa lapar melanda, membuat perutku terdengar keroncongan. Aku meletakkan sikuku pada kasur lalu perlahan membangkitkan tubuh. Ketika mencoba bangkit, urat-urat di persendian tubuhku menimbulkan sensasi serasa ditarik-tarik yang sangat menyakitkan. “Ya Tuhan, sakit sekali!” pikir aku. Tubuhku mengejang setiap kali mencoba untuk bergerak. Tapi aku terus mencoba, mengumpulkan sedikit tenaga, mencoba berdiri sejenak lalu terduduk karena tenagaku terkuras oleh rasa takut semalaman.

Aku berjalan terhuyung-huyung karena belum sepenuhnya terbangun dari tidur. Rasa sakit disekujur tubuh seolah memperlambat pergerakanku. Dengan bersusah-payah aku menggapai gagang pintu lalu menariknya dengan sekuat tenaga. Perlahan pintu itu terbuka dengan disertai bunyi berdecit yang menyakitkan telinga. Aku melangkah keluar melewati sebuah lorong kamar menuju dapur, "Aduh mana laper banget lagi! badan sakit semua." keluh aku bergegas kedapur.

Aku langkahkan kakiku perlahan menyusuri lorong sambil menjaga keseimbangan tubuh supaya tidak terjatuh. Akhirnya sampai dapur, yang pintunya terbuat dari kayu yang berwarna gelap senada dengan warna dinding.

Mencoba membuka pintu sambil berpikir tentang apa yang sudah tejadi semalam untuk mendapatkan beberapa petunjuk dan pemahaman atas kejadian yang aku alami. Akan tetapi kebutuhan untuk segera menuntaskan rasa laparku ini benar-benar telah mengalahkan rasa penasaran. Aku harus segera mengisi perutku dengan makanan, agar tenagaku kembali lagi.

Sesampainya Aku didalam dapur, aku mengambil segelas air untuk kemudian kutenggak dengan begitu cepat, sesaat aku dudukkan tubuhku, menarik napas dalam-dalam, mengembalikan tenaga yang terkuras lalu mencari makanan dilemari kayu tempatku menyimpan makanan, agar bisa dimasak untuk sarapan saat itu. Cahaya mentari dari luar melewati sela-sela beberapa pintu kayu yang sama dengan langit-langit dan dinding-dinding rumahku pagi itu.

Dapur. Entah mengapa kata itu yang pertama kali muncul setelah aku terbangun dari dalam mimpiku yang aneh. Tanganku menyentuh kompor yang sedikit berdebu, meraba lemari kabinet, dan merasakan sejuknya aroma sayur serta buah-buahan yang tidak begitu banyak didalam lemari pendingin.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Tafsir Waktu   Chapter 102

    Di depan kami samar-samar sudah terlihat gerbang barat sebuah desa, sesampainya di gerbang kami sangat terkejut, beberapa bagian benteng sudah rusak dan ada banyak bekas pertempuran. Terlihat penjaga gerbang berlari ke dalam desa, sepertinya akan memberitahu warga yang lain kalau kami akan datang. Kami segera berjalan menuju ke tengah desa. Alvar menuju ke papan pengumuman di dekat pohon beringin besar di tengah desa. Kami berjalan dengan ekspresi muka penuh tanda tanya. Sebenarnya apa yang terjadi?"Wahai saudara-saudaraku, apa yang terjadi di desa kalian ini?” tanya Alvar keras kepada para warga yang menyambut kedatangankami."Desa ini telah diserang banyak kawanan hewan buas. Kami sudah berusaha semampu kami untuk melawan dan mempertahankan desa ini, namum mereka sepertinya sudah sulit untuk bisa di kendalikan.” jawab seorang penjaga gerbang mewakili warga."Hewan-hewan itu bermata merah, mereka seperti diperintah oleh suatu kekuatan.”

  • Tafsir Waktu   Chapter 101

    Malam sedang membawaku berjalan di atas roda mimpi yang berputar kala tidur lelapku. Ya, berjalan, bukan berlari. Karena aku ingin menikmati setiap alunan khayalan yang melintas di depanku. Sekelilingku putih, sangat putih tak berujung. Aku terus berjalan dan berjalan hingga putih di sekitarku semakin lama semakin redup ditelan kegelapan. Kemudian aku mendengar bunyi “Tik..tok..tik..tok..” Seperti suara mesin jam yang sedang mengayun jarum detiknya.Aku juga melihat seperti ada sinar dari luar yang menembus ke dalam duniaku. Bola mataku bergerak ke kiri dan ke kanan. Tempat ini sepertinya tidak asing. Aku teliti lagi dan mencoba mengingat tempat ini. Lalu aku merasakan getaran pada pergelangan tanganku seiring dengan suara yang juga tidak asing."Akira! Kau dimana!?" ternyata itu suara profesor Javier, "Prof.." sebelum aku menjawab pertanyaannya tiba-tiba saja suara itu lenyap seketika.Jalanan sangat sepi, bulan masih tersenyum cerah. Lampu jalan masi

  • Tafsir Waktu   Chapter 100

    Tanganku meraba-raba sekitar. Basah. Perlahan, aku menyadari aroma yang menguar dari tempatku berada. Daun. Kelopak mataku terbuka. Pupil mataku mulai menyesuaikan diri dengan cahaya sang surya yang hampir kembali keperaduannya. Setelah terbuka sepenuhnya, aku terduduk dan menatap sekitar. Padang rumput. Aku bangkit berdiri dan mulai berjalan mengikuti ke mana pun kakiku melangkah. Sebulir peluh menetes melewati rahangku. Jantungku berpacu cepat, berlomba-lomba dengan adrenalin yang mengalir deras melalui pembuluh darahku. Tak sedetik pun aku memelankan langkah, berzig-zag di antara pepohonan, melompati akar-akar yang menyembul dari dalam tanah. Menjemput maut yang siap menyambut kematianku. Tubuhku telah bermandi keringat. Kali ini aku semakin merajalela. Menanggalkan alas kakiku, berlari dan terus berlari, tanpa mempedulikan cabang dan ranting pohon yang mengoyak pakaianku, menggores kulitku, dan meninggalkan rasa perih yang menusuk. Aku bisa saja berhenti. M

  • Tafsir Waktu   Chapter 99

    Aku percaya tiap kehidupan -baik yang dulu, sekarang, maupun di masa depan kelak- memiliki tujuannya masing-masing. Aku memalingkan wajahku ke arah seorang pemuda yang tegap berdiri di tengah-tengah cekungan bekas dari pertarungan.Berkali-kali aku menarik napas dengan cepat hingga menimbulkan suara dengusan yang bisa terdengar oleh orang yang ada di sekitarku.Angin sore menerpa permukaan kulit memberikan perasaan kering yang tak biasa. Perasaan kosong itu begitu menggangguku, "Akira jangan kau pikirkan apa yang di ucapkannya, dia hanya ingin membuatmu lupa akan dirimu sendiri.. Dia berusaha menyinggung tentang masa lalumu itu." ucap Alvar."Apa kau tidak percaya Akira!? raja kegelapan bisa menghidupkan orang yang telah mati untuk dijadikan pengikutnya. Dengan kata lain temanmu itu sudah di jadikan boneka oleh raja kegelapan untuk menjalani ke inginannya." ujar Cahir."Sudah cukup Cahir, kau terlalu banyak berbual. Apa tujuanmu datang kesini hanya untuk

  • Tafsir Waktu   Chapter 98

    Sementara itu saat ini suasana semakin mencekam, aku bisa melihat aura kemarahan antara Alvar dan Jugo. Mereka sudah siap menyerang dengan senjatanya masing-masing. "Sebaiknya kita selesaikan saja masalah ini, dari pada kau terus menghalangi perjalanan kami saat ini." tantang Alvar."Kalau itu maumu, aku akan menerimanya. Tapi hari ini aku hanya ingin bertarung dengan Akira, menurutku kau sangat mudah untuk di kalahkan. Sekarang aku ingin menjajal kekuatan dari seorang yang sudah lama di ramalkan untuk menyelamatkan negeri ini." ucap Jugo seakan merendahkan Alvar saat itu.Alvar pun tidak terima karena Jugo sudah meremehkannya saat itu, "Kau jangan banyak bicara Jugo. Kekuatanmu tak sebanding dengan Akira, bahkan kupastikan untuk mengalahkanku pun kau tidak akan sanggup sekarang!" geram Alvar."Aku tidak sepertimu Alvar, kekuatanku sudah terlatih selama ini. Negeri ini bahkan bergantung pada diriku!" ucap Jugo yang semakin congkak."Kalau begitu kau akan

  • Tafsir Waktu   Chapter 97

    Tetesan air langit kini tiada lagi berhamburan ke bumi. Sang raja cahaya kini mulai menampakkan dirinya yang tersipu malu, terhalang oleh mega. Di balik celah-celah batuan terjal kaki gunung melesat kilatan-kilatan cahaya teduh dan cerah. Menghapus warna hitam di langit saat ini. Pagi telah menyambutku.Suara napasku yang beradu cepat bersama langkah kakiku yang sedang berlari. Ku lewati pohon-pohon besar di depanku. Aku sudah tak peduli bagaimana penampilanku sekarang, yang aku pikirkan adalah bagaimana aku bisa sampai di tujuanku dengan cepat dan selamat."Sebuah danau!" ujar Alvar.Aku dan Alvar menghentikan langkah sementara ketika kami sampai di sebuah sungai di hadapan kami sekarang, kami yang kehausan karena sepanjang hari sudah berlari dan bertarung dengan beberapa musuh di perjalanan pun meminum air dari sungai tersebut, dan menyimpannya sedikit untuk bekal melanjutkan perjalanan."Kita akan beristirahat sebentar disini Alvar!" ujar aku.

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status