Di saat Karina panik karena tidak bisa menemukan letak toilet perempuan, tiba-tiba ada seorang pria yang menghampirinya.
"Ada yang bisa aku bantu, Nona?" ucap pria itu dalam bahasa Prancis.
"Toilet! Antarkan aku ke toilet!"
Tanpa menunggu jawaban dari pria itu, Karina sontak berlari kecil ke arah di mana pria itu baru saja ke luar. Dia berpikir bahwa pria itu juga baru saja keluar dari toilet, jadi dia hendak menemukan toiletnya sendiri.
'Aku menemukannya!' pikir Karina.
Tanpa menunggu lebih lama lagi, Karina bergegas masuk ke dalam toilet perempuan dan menyelesaikan hajatnya.
'Setelah ini aku tidak akan banyak minum lagi!'
Keluar dari toilet, Karina dibuat terkejut oleh seorang pria yang bersandar di dekat pintu toilet perempuan. Pria itu merupakan pria yang tadi Karina temui saat sedang mencari toilet.
Karena merasa tidak ada urusan dengan pria itu, Karina berjalan melewatinya. Lagi pula,
"Dia adalah sekretaris saya, Karina." Diperkenalkan oleh Isaac, Karina terpaksa harus tersenyum menyapa pria yang ternyata adalah putra tertua dari partner kerja Isaac. "Senang bertemu denganmu, Karina." Oscar meraih tangan Karina, kemudian menciumnya. Terkejut dengan perlakuan pria bernama Oscar tersebut, Karina refleks menarik tangannya dari pria itu dan menatapnya tajam. Namun, pria itu justru menarik sudut bibirnya membentuk seringai. Tidak tahan berlama-lama berada di pesta, Karina menarik ujung jas Isaac dan membisikkan sesuatu. "Apa pestanya masih lama? Saya ingin segera pergi dari sini?" bisik Karina. "Jika ingin pergi, pergilah sendiri!" Memang tidak ada yang bisa diharapkan dari Isaac, seharusnya Karina tidak perlu repot-repot bertanya pada pria itu jika ingin pulang. Lagi pula, pria semacam Isaac tidak akan peduli padanya. Mengembungkan pipi, Karina kesal kepada
Hosh hosh hoshNapasnya terengah-engah setelah berlari kecil, Karina segera masuk mobil di mana sudah ada Isaac di dalamnya. Pria itu tidak mengatakan apa-apa ketika Karina duduk, dia hanya fokus pada buku yang entah apa isinya."Jalan!" Isaac memberi perintah pada sopir.Dari pertama Karina masuk mobil hingga tiba di rumah, tidak ada dari mereka yang memulai percakapan. Karina berdiam diri karena memang sedang kesal, sedangkan Isaac adalah pria yang pada dasarnya irit bicara. Namun, tetap saja Karina berharap jika Isaac bisa sedikit perhatian dengan menanyakan keadaannya! Meskipun itu tidak mungkin!"Dasar tidak berperasaan!" sungut Karina dengan suara pelan.Dengan perasaan kesal yang sudah naik hingga ke ubun-ubun, Karina berjalan dengan menghentakkan kakinya ke lantai. Dia tidak peduli dengan tatapan Isaac yang seperti mengatakan 'Jangan berisik!' kepadanya.Masuk kamar, Karina menjatuhkan dirinya di atas ra
"Kyaaa!"Karina berteriak setelah tubuhnya masuk ke dalam air. Dia menggapai-gapaikan kedua tangannya ke atas sambil terbatuk-batuk. Satu hal yang perlu diketahui, Karina sama sekali tidak bisa berenang! Tubuhnya lemas, matanya perih, bahkan dadanya merasa sesak karena tak sengaja meminum air kolam dalam jumlah banyak. Karina menutup mata ketika kepalanya terasa berat dan tidak bisa menahan kesadarannya. Dia tenggelam, tubuhnya yang terkulai lemas terbawa ke dalam air yang entah seberapa dalamnya air di kolam tersebut. "Ck! Merepotkan!" dengus Isaac. Awalnya Isaac hanya ingin membangunkan Karina dengan melemparkan tubuh wanita itu ke dalam kolam, namun dia tak menyangka jika Karina tidak bisa berenang. Sempat terlintas di pikiran Isaac untuk membiarkan Karina tenggelam meskipun wanita itu meminta pertolongan dengan menggapai-gapaikan tangannya. Namun, setelah melihatnya tenggelam, Isaac tiba-tiba merasa kesal dan refleks menceburkan dirinya. Sebelum Karina berhasil mencapai dasar
"Kali ini, jangan tidur di pesawat! Aku tidak ingin repot-repot menggendongmu yang tidur seperti orang mati!"Tanpa diberitahu pun, Karina berniat untuk tetap membuka matanya lebar-lebar dan mencari kesibukan selama berada di dalam pesawat. Lagi pula, siapa yang menyuruh CEO vampir itu untuk menggendongnya? Tidak ada! "Tuan dan Nyonya, apakah ada sesuatu yang ingin dipesan untuk sarapan?" ucap seorang pramugari cantik yang menghampiri mereka. Inilah keuntungan dari menaiki pesawat kelas bisnis, mereka menyiapkan berbagai menu sarapan bagi penumpang yang belum sarapan. Berhubung Karina belum mengisi perutnya dengan apa pun, dia membuka buku menu yang diberikan sang pramugari dan memilih menu sarapan yang akan dia pesan. Cukup lama melihat-lihat buku menu, namun Karina tidak tahu makanan apa yang seharusnya dia pesan. "Ehem ... bisakah Anda membawakan sarapan terbaik dari pesawat ini?" Karina menutup buku menu, lalu memberikannya pada sang pramugari. "Tuan Isaac, apa Anda tidak ingi
Lagi-lagi ancaman itu yang keluar dari mulut Isaac. Karena sering mendengar ancaman itu, entah mengapa Karina jadi tidak terlalu takut mendengarnya, kecuali tatapan matanya yang tajam. Di depan bandara, terlihat Gordon tengah berdiri di samping pintu mobil. Pria itu membungkuk hormat ketika Isaac dan Karina menghampirinya, lalu mempersilahkan masuk ke mobil dengan membukakan pintu kendaraan roda empat tersebut. Membuka bagasi, Gordon kemudian menaruh koper milik Isaac dan Karina dengan rapi. Meskipun dia adalah seorang pelayan, namun pekerjaan sopir pun harus dia lakukan dengan baik. "Kau sudah menyelesaikan tugas yang kuberikan?" ucap Isaac menanyakan tugas yang dia berikan pada Gordon mengenai pembatalan kontrak kerja sama. "Sudah, Tuan. Saya sudah mengirimkannya pada perusahaan mereka." Mendengar Isaac berbicara pada Gordon, Karina hanya diam mendengarkan. Pasalnya, dia juga tidak tahu apa yang tengah mereka perbincangkan. 'Sepertinya hanya aku yang tidak dianggap kehadira
Pupil Karina melebar, dia terkejut dengan isyarat yang diberikan Isaac. 'Jadi, dia tidak bercanda? Tapi kapan? Aku sama sekali tidak mengingatnya!' Karina melirik Isaac dengan ekor matanya. 'Haruskah aku bertanya? Ey! Tapi itu sangat memalukan!' pikir Karina lagi. Daripada pusing memikirkan hal yang tidak diingatnya, pada akhirnya Karina memilih diam dan tak memikirkan apa-apa hingga tiba di mansion Isaac. Seperti biasa, setiap kali mereka masuk ke dalam mansion, Gardenia pasti menyambut kedatangan mereka dengan membungkukkan setengah badannya. "Selamat datang kembali, Tuan Isaac, Nona Karina," ucap Gardenia. "Terima kasih, Gardenia." Karina tersenyum lembut. "Bagaimana kabarmu?" Merasa konyol dengan pertanyaan Karina, Isaac menyinggung bibirnya membentuk seringai. "Cih! Baru sehari tidak bertemu, tapi kau sudah menanyakan kabarnya?!" sinis Isaac. Sifat selalu mengomentarinya memang masih melekat pada Isaac, namun sekarang sifat itu lebih buruk daripada sebelumnya. Ha
Tanpa banyak bicara, Isaac kembali menarik Karina ke dalam ciumannya. Dia menyeringai kecil, bangga karena membuat Karina menginginkannya lagi. Masih memagut bibir Karina, Isaac menuntun Karina berjalan menuju ranjang berukuran king sizenya. Kedua tangannya dia taruh di pinggang ramping Karina, menjaganya agar tidak jatuh. Bruk! Isaac menjatuhkan tubuh Karina di atas ranjang, sedangkan dia berada di atas wanita itu. Tubuhnya menjauh, melepaskan pagutan bibirnya pada bibir Karina. "Akh!" pekik Karina. Lagi-lagi lehernya menjadi sasaran empuk untuk digigit Isaac. Kedua taring pria itu menusuk leher Karina hingga mengeluarkan darah. Darah yang merupakan santapan utama bagi Isaac yang notabene seorang vampir. Karina menaruh kedua tangannya di punggung Isaac. Kukunya mencakar punggung pria itu ketika merasakan sakit yang luar biasa menusuk lehernya. "Isaac!" Kali ini Karina menjeritkan nama Isaac dengan lantang. Dia tidak peduli meskipun sikapnya tidak sopan terhadap pria itu.
Setelah melihat pria paruh baya itu pergi, Karina melanjutkan berjalan kaki. Sejujurnya, kakinya sedikit kram karena sudah berjalan cukup jauh. Dia juga lapar karena melewatkan sarapan. Karina memegang perutnya yang bergoyang meminta diisi. "Sepertinya aku harus mampir sebentar ke toko roti." Kebetulan, tak jauh dari berdirinya Karina, ada sebuah toko roti yang sudah buka pagi-pagi sekali. Dia belum pernah ke sana sebelumnya karena toko itu selalu ramai pengunjung. Namun, karena ini masih pagi di mana anak sekolah dan pekerja kantoran masih santai di rumahnya masing-masing, toko itu belum banyak pengunjung. "Permisi ...," lirihnya pelan. Karina sontak menghampiri etalase yang sudah penuh dengan berbagai jenis roti. "Ada yang bisa aku bantu?" Seorang wanita dengan celemek yang terpasang di tubuhnya ke luar dari pintu berwarna putih. Karina tersenyum, lalu menunjuk roti isi daging yang terlihat menggiurkan. "Beri aku yang ini satu." "Baiklah!" ucap wanita itu, "Aku baru pertama ka