Share

Chapter 2

Aku tinggal di rumah kecil, dipinggir kota. Tak ada satu barang pun yang berharga hanya piano tua peninggalan ayahku, selain kasur, cermin setengah pecah dan rak buku yang sudah lapuk. Juga keramik lantai atau pun karpet pada lantai yang sudah kusam. Dinding berlapis cat warna putih polos. Sangat sukar menggambarkan kondisi ruangan tanpa penerangan yang memadai.

Aku langsung ke toilet untuk sekedar membuanng air dan membersihkan tubuhku, lalu setelah itu aku terbaring dikasur dengan semua rasa letih yang terasa, menatap kosong keatas. Lampu dikamarku cahayanya sudah redup, hanya pantulan pecahan kaca yang sesekali menyilaukan mata. Langit-langit tampak biasa saja. Debu dan kotoran di mana-mana. Tak ada desiran angin, ataupun ringkikan hewan kecil. Hanya kesunyian yang mengisi.

Tiba-tiba saja malam itu hujan turun deras sekali dengan suara petir yang menyambar. Aku masih sulit untuk terlelap mencoba memeramkan mata tapi kantuk tak kunjung datang, suara yang keras dan hujan yang deras itu terus menerus terdengar ditelingaku aku menarik selimut sampai sebahu.  

Aku bisa melihat hujan turun dengan derasnya lewat jendela yang berada dipojok kamarku, namun ketika petir sekali lagi menyambar, tersentak mataku melotot. Bukan karena suara petirnya, tapi ketika kilatan cahayanya melewati kamarku, aku melihat bayangan seseorang memantul didinding kamarku.

"Apa yang baru saja aku lihat itu?" bergumam aku dalam hati, membuatku merasa cemas dengan apa yang baru saja aku lihat. Padahal tidak ada orang lain selain aku didalam kamar. Jantungku mulai berdegup dengan kencangnya saat itu.

Suara angin kembali berdesir lirih menyentuh dedaunan muda yang tampak rapuh, tua sebelum waktunya dan berguguran jatuh ke tanah, tersapu lagi dan terus tersapu oleh si angin malam, kembali terulang dalam putaran waktu yang terasa semakin sedikit. Suara khas anjing malam mulai terdengar. Ada yang lembut dan ada yang kasar.  Bunyian detik pada jam dinding sangat terasa dalam rumah ini.

Terlintas dalam benakku akan bayangan yang telah aku lihat, seperti seorang pria namun cepat sekali hilangnya.

"Jangan-jangan seseorang yang pernah kulihat di jalan tadi." bergumam aku dalam hati sambli terus memperhatikan kearah jendela dengan bayangan yang telah hilang dari jendela itu. 

Setidaknya aku harus mencoba untuk melepaskan diri dari jeratan rasa takutku ini. Apa mungkin ada yang ingin berbuat jahat padaku, tetapi untuk apa tidak ada gunanya bukan? padahal aku ini bukan apa-apa dan kemungkinan besar tidak akan jadi apa-apa. Aku tidak ingin terbaring didalam kamar ini dengan rasa takut ini. Kondisi tubuhku saat ini masih terlalu lemah selesai bekerja seharian. Kenapa harus ditambah lagi dengan hal seperti ini, membuat kondisi mentalku menurun.

Langkah awal yang aku ambil, pertama-tama aku mencoba untuk menggerak-gerakkan kaki dan tangan. Rasanya begitu kaku, sesekali menelan ludah melewati kerongkongan, jantung berdegup begitu kencang. Dalam kondisi tubuh yang masih setengah sadar, sulit bagiku untuk memusatkan kekuatan, rasa takut terus menghampiri.

Setelah berhasil berdiri aku turunkan kakiku sampai menyentuh lantai. Permukaan lantai yang kasar menimbulkan rasa tidak nyaman pada telapak kakiku, bagai tertusuk serpihan paku, rasanya sungguh menyiksa.

“Sungguh hal yang sangat aneh, dalam hatiku bertanya-tanya. Apakah aku akan mati saat ini?” Di dalam otakku seolah dipenuhi dengan segala pertanyaan-pertanyaan yang takkan terjawab.

Angin malam sesekali mendesah disela jendela kamar tidurku, sesekali dia datang dengan suaranya begitu menakutkan. Ketika aku mendekati jendela untuk mencari tahu, darimana bayangan itu berasal, tidak ada siapa pun disekitar situ. Kilatan petir sekali lagi menyambar, membuat aku takut dan dengan cepat-cepat aku kembali ke kasurku. 

Rongga hati yang sepi dan sendirian menciptakan ruang yang hampa pada malam yang terlampau panjang. Hanya diam dan biarkan rasa takut ini menembus pandangan yang selama ini menutupi.

Gambaran atas apa yang tak terjawab, bisa jadi nampak pada keheningan malam. Dipikiran terasa ada jeda panjang merayap pelan antara waktu temaramnya malam hingga sang surya perlahan nampak. Jeda itu terasa melelahkan, menguras apapun yang dinamakan emosi "Sialan! apa aku baru saja melihat hantu tadi," gumam aku dalam hati, akan tetapi tidak seharusnya aku memikirkan hal seperti ini, jawaban atas kondisi aneh tadi. Satu-satunya hal yang harus aku lakukan adalah mencoba meloloskan diri dan bisa tertidur nyenyak.

Dalam ketakutan ini, aku berdoa dalam hati agar tidak terjadi apa-apa dengan diriku. Dalam hati juga terus memanggil nama tuhan yang kuasa.” Semoga aku dilindungi dari apapun yang ada di sana, amin!” 

Serasa berada di ruang kedap suara. Sepertinya rasa penasaranku lebih kuat dibandingkan rasa takut. Aku menguatkan hati dan mengabaikan ketakutan ini. Lalu merapal doa agar bisa kuat menghadapi rasa takut ini. Tetapi jantungku serasa mau copot. Aku sangat kaget. Tubuhku sampai gemetaran. Tiba-tiba terdengar suara pintu berdecit. Nyaliku pun menciut.

Setiap kali mataku ingin terpejam, bayangan orang itu langsung datang dan memenuhi seluruh pikiranku. "Sungguh aku belum bisa melupakan orang itu." kataku dalam hati.

Bersamaan dengan hujan, angin malam sesekali mendesah di sela rintih hujan pada atap, dedaunan, rerumputan dan tanah.  Aku mengangakat selimut karena dingin terasa sekali.

Agaknya aku sedang berhadapan dengan kekuatan supranatural, jin, setan, atau sejenisnya. Entahlah, aku tak yakin. Bunyi petir semakin keras dan cahayanya mulai menerangi gelapnya malam untuk beberapa detik.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status