Aku tinggal di rumah kecil, dipinggir kota. Tak ada satu barang pun yang berharga hanya piano tua peninggalan ayahku, selain kasur, cermin setengah pecah dan rak buku yang sudah lapuk. Juga keramik lantai atau pun karpet pada lantai yang sudah kusam. Dinding berlapis cat warna putih polos. Sangat sukar menggambarkan kondisi ruangan tanpa penerangan yang memadai.
Aku langsung ke toilet untuk sekedar membuanng air dan membersihkan tubuhku, lalu setelah itu aku terbaring dikasur dengan semua rasa letih yang terasa, menatap kosong keatas. Lampu dikamarku cahayanya sudah redup, hanya pantulan pecahan kaca yang sesekali menyilaukan mata. Langit-langit tampak biasa saja. Debu dan kotoran di mana-mana. Tak ada desiran angin, ataupun ringkikan hewan kecil. Hanya kesunyian yang mengisi.
Tiba-tiba saja malam itu hujan turun deras sekali dengan suara petir yang menyambar. Aku masih sulit untuk terlelap mencoba memeramkan mata tapi kantuk tak kunjung datang, suara yang keras dan hujan yang deras itu terus menerus terdengar ditelingaku aku menarik selimut sampai sebahu.
Aku bisa melihat hujan turun dengan derasnya lewat jendela yang berada dipojok kamarku, namun ketika petir sekali lagi menyambar, tersentak mataku melotot. Bukan karena suara petirnya, tapi ketika kilatan cahayanya melewati kamarku, aku melihat bayangan seseorang memantul didinding kamarku.
"Apa yang baru saja aku lihat itu?" bergumam aku dalam hati, membuatku merasa cemas dengan apa yang baru saja aku lihat. Padahal tidak ada orang lain selain aku didalam kamar. Jantungku mulai berdegup dengan kencangnya saat itu.
Suara angin kembali berdesir lirih menyentuh dedaunan muda yang tampak rapuh, tua sebelum waktunya dan berguguran jatuh ke tanah, tersapu lagi dan terus tersapu oleh si angin malam, kembali terulang dalam putaran waktu yang terasa semakin sedikit. Suara khas anjing malam mulai terdengar. Ada yang lembut dan ada yang kasar. Bunyian detik pada jam dinding sangat terasa dalam rumah ini.
Terlintas dalam benakku akan bayangan yang telah aku lihat, seperti seorang pria namun cepat sekali hilangnya.
"Jangan-jangan seseorang yang pernah kulihat di jalan tadi." bergumam aku dalam hati sambli terus memperhatikan kearah jendela dengan bayangan yang telah hilang dari jendela itu.Setidaknya aku harus mencoba untuk melepaskan diri dari jeratan rasa takutku ini. Apa mungkin ada yang ingin berbuat jahat padaku, tetapi untuk apa tidak ada gunanya bukan? padahal aku ini bukan apa-apa dan kemungkinan besar tidak akan jadi apa-apa. Aku tidak ingin terbaring didalam kamar ini dengan rasa takut ini. Kondisi tubuhku saat ini masih terlalu lemah selesai bekerja seharian. Kenapa harus ditambah lagi dengan hal seperti ini, membuat kondisi mentalku menurun.
Langkah awal yang aku ambil, pertama-tama aku mencoba untuk menggerak-gerakkan kaki dan tangan. Rasanya begitu kaku, sesekali menelan ludah melewati kerongkongan, jantung berdegup begitu kencang. Dalam kondisi tubuh yang masih setengah sadar, sulit bagiku untuk memusatkan kekuatan, rasa takut terus menghampiri.
Setelah berhasil berdiri aku turunkan kakiku sampai menyentuh lantai. Permukaan lantai yang kasar menimbulkan rasa tidak nyaman pada telapak kakiku, bagai tertusuk serpihan paku, rasanya sungguh menyiksa.
“Sungguh hal yang sangat aneh, dalam hatiku bertanya-tanya. Apakah aku akan mati saat ini?” Di dalam otakku seolah dipenuhi dengan segala pertanyaan-pertanyaan yang takkan terjawab.Angin malam sesekali mendesah disela jendela kamar tidurku, sesekali dia datang dengan suaranya begitu menakutkan. Ketika aku mendekati jendela untuk mencari tahu, darimana bayangan itu berasal, tidak ada siapa pun disekitar situ. Kilatan petir sekali lagi menyambar, membuat aku takut dan dengan cepat-cepat aku kembali ke kasurku.
Rongga hati yang sepi dan sendirian menciptakan ruang yang hampa pada malam yang terlampau panjang. Hanya diam dan biarkan rasa takut ini menembus pandangan yang selama ini menutupi.
Gambaran atas apa yang tak terjawab, bisa jadi nampak pada keheningan malam. Dipikiran terasa ada jeda panjang merayap pelan antara waktu temaramnya malam hingga sang surya perlahan nampak. Jeda itu terasa melelahkan, menguras apapun yang dinamakan emosi "Sialan! apa aku baru saja melihat hantu tadi," gumam aku dalam hati, akan tetapi tidak seharusnya aku memikirkan hal seperti ini, jawaban atas kondisi aneh tadi. Satu-satunya hal yang harus aku lakukan adalah mencoba meloloskan diri dan bisa tertidur nyenyak.
Dalam ketakutan ini, aku berdoa dalam hati agar tidak terjadi apa-apa dengan diriku. Dalam hati juga terus memanggil nama tuhan yang kuasa.” Semoga aku dilindungi dari apapun yang ada di sana, amin!”
Serasa berada di ruang kedap suara. Sepertinya rasa penasaranku lebih kuat dibandingkan rasa takut. Aku menguatkan hati dan mengabaikan ketakutan ini. Lalu merapal doa agar bisa kuat menghadapi rasa takut ini. Tetapi jantungku serasa mau copot. Aku sangat kaget. Tubuhku sampai gemetaran. Tiba-tiba terdengar suara pintu berdecit. Nyaliku pun menciut.
Setiap kali mataku ingin terpejam, bayangan orang itu langsung datang dan memenuhi seluruh pikiranku. "Sungguh aku belum bisa melupakan orang itu." kataku dalam hati.
Bersamaan dengan hujan, angin malam sesekali mendesah di sela rintih hujan pada atap, dedaunan, rerumputan dan tanah. Aku mengangakat selimut karena dingin terasa sekali.Agaknya aku sedang berhadapan dengan kekuatan supranatural, jin, setan, atau sejenisnya. Entahlah, aku tak yakin. Bunyi petir semakin keras dan cahayanya mulai menerangi gelapnya malam untuk beberapa detik.
Di depan kami samar-samar sudah terlihat gerbang barat sebuah desa, sesampainya di gerbang kami sangat terkejut, beberapa bagian benteng sudah rusak dan ada banyak bekas pertempuran. Terlihat penjaga gerbang berlari ke dalam desa, sepertinya akan memberitahu warga yang lain kalau kami akan datang. Kami segera berjalan menuju ke tengah desa. Alvar menuju ke papan pengumuman di dekat pohon beringin besar di tengah desa. Kami berjalan dengan ekspresi muka penuh tanda tanya. Sebenarnya apa yang terjadi?"Wahai saudara-saudaraku, apa yang terjadi di desa kalian ini?” tanya Alvar keras kepada para warga yang menyambut kedatangankami."Desa ini telah diserang banyak kawanan hewan buas. Kami sudah berusaha semampu kami untuk melawan dan mempertahankan desa ini, namum mereka sepertinya sudah sulit untuk bisa di kendalikan.” jawab seorang penjaga gerbang mewakili warga."Hewan-hewan itu bermata merah, mereka seperti diperintah oleh suatu kekuatan.”
Malam sedang membawaku berjalan di atas roda mimpi yang berputar kala tidur lelapku. Ya, berjalan, bukan berlari. Karena aku ingin menikmati setiap alunan khayalan yang melintas di depanku. Sekelilingku putih, sangat putih tak berujung. Aku terus berjalan dan berjalan hingga putih di sekitarku semakin lama semakin redup ditelan kegelapan. Kemudian aku mendengar bunyi “Tik..tok..tik..tok..” Seperti suara mesin jam yang sedang mengayun jarum detiknya.Aku juga melihat seperti ada sinar dari luar yang menembus ke dalam duniaku. Bola mataku bergerak ke kiri dan ke kanan. Tempat ini sepertinya tidak asing. Aku teliti lagi dan mencoba mengingat tempat ini. Lalu aku merasakan getaran pada pergelangan tanganku seiring dengan suara yang juga tidak asing."Akira! Kau dimana!?" ternyata itu suara profesor Javier, "Prof.." sebelum aku menjawab pertanyaannya tiba-tiba saja suara itu lenyap seketika.Jalanan sangat sepi, bulan masih tersenyum cerah. Lampu jalan masi
Tanganku meraba-raba sekitar. Basah. Perlahan, aku menyadari aroma yang menguar dari tempatku berada. Daun. Kelopak mataku terbuka. Pupil mataku mulai menyesuaikan diri dengan cahaya sang surya yang hampir kembali keperaduannya. Setelah terbuka sepenuhnya, aku terduduk dan menatap sekitar. Padang rumput. Aku bangkit berdiri dan mulai berjalan mengikuti ke mana pun kakiku melangkah. Sebulir peluh menetes melewati rahangku. Jantungku berpacu cepat, berlomba-lomba dengan adrenalin yang mengalir deras melalui pembuluh darahku. Tak sedetik pun aku memelankan langkah, berzig-zag di antara pepohonan, melompati akar-akar yang menyembul dari dalam tanah. Menjemput maut yang siap menyambut kematianku. Tubuhku telah bermandi keringat. Kali ini aku semakin merajalela. Menanggalkan alas kakiku, berlari dan terus berlari, tanpa mempedulikan cabang dan ranting pohon yang mengoyak pakaianku, menggores kulitku, dan meninggalkan rasa perih yang menusuk. Aku bisa saja berhenti. M
Aku percaya tiap kehidupan -baik yang dulu, sekarang, maupun di masa depan kelak- memiliki tujuannya masing-masing. Aku memalingkan wajahku ke arah seorang pemuda yang tegap berdiri di tengah-tengah cekungan bekas dari pertarungan.Berkali-kali aku menarik napas dengan cepat hingga menimbulkan suara dengusan yang bisa terdengar oleh orang yang ada di sekitarku.Angin sore menerpa permukaan kulit memberikan perasaan kering yang tak biasa. Perasaan kosong itu begitu menggangguku, "Akira jangan kau pikirkan apa yang di ucapkannya, dia hanya ingin membuatmu lupa akan dirimu sendiri.. Dia berusaha menyinggung tentang masa lalumu itu." ucap Alvar."Apa kau tidak percaya Akira!? raja kegelapan bisa menghidupkan orang yang telah mati untuk dijadikan pengikutnya. Dengan kata lain temanmu itu sudah di jadikan boneka oleh raja kegelapan untuk menjalani ke inginannya." ujar Cahir."Sudah cukup Cahir, kau terlalu banyak berbual. Apa tujuanmu datang kesini hanya untuk
Sementara itu saat ini suasana semakin mencekam, aku bisa melihat aura kemarahan antara Alvar dan Jugo. Mereka sudah siap menyerang dengan senjatanya masing-masing. "Sebaiknya kita selesaikan saja masalah ini, dari pada kau terus menghalangi perjalanan kami saat ini." tantang Alvar."Kalau itu maumu, aku akan menerimanya. Tapi hari ini aku hanya ingin bertarung dengan Akira, menurutku kau sangat mudah untuk di kalahkan. Sekarang aku ingin menjajal kekuatan dari seorang yang sudah lama di ramalkan untuk menyelamatkan negeri ini." ucap Jugo seakan merendahkan Alvar saat itu.Alvar pun tidak terima karena Jugo sudah meremehkannya saat itu, "Kau jangan banyak bicara Jugo. Kekuatanmu tak sebanding dengan Akira, bahkan kupastikan untuk mengalahkanku pun kau tidak akan sanggup sekarang!" geram Alvar."Aku tidak sepertimu Alvar, kekuatanku sudah terlatih selama ini. Negeri ini bahkan bergantung pada diriku!" ucap Jugo yang semakin congkak."Kalau begitu kau akan
Tetesan air langit kini tiada lagi berhamburan ke bumi. Sang raja cahaya kini mulai menampakkan dirinya yang tersipu malu, terhalang oleh mega. Di balik celah-celah batuan terjal kaki gunung melesat kilatan-kilatan cahaya teduh dan cerah. Menghapus warna hitam di langit saat ini. Pagi telah menyambutku.Suara napasku yang beradu cepat bersama langkah kakiku yang sedang berlari. Ku lewati pohon-pohon besar di depanku. Aku sudah tak peduli bagaimana penampilanku sekarang, yang aku pikirkan adalah bagaimana aku bisa sampai di tujuanku dengan cepat dan selamat."Sebuah danau!" ujar Alvar.Aku dan Alvar menghentikan langkah sementara ketika kami sampai di sebuah sungai di hadapan kami sekarang, kami yang kehausan karena sepanjang hari sudah berlari dan bertarung dengan beberapa musuh di perjalanan pun meminum air dari sungai tersebut, dan menyimpannya sedikit untuk bekal melanjutkan perjalanan."Kita akan beristirahat sebentar disini Alvar!" ujar aku.