Share

Chapter 4

Suara air mendidih yang bergejolak terdengar, saat aku memasaknya diatas kompor.

Aku berulang kali menghela napas. Dan sengaja tidak membuka jendela, aroma masakan itu ingin aku hirup sendirian kali ini.

Aku memasak air yang baru dengan memasukkan potongan kentang, wortel, dan beberapa bahan yang lainnya. Nasib hidup sebatang kara harus bisa memasak makanan sendiri.

Aku baru akan memasukkan potongan tomat dan seledri, namun urung begitu mendengar suara pantofel mengetuk lantai keramik. Aku menoleh. Menemukan pria dengan kaos lengan panjang berwarna putih yang seakan ikut terkejut dengan memaksakan sepasang mata berwarna coklat itu terbuka lebih lebar. Sejenak jantungku terasa berkedut hebat.

"Mario, kau membuatku kaget saja!" aku membatin, dari mana dia datangnya? Jelas, dia tidak ingin menunjukkan keterkejutannya itu secara gamblang.

“Maaf pintumu tak terkunci tadi,” kata Mario sambil menunjuk kearah kanan tubuhnya. “Aku takut ada pencuri karena beberapa kali aku memanggil namamu tidak ada jawaban.”

Aku mengenyahkan kalimat itu, dan kembali fokus pada masakanku. Tinggal memasukkan garam, lada, gula, dan masakan itu akan sempurna.

“Ada yang bisa kubantu?” tanya Mario.

Aku melirik kearah Mario yang menggulung lengan bajunya. Jam tangan itu masih sama. Pun, harum wood yang segera tertangkap hidungku, dan itu serupa racun bagiku.

"Tidak usah, aku bisa sendiri. Apa benar tadi pintuku tidak terkunci?" ujar aku.

"Iya bisa kau lihat sendiri, kenapa kau tidak menguncinya itu kan berbahaya. Jika ada orang asing masuk, kau bisa dihabisinya." kata Mario menasehati.

"Apa ini ada hubungannya dengan kejadian semalam, seingatku sesampainya dirumah aku telah mengunci pintu, tapi kenapa tiba-tiba pintunya bisa tidak terkunci?" bergumam aku dalam hati memikirkan kejadian yang sudah terjadi.

"Mungkin aku lupa, jadi pintunya tidak terkunci." elak aku pada Mario, walaupun sebenarnya seperti ada yang aneh. Tidak ada yang berubah, aku masih sama hanya tampak sedikit pucat. 

"Lain kali kamu harus berhati-hati lagi." kata Mario.

Aku tersenyum disitu, "apa iya ada yang ingin merampok rumahku, sepertinya tidak ada yang ingin menjamah rumah kecil ini. Didalamnya pun tidak ada barang yang berharga." kataku dengan nada rendah.

"Memang benar yang kau katakan, tapi dikota ini banyak sekali orang jahat. Dan apa pun bisa terjadi ditempat ini!" seru Mario.

"Sebenarnya ada kejadian yang aneh semalam, tapi aku pun tidak yakin itu apa." pungkas aku memberitahu apa yang sudah terjadi.

"Apa yang sudah terjadi?" tanya Mario penuh dengan rasa penasaran.

Aku mematikan kompor. Aku merasa tidak nyaman dengan kondisi seperti ini. Meski aku tahu sebenarnya tidak ada apapun semalam, hanya sebuah mimpi aneh yang ku alami, tapi rasanya aku harus menceritakan semuanya, agar sewaktu-waktu ada sesuatu terjadi padaku paling tidak aku bisa meminta tolong pada Mario. Aku mempersiapkan makanan yang sudah matang, untuk segera disantap pagi itu. "Aku akan menceritakan semuanya, lebih baik kita ke ruang depan agar enak menceritakannya, sekalian sarapan pagi karena aku sudah lapar sekali." kataku mengajak mario untuk pindah keruang depan.

"Baiklah ayo kita ke depan, aku amat penasaran dengan ceritamu." kata Mario dan kami melangkah untuk duduk diruang depan.

Aku mengangguk. Ada banyak kalimat yang bergumul, namun rasanya sulit mengeluarkannya satu patah kata pun.

Aku menarik napas dalam-dalam.

"Kemarin malam setelah kita berpisah dipersimpangan jalan aku melihat seseorang yang sedang memperhatikanku, tetapi ketika aku menghampirinya dia tak ada lagi di sana. Sesampainya dirumah semalam hujan begitu deras petir menyambar, saat itulah aku melihat bayangan seseorang dikamarku ia seakan sedang memperhatikanku, tetapi ketika aku menghampirinya tidak ada siapa pun di sana!" jelas aku pada Mario, matanya terbelalak setelah mendengar ceritaku.

"Apa benar seperti itu? kamu harus berhati-hati siapa tau itu adalah orang jahat yang sedang mengincarmu." cetus Mario.

"Sumpah demi apapun, untuk apa orang itu mengincarku, padahal aku tidak ada musuh sama sekali dikota ini." kataku meyakinkan.

"Mungkin kamu lupa telah melakukan sesuatu pada seseorang, sebaiknya kamu berhati-hati Akira!" pungkas Mario.

Aku menatap Mario tajam, dan tersenyum mengetahui kenyataan pahit itu. "Mungkin kau benar, seharusnya aku lebih berhati-hati lagi." kataku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status