Nadine tahu bahwa banyak kompleks perumahan mewah memiliki aturan verifikasi keuangan sebelum melihat properti. "Lalu, syarat khusus apa yang harus dipenuhi untuk jadi VIP klien?"Staf itu menjawab, "Pertama, harus punya kualifikasi untuk membeli properti di wilayah ini, itu syarat dasar. Kedua, harus punya dana cair minimal 40 miliar atau setidaknya satu kartu hitam dari lima bank besar nasional. Selain itu, bisa juga menunjukkan sertifikat properti lain yang membuktikan kemampuan finansial Anda."Baik itu uang tunai, simpanan, atau kartu hitam, Nadine memiliki semuanya. Saat dia sedang mempertimbangkan dokumen apa yang seharusnya digunakannya, Jeremy sudah memegang lengannya dan mencoba menariknya keluar.Sambil menarik putrinya, dia berkata, "Kenapa makin aneh saja? Dana cair 40 miliar? Kita ini bukan aktor drama TV!"Irene menimpali pelan, "Aku bahkan nggak berani menulis cerita seperti itu di novelku, tapi kamu malah berani bertanya langsung. Kamu makin berani saja setelah hidup d
"Kak Wendy ...." Gadis itu agak kewalahan."Kenapa lihat aku? Kamu tahu prosedur verifikasi aset, 'kan? Kalau sampai ada masalah, memasukkan orang yang nggak jelas seperti ini, kamu bisa tanggung jawab?""Aku ... tahu prosedurnya secara garis besar karena pernah dijelaskan waktu latihan. Kalau proses verifikasinya nggak masalah, tanggung jawabnya bukan di tanganku ....""Huh, baru kerja beberapa hari saja sudah lumayan pintar. Tapi, ada satu hal yang harus kuingatkan padamu. Kerja di bidang ini harus punya insting. Kamu harus tahu siapa pelanggan kita, siapa yang mampu beli, siapa yang nggak. Kalau nggak, kamu cuma buang-buang waktu.Gadis itu mengatupkan bibirnya, "Terima kasih, Kak Wendy. Tapi, aku baru mulai bekerja dan belum pernah membuat satu pun transaksi. Saat ini aku masih dalam tahap belajar, jadi aku harus banyak mencoba dan nggak boleh takut buang waktu."Selesai bicara, dia menoleh ke Nadine. "Kak, sesuai prosedur, kami akan memverifikasi kartu ini. Kalau semuanya lancar,
Jadi, tidak peduli bagaimanapun Cathy menjelaskannya, Nadine telah bertekad untuk membeli property di sana. Saking girangnya, Cathy hampir saja tidak bisa menahan diri. "Kalau begitu ... cara pembayarannya?""Lunasi semuanya."Cathy terkejut.Jeremy juga tidak menyangka putrinya benar-benar serius mau membeli vila, bahkan telah mempersiapkan dananya. Dia hendak mengatakan sesuatu, tapi sebelum sempat berkata apa pun, Irene telah duluan mencubit pinggangnya."Apa pun yang mau dilakukan Nadine, kamu jangan ikut campur."Jeremy terpaksa menahan diri.Cathy menerima kartu kredit lain yang diberikan Nadine, lalu menyiapkan serangkaian dokumen kontrak dengan terburu-buru. Setelah semuanya selesai, dia kembali memastikan, "Bu, Anda sudah benar-benar yakin? Kalau nggak ada masalah, aku akan langsung memproses pembayaran."Nadine mengangguk santai, "Silakan."Seolah-olah sedang bermimpi, Cathy mengikuti prosedur dengan teliti. Setelah melihat Nadine menandatangani kontrak pembelian rumah dan ko
Pinjaman riba? Sepuluh miliar .... Jeremy sekalipun tidak bisa mengumpulkan uang sebanyak itu setelah bekerja seumur hidup tanpa menghamburkan uang.Nadine berujar dengan agak malu, "Aku menyimpan uang selama ini."Irene akhirnya bersuara, "Dari mana kamu dapat uang?"Tatapan Irene bahkan terlihat tajam. Nadine mengembuskan napas. Sepertinya ibunya mendengar rumor yang ada di luar sana."Ibu, semua uang ini kudapat dengan cara yang halal. Aku bekerja keras untuk menghasilkannya. Aku nggak melakukan sesuatu yang bersalah."Nadine tidak berbohong. Saat itu, Reagan berkonflik dengan keluarganya demi bersama Nadine. Oberon membekukan semua kartu bank Reagan untuk membuatnya pulang, juga berpesan kepada Rebecca untuk tidak membantu Reagan.Di masa-masa sulit itu, keduanya menyewa kamar yang sangat sempit untuk ditempati bersama. Meskipun demikian, hati mereka justru dipenuhi cinta dan kehangatan.Reagan ingin memulai bisnis baru dan butuh dana, jadi Nadine bekerja untuk membantunya mengumpu
"Aku pesan dulu. Ibumu suka bunga wisteria, aku harus beli kayu juga untuk menanamnya. Kita tanam bunga hydrangea juga supaya Ridwan iri."Ridwan adalah rekan kerja Jeremy. Mereka mengajari mata pelajaran yang berbeda, tetapi hubungan mereka sangat baik karena sama-sama suka menanam bunga.Bertahun-tahun lalu, Ridwan telah pindah dari Kompleks Pengajar SMA Cendekia. Karena tinggal di lantai satu, dia menanam banyak bunga di halaman.Namun, karena halamannya kurang luas, Ridwan hanya bisa menanam bunga hydrangea yang kecil. Bunga hydrangea tentu harus besar supaya indah.Jeremy langsung mengambil ponselnya dan memesan banyak barang. Tiba-tiba, dia bertanya, "Lalu, gimana dengan rumah ini?""Biarkan saja," jawab Nadine."Kamu yakin?" Banyak guru yang menjual rumah mereka setelah pindah. Karena lokasinya bagus dan dekat dengan SMA Cendekia, banyak yang ingin membelinya. Kebanyakan adalah orang tua yang datang dari luar kota untuk menemani anak mereka sekolah. Tentunya, harganya lumayan ma
Chyntia tersenyum sambil maju. Dia merangkul lengan Herman dan berucap, "Kebetulan sekali, Irene. Kita malah bertemu di sini."Irene menyapa dengan tersenyum, "Kak Chyntia.""Ngapain kalian kemari? Kalian mau beli rumah ya?""Bukan." Mereka sudah membelinya kemarin."Oh." Chyntia mengamati mereka. Senyumannya makin lebar. "Kami datang untuk lihat apartemen, Red Pearl yang sangat terkenal. Kudengar sulit sekali beli apartemen di sini. Banyak yang mengantre dan kasih sedikit uang, tapi masih nggak bisa dapat.""Untungnya, Cecil punya koneksi. Dia kenal konsultan di sini, jadi bantu kami. Kami baru saja tanda tangan kontrak."Chyntia tampak sangat bangga. Saat melihat Irene kaget, kegembiraannya pun memuncak. Iri, 'kan? Sayangnya, kalian tidak punya apa-apa.Irene memang terkejut, tetapi terkejut karena kakaknya akan pindah rumah lagi. Bukankah mereka baru pindah tiga tahun yang lalu? Kenapa sekarang pindah lagi?"Yang sebelumnya terlalu kecil. Selain itu, lingkungan dan fasilitasnya juga
Irene tersenyum canggung. Jika dia bisa menghasilkan uang sebanyak itu, mana mungkin mereka mengandalkan Nadine untuk membeli vila?Nadine bisa melihat bahwa Irene mulai kehilangan kesabarannya. Dia berinisiatif berucap, "Paman, Bibi, aku dan Ibu masih punya urusan. Kami pamit dulu ya.""Tunggu dong. Mana ada orang yang sibuk di tahun baru. Nadine, bukannya aku mau mengataimu. Tapi, kamu nggak muda lagi. Kamu nggak melanjutkan pendidikan, nggak kerja, nggak punya pacar. Mana ada gadis seumuranmu yang masih mengandalkan orang tua?"Chyntia masih ingat masalah sebelumnya. Dia tidak akan melewatkan kesempatan ini. "Contoh saja kakakmu. Sekarang dia mendirikan perusahaan di ibu kota. Masa depannya tak terbatas.""Cecil memang nggak punya kemampuan apa-apa, tapi dia berhasil masuk perusahaan tenaga listrik dengan mengandalkan kemampuannya sendiri. Pekerjaannya ini tetap.""Kadang aku benar-benar merasa cemas pada keluarga Jeremy. Mereka susah payah membesarkan anak, tapi anaknya malah begin
Usai berbicara, Cathy menyerahkan dokumen di tangannya. Nadine memeriksanya, lalu menyerahkan salinan yang dipegangnya kepada Cathy.Cathy mengembuskan napas. "Maaf sekali ya. Ini pertama kalinya aku jual vila. Banyak prosedur yang nggak familier bagiku. Jadi buang-buang waktumu ....""Nggak apa-apa."Chyntia bisa memahami setiap patah kata yang mereka lontarkan. Namun, setelah digabungkan, dia malah kebingungan."Tadi ... kamu bilang itu kontrak apa?" tanya Chyntia sambil menunjuk dokumen di tangan Cathy."Kontrak pembelian rumah.""Punya siapa?""Punya Kak Nadine. Dia beli rumah."Tubuh Chyntia terhuyung. Dia hampir jatuh. "Dia? Nadine? Dia beli rumah dari kalian?""Ya dong." Cathy merasa agak bingung. Siapa wanita ini? Kenapa menanyakan hal bodoh seperti ini?"Gimana mungkin?" Chyntia terbelalak. "Apartemen nomor berapa yang dia beli? 19 atau 20? Tipe apa? Berapa luasnya?""Bu, sepertinya kamu salah paham. Yang dibeli Kak Nadine adalah vila, bukan apartemen."Apa? Chyntia berteriak
"Aku memang belum pernah menerbitkan jurnal, belum ada hasil akademi. Tapi, gimana dengan hasil-hasil yang dimiliki Nella selama ini? Memangnya kamu nggak tahu apa-apa?"Mata Diana sedikit berkilat. "Aku nggak paham apa yang kamu maksud.""Kamu mungkin lupa, sebagai putri Keluarga Yudhistira, aku paling nggak kekurangan uang dan relasi. Cuma perlu sedikit uang, aku sudah bisa sewa orang buat cari informasi tentang Nella. Mudah saja. Kamu tahu apa yang aku temukan?"Diana tampak terkejut."Di dunia ini nggak ada hal yang begitu kebetulan. Bu, margamu dan marga Nella sama. Kalian punya hubungan keluarga, 'kan?""Terus, kenapa?" tanya Diana. Nada bicaranya keras, tetapi terkesan rapuh.Clarine tersenyum mengejek. "Kenapa? Nilai Nella waktu SMP jelek banget, tapi pas SMA tiba-tiba jadi genius. Bukan cuma menang berbagai kompetisi, dia juga menerbitkan makalah yang dimuat di majalah bergengsi. Apa perlu aku bantu kamu cari tahu semua detailnya?""Kamu ...." Diana terdiam, tubuhnya gemetar k
Kompetisi Ilmu Hayati Mahasiswa Nasional diadakan setahun sekali. Tiga tahun lalu, kompetisi ini secara resmi masuk dalam daftar peringkat kompetisi mahasiswa nasional untuk perguruan tinggi umum yang dirilis oleh kelompok kerja evaluasi dan manajemen kompetisi perguruan tinggi asosiasi pendidikan tinggi.Sejak saat itu, kompetisi ini menjadi salah satu ajang akademik tingkat nasional yang diakui oleh kementerian pendidikan.Ini juga merupakan kompetisi paling bergengsi di bidang ilmu hayati untuk mahasiswa di seluruh negeri.Kompetisi ini terdiri dari dua kategori, penelitian ilmiah eksploratif dan inovasi kewirausahaan yang dibagi dalam jalur berbeda dan berlangsung dalam periode yang sama.Tujuannya untuk menguji kemampuan inovasi mahasiswa dan proses penelitian eksperimen mereka.Tanpa diragukan lagi, Nadine jelas akan ikut serta. Begitu mendengar kabar ini, Mikha dan Darius langsung bersemangat hingga menggosok tangan mereka. Bagaimanapun, bonus nilai di akhir semester saja sudah
Bahkan, Jinny tidak panik meskipun nilai rata-rata ujian akhirnya hanya 70 dan ada beberapa mata kuliah yang nilainya pas-pasan. Toh dia memang tidak ambil pusing soal itu. Untuk apa capek-capek mikirin hal yang bukan prioritas?Sebagai perempuan, kuliah tinggi-tinggi, mengejar gelar dari kampus top, pada akhirnya tujuannya hanya untuk menikah dengan pria mapan dan hidup enak.Saat ini, dia duduk di antara Nella dan Clarine. Wajahnya tenang, tidak terburu-buru, seolah-olah dia hanya penonton yang tidak terlibat.Nella tahu Jinny punya pacar tajir dan sekarang tidak peduli lagi pada urusan akademik. Wanita ini hanya ingin menikah dengan pria kaya.Nella paling jijik dengan tipe-tipe perempuan yang hanya mengandalkan pria kaya dan ingin hidup sebagai istri manja.Namun, yang membuatnya bingung adalah Eden juga terlihat santai seperti Jinny. Laboratorium mereka sedang dalam masa perbaikan. Selain Diana, orang yang paling panik seharusnya adalah Eden!Beberapa topik riset penting yang dita
Diana menantang, "Pergi saja! Kalau aku kena masalah, kamu juga bakal kena batunya!"Clarine membalas, "Siapa takut ...."Diana menyipitkan mata. "Clarine, kayaknya kamu lupa gimana dulu bisa keterima S2?"Langkah kaki Clarine langsung terhenti.Diana tertawa kecil. "Aslinya kamu itu nggak lulus tes. Kalau bukan karena aku buka jalan untukmu, kamu pikir kamu bisa berdiri di sini hari ini?""Silakan saja kalau kamu mau lapor, aku nggak akan halangi. Pokoknya kalau harus jatuh, kita jatuh bareng. Kalau aku dipecat, kamu yang masuk pakai cara kotor dengan sogok sana sini juga bakal kena. Bagus, 'kan?"Clarine sampai gemetar karena marah. "Dasar nenek sihir jahat!""Jahat?" Diana mendengus. "Kita sama saja."Tanpa nilai tambahan dari proyek, nilai akhir semester Clarine benar-benar menyedihkan. Dia gagal di tiga mata kuliah. Nilai mata kuliah lainnya pun rata-rata cuma 70-an. Kalau orang lain tahu, dia bisa ditertawakan. Bahkan nilai Kaeso si penjilat itu pun lebih bagus dari dia!Setiap k
Selain itu, laboratorium atas nama Diana dilaporkan karena tidak memenuhi standar keselamatan kebakaran dan terpaksa menjalani perbaikan.Sampai sekarang pun perbaikannya belum juga disetujui. Selama masa itu, sudah pasti tidak mungkin ada hasil akademik apa pun. Jadi, dalam rapat kali ini, tim Diana jauh lebih sunyi dibanding sebelumnya.Kaeso yang biasanya setiap rapat selalu menyeringai sinis, kali ini justru diam seperti ayam di kandang.Wajah Clarine pun tampak masam. Karena laboratorium sedang dalam proses perbaikan, proyek riset yang sebelumnya susah payah dia rebut dari Diana juga ikut menguap.Saat dia mencoba meminta Diana mengaturkan proyek lain, dia malah langsung disemprot habis-habisan."Proyek! Proyek! Aku juga ingin proyek! Sekarang labku harus diperbaiki, semua proyek mandek. Terus, aku harus cari di mana buat kamu?""Lagi pula, kalaupun aku punya proyek, kamu yakin sanggup mengikuti ritmenya dan menghasilkan sesuatu yang konkret?""Jangan serakah kalau nggak sanggup!
Nadine sempat termangu, lalu tertawa geli. "Ada! Tentu saja ada! Aku kasih ke kamu, kamu bantu kasihkan ke dia ya?""Oke, oke!"Nadine mengambil beberapa kaleng lagi dan meletakkannya di mobilnya."Hehe. Kak Nad, kamu baik banget!""Aku rasa kamu dan Darius cocok juga." Usai mengatakan itu, Nadine turun dari mobil, lalu menarik koper dan berjalan menuju gedung apartemen.Mikha sama sekali tidak menyadari nada menggoda dalam ucapan tadi. Dia mengeluarkan ponselnya dengan gembira."Halo! Darius! Kamu di apartemen nggak? Aku bawain dendeng dan saus daging sapi buat kamu! Ya, dari Kak Nadine."Di seberang sana, Darius menyahut, "Ya, aku di apartemen. Kamu datang saja.""Oke deh! Aku bakal sampai dalam 20 menit.""Hm, hm."Setelah menutup telepon, Darius segera berlari turun, mengenakan jaket, dan mengganti sepatu. "Nenek, siang ini aku nggak makan di rumah, malam ... malam juga nggak pulang!""Kamu mau ke mana?""Balik ke apartemen!""Eh? Bukannya sudah janji makan di sini hari ini?"Dariu
Terutama Safir, selama dua hari ini tinggal di vila, matanya sudah membaik, pinggang juga tidak sakit lagi. Sepanjang hari dia tersenyum, makannya juga lahap sekali.Corwin sampai memanggil dokter pribadi, sopir, serta pengawal kemari. Sepertinya, mereka sudah siap untuk tinggal lama di sini.Irene sempat khawatir Jeremy tidak terbiasa. Hasilnya ...."Terbiasa dong! Kenapa nggak? Ibu bisa tanam bunga dan sayur bareng aku, Ayah juga bisa main catur sama aku."Sebelumnya, dia justru bingung apa yang harus dilakukannya selama liburan musim dingin. Irene kebanyakan menghabiskan waktu di ruang kerja untuk mengetik. Namun, sekarang Jeremy bukan hanya punya partner bercocok tanam, tetapi juga teman bermain catur.Irene hanya bisa tersenyum. Sepertinya dia yang berpikir terlalu jauh.Jeremy pun terkekeh-kekeh melihat istrinya. "Hehehe."Nadine hanya tinggal dua hari. Hari ketiga, dia langsung balik ke Kota Juanin. Eksperimen belum selesai, tesis juga harus dikejar sebelum tahun baru.Seperti o
Rebut? Stendy langsung tersenyum dan berkata, "Kalau begitu, harus yakin bisa direbut juga."Paulus berkata, "Kalau nggak coba, bagaimana bisa tahu nggak bisa direbut?""Kenapa? Kamu ingin merebut Bibi Irene? Hah. Kamu harus bisa melewati Kakek dan Nenek dulu," kata Stendy.Paulus yang tidak tahu harus bagaimana menanggapinya pun langsung menatap Stendy dengan tajam. "Wanita mana yang sebenarnya sudah meninggalkanmu? Coba ceritakan."Stendy pun terdiam."Bukankah tadi kamu begitu pandai melawan? Kenapa tiba-tiba jadi diam?" sindir Paulus."Kamu juga nggak kenal," jawab Stendy.Paulus juga tidak bertanya lebih lanjut lagi, melainkan mengangkat gelasnya. "Sini. Kita jarang bisa bertemu seperti ini, ayo kita minum."Klang.Setelah mengatakan itu, keduanya bersulang dan menelan kembali kekhawatiran masing-masing.Saat malam makin larut. Stendy yang sudah minum cukup banyak pun pandangannya mulai kabur. Sebaliknya, Paulus yang sudah minum banyak pun ekspresinya tetap terlihat sadar dan tang
"Apa? Pria berengsek ini begitu hebat? Datang ke bar untuk mabuk pun sampai bawa pengawal?" kata gadis itu."Mana tahu," jawab temannya.....Stendy sengaja meminta dua pengawal untuk mendekat. Setelah telinganya akhirnya tenang, dia kembali menuangkan segelas minuman untuk dirinya lagi. Namun, kali ini dia tidak minum dengan liar seperti semalam lagi, melainkan meminumnya perlahan-lahan dan ekspresinya datar. Pada saat itu, pandangannya tiba-tiba berhenti dan fokus pada tempat duduk yang tidak jauh darinya.Saat menyadari ada orang yang mengamatinya, Paulus melihat ke arah yang sama dan ternyata matanya bertemu dengan mata anaknya. Suasananya menjadi hening sejenak dan keduanya langsung mengalihkan pandangan mereka.Setelah berpikir sejenak, Stendy membawa botol minuman dan mendekati tempat duduk Paulus. Dia langsung duduk di samping ayahnya dan bertanya, "Wah, datang buat minum ya?"Paulus melihat ke sekeliling sekilas dan berkata, "Omong kosong."Jika datang ke bar bukan untuk minum