Hari itu, Nadine bangun pagi-pagi sekali. Dia pergi ke kantor administrasi untuk melapor, lalu ke fakultas untuk menyelesaikan proses pendaftaran.Upacara pembukaan dijadwalkan pada hari berikutnya.Berhubung Nadine tidak tinggal di asrama, dia tidak perlu repot-repot memindahkan barang ke kamar asrama, sehingga siang harinya dia tidak memiliki banyak kegiatan. Akhirnya, dia memutuskan untuk pergi ke Fakultas Informatika untuk menemui Mario."Nadine? Kenapa kamu ke sini?!" Mario terlihat bersemangat."Aku datang untuk melihatmu. Takutnya ada seseorang yang mengeluh aku nggak pernah menjenguknya, lalu marah-marah dan sengaja memberikan soal sulit untukku, padahal sebenarnya itu untuk ujian akhir semester.""Uhuk, uhuk!" Mario berdeham pelan, mencoba menyembunyikan rasa malunya. "Aku, itu ... cuma mempraktikkan semangat efisiensi, memanfaatkan setiap soal dengan maksimal!"Mereka mengobrol sejenak. Di tengah percakapan, Nadine menerima telepon dari Freya yang memintanya datang ke kantor.
Mikha kebingungan. Nadine mengambil sepotong biskuit. "Terima kasih.""Gimana? Enak nggak?" Mikha menatap Nadine dengan penuh harap, seperti seorang anak kecil yang menunggu pujian.Nadine tersenyum. "Enak, nggak terlalu manis.""Sudah kubilang! Aku sudah coba banyak merk, dan merk biskuit cokelat ini yang paling enak!"Setelah berpikir sejenak, Mikha kemudian menoleh ke arah Darius."Kamu mau coba satu?"Darius menjawab, "Nggak, terima kasih. Kalorinya terlalu tinggi, gampang bikin gemuk." Dia bersumpah, dia tidak bermaksud menghina siapa pun. Dia hanya sedang menjaga pola makan karena sedang rutin berolahraga.Namun ....Dengan tinggi badan 160 cm dan berat badan 73 kg, Mikha langsung merasa tersinggung. Apa maksud teman baru ini? Apa mereka masih bisa berteman dengan baik?!Nadine segera mencairkan suasana. "Mikha, aku boleh minta satu lagi nggak?"Mikha langsung mendekat dan duduk di samping Nadine. "Kak Nadine, kamu memang baik sekali padaku."Darius kebingungan.Tak lama kemudian,
Mikha berkata dengan suara pelan, "Yang namanya Nella ini ... nggak sederhana.""Kenapa begitu?" tanya Nadine penasaran."Setelah pengumuman penerimaan mahasiswa pascasarjana keluar, aku langsung bergabung di grup mahasiswa baru. Di sana, nama yang paling banyak dibicarakan adalah dia, Nella ...."Dia adalah lulusan unggulan kampus ini. Meskipun IPK-nya tidak mencapai standar untuk diterima langsung di program pascasarjana, dia diterima secara khusus oleh fakultas karena selama kuliah sarjana, dia berhasil menerbitkan enam makalah di jurnal SCI.Dijuluki sebagai "gadis genius" dan "bintang baru akademik"."Jadi, dia yang sangat terkenal itu," komentar Mikha sambil mengamati dari jauh.Di antara kelompok lima mahasiswa baru itu, seorang pria, Kaeso, membuka percakapan sambil tersenyum lebar. "Oh, jadi Anda adalah Profesor Freya yang terkenal itu! Sungguh suatu kehormatan bertemu dengan Anda."Meskipun kata-katanya terdengar sopan, nada bicaranya menunjukkan kesan sebaliknya.Mikha menge
Ucapan itu tidak hanya menghina Kaeso, tetapi juga menyeret Diana dan murid-murid lainnya."Jadi kamu ini yang disebut mahasiswa pascasarjana tua, ya?" Diana akhirnya melirik Nadine dengan ekspresi menghina dan menyunggingkan senyum sinis. "Mulutmu memang tajam, tapi apakah kemampuanmu juga sebanding?"Kaeso menimpali, "Benar! Mahasiswa normal mana yang hampir umur 30 baru bisa masuk pascasarjana? Kalau bukan otaknya bermasalah, berarti memang nggak berbakat. Sekarang standar untuk dunia akademik sudah serendah ini?"Mendengar ucapannya, ekspresi Nadine tidak berubah. "Apakah otakku bermasalah atau nggak, itu bukan urusanmu. Tapi kamu jelas ... sakit."Darius yang diam sedari tadi, tiba-tiba ikut bicara, "Dan sakitnya seperti rabies ... menggigit siapa saja."Setelah itu, dia menatap langsung ke arah Diana yang memimpin kelompok tersebut. "Kalau aku jadi pemiliknya, anjing seperti ini yang nggak bisa diatur, sebaiknya cepat dibunuh. Jangan sampai suatu hari menggigit tuannya sendiri."
Setelah upacara pembukaan selesai, kehidupan Nadine sebagai mahasiswa pascasarjana pun resmi dimulai. Jadwal kuliah sangat padat. Dari pukul sembilan pagi hingga tengah hari, hampir tidak ada jeda.Pada hari pertama, Mikha nyaris terlambat masuk kelas. Dia datang dengan santai, mengenakan sandal berlubang dan celana pendek. Nadine tertegun sejenak sebelum mengingatkannya, "Mikha, kamu lupa ganti sepatu, ya?""Ah?" Mikha melirik ke bawah dan melihat sandal berlubangnya. "Nggak, memang ini. Kenapa?""Kamu ... pakai sandal ke kelas?""Iya, memangnya kenapa? Di tempatku, semua orang pakai sandal jepit dan celana pendek waktu musim panas. Aku bahkan sudah berusaha tampil lebih rapi dengan beli sandal berlubang ini."Darius melirik sekilas dan bertanya, "Rapi?"Mikha membalas dengan cepat, "Kenapa nggak rapi?!"Darius menatapnya sebentar sebelum menyerah. "Oke, terserah kamu saja."Mikha mendengus kecil. "Kamu nggak ngerti."Darius hanya menghela napas. Dia benar-benar tidak mengerti.Setela
Seorang pria tinggi dan tampan berdiri di depan Nadine dengan buket mawar kuning di tangannya. Namun, ekspresi Nadine terlihat tidak senang sama sekali.Dari kejauhan, Nella menyipitkan mata dan berdecak pelan. "Cantik memang punya keuntungan, ya. Baru beberapa hari masuk kuliah sudah ada yang ngejar?"Nella melirik Jinny di sebelahnya, lalu berkata dengan nada provokatif, "Omong-omong, kamu juga nggak kalah cantik, Jinny. Kok nggak ada yang ngasih bunga ke kamu?"Jinny tersenyum kecil, sama sekali tidak terpancing. "Hal beginian bisa dibandingkan?""Hmph! Sok kalem banget. Aku nggak percaya kalau kamu nggak iri!"Senyum Jinny tetap terjaga, tenang, dan tidak berubah. Nella mendengus, lalu berkata dengan nada dingin, "Terlalu berpura-pura malah jadi kelihatan munafik." Setelah itu, dia beranjak pergi dengan langkah lebar.Senyuman di wajah Jinny perlahan memudar.Tidak jauh dari sana, terlihat dua orang pria yang berdiri bersamaEden berkata, "Semua yang aku jelaskan tadi, sudah paham?
Setelah bergabung dengan Mikha dan Darius, Nadine menuju restoran kecil yang terkenal di media sosial bersama mereka.Saat makan siang, pengunjung tidak terlalu ramai, tetapi mereka tetap harus menunggu dua meja sebelum akhirnya mendapatkan tempat duduk.Sepanjang jalan, Mikha tampak berusaha menahan rasa penasaran. Namun, saat mereka menunggu makanan datang, dia akhirnya tidak bisa menahan diri lagi dan bertanya, "Kak Nadine, kamu kenal pria tampan yang ngasih bunga tadi itu, ya? Mawar kuningnya bagus banget, seleranya lumayan."Nadine mengangguk ringan, menjawab dengan tenang, "Iya, kenal. Dia mantan pacarku.""Hah?"Mikha tidak menyangka mendengar jawaban itu. Dia langsung terdiam dan tidak berani melanjutkan pertanyaan lebih jauh. Sebaliknya, Darius hanya melirik Nadine sebentar tanpa berkata apa-apa.Setelah selesai makan, mereka bertiga pergi ke kantor Freya. Berhubung tidak ada kelas pada sore hari, Freya berencana membawa mereka masuk ke laboratorium.Mikha langsung berseru, "S
Anak pertama meneruskan usaha keluarga, anak kedua menjadi pengacara andal, dan anak ketiga fokus pada penelitian ilmiah."Kamu tadi sore ke tempat Arnold, ada kejadian apa?" tanya Yenny sambil mengerutkan kening, menekankan tiap kata."Ada yang aneh darinya," jawabnya."Aneh gimana?" tanya Adelio penasaran."Waktu aku antar makanan tadi, dia tiba-tiba minta dua porsi! Dua porsi, kamu tahu, 'kan?!"Eh ....Adelio tidak mengerti. "Dua porsi, terus kenapa?""Instingku bilang, anak kita ini mungkin sudah punya pacar!"Kalau tidak, mana mungkin dia minta dua porsi?Adelio awalnya mengira ini berita besar yang mengejutkan, tapi ternyata hanya soal tambahan satu porsi makanan. "Cuma minta tambahan satu porsi makan, kenapa harus heboh? Siapa tahu dia mau makan untuk dua kali, atau mungkin dia bawakan untuk temannya. Kamu ini mikir kejauhan."Sambil bicara, Adelio menuangkan teh ke cangkirnya, menghirup aromanya, lalu mencicipi perlahan. Sikap santainya sangat kontras dengan kegelisahan Yenny.
"Aku memang belum pernah menerbitkan jurnal, belum ada hasil akademi. Tapi, gimana dengan hasil-hasil yang dimiliki Nella selama ini? Memangnya kamu nggak tahu apa-apa?"Mata Diana sedikit berkilat. "Aku nggak paham apa yang kamu maksud.""Kamu mungkin lupa, sebagai putri Keluarga Yudhistira, aku paling nggak kekurangan uang dan relasi. Cuma perlu sedikit uang, aku sudah bisa sewa orang buat cari informasi tentang Nella. Mudah saja. Kamu tahu apa yang aku temukan?"Diana tampak terkejut."Di dunia ini nggak ada hal yang begitu kebetulan. Bu, margamu dan marga Nella sama. Kalian punya hubungan keluarga, 'kan?""Terus, kenapa?" tanya Diana. Nada bicaranya keras, tetapi terkesan rapuh.Clarine tersenyum mengejek. "Kenapa? Nilai Nella waktu SMP jelek banget, tapi pas SMA tiba-tiba jadi genius. Bukan cuma menang berbagai kompetisi, dia juga menerbitkan makalah yang dimuat di majalah bergengsi. Apa perlu aku bantu kamu cari tahu semua detailnya?""Kamu ...." Diana terdiam, tubuhnya gemetar k
Kompetisi Ilmu Hayati Mahasiswa Nasional diadakan setahun sekali. Tiga tahun lalu, kompetisi ini secara resmi masuk dalam daftar peringkat kompetisi mahasiswa nasional untuk perguruan tinggi umum yang dirilis oleh kelompok kerja evaluasi dan manajemen kompetisi perguruan tinggi asosiasi pendidikan tinggi.Sejak saat itu, kompetisi ini menjadi salah satu ajang akademik tingkat nasional yang diakui oleh kementerian pendidikan.Ini juga merupakan kompetisi paling bergengsi di bidang ilmu hayati untuk mahasiswa di seluruh negeri.Kompetisi ini terdiri dari dua kategori, penelitian ilmiah eksploratif dan inovasi kewirausahaan yang dibagi dalam jalur berbeda dan berlangsung dalam periode yang sama.Tujuannya untuk menguji kemampuan inovasi mahasiswa dan proses penelitian eksperimen mereka.Tanpa diragukan lagi, Nadine jelas akan ikut serta. Begitu mendengar kabar ini, Mikha dan Darius langsung bersemangat hingga menggosok tangan mereka. Bagaimanapun, bonus nilai di akhir semester saja sudah
Bahkan, Jinny tidak panik meskipun nilai rata-rata ujian akhirnya hanya 70 dan ada beberapa mata kuliah yang nilainya pas-pasan. Toh dia memang tidak ambil pusing soal itu. Untuk apa capek-capek mikirin hal yang bukan prioritas?Sebagai perempuan, kuliah tinggi-tinggi, mengejar gelar dari kampus top, pada akhirnya tujuannya hanya untuk menikah dengan pria mapan dan hidup enak.Saat ini, dia duduk di antara Nella dan Clarine. Wajahnya tenang, tidak terburu-buru, seolah-olah dia hanya penonton yang tidak terlibat.Nella tahu Jinny punya pacar tajir dan sekarang tidak peduli lagi pada urusan akademik. Wanita ini hanya ingin menikah dengan pria kaya.Nella paling jijik dengan tipe-tipe perempuan yang hanya mengandalkan pria kaya dan ingin hidup sebagai istri manja.Namun, yang membuatnya bingung adalah Eden juga terlihat santai seperti Jinny. Laboratorium mereka sedang dalam masa perbaikan. Selain Diana, orang yang paling panik seharusnya adalah Eden!Beberapa topik riset penting yang dita
Diana menantang, "Pergi saja! Kalau aku kena masalah, kamu juga bakal kena batunya!"Clarine membalas, "Siapa takut ...."Diana menyipitkan mata. "Clarine, kayaknya kamu lupa gimana dulu bisa keterima S2?"Langkah kaki Clarine langsung terhenti.Diana tertawa kecil. "Aslinya kamu itu nggak lulus tes. Kalau bukan karena aku buka jalan untukmu, kamu pikir kamu bisa berdiri di sini hari ini?""Silakan saja kalau kamu mau lapor, aku nggak akan halangi. Pokoknya kalau harus jatuh, kita jatuh bareng. Kalau aku dipecat, kamu yang masuk pakai cara kotor dengan sogok sana sini juga bakal kena. Bagus, 'kan?"Clarine sampai gemetar karena marah. "Dasar nenek sihir jahat!""Jahat?" Diana mendengus. "Kita sama saja."Tanpa nilai tambahan dari proyek, nilai akhir semester Clarine benar-benar menyedihkan. Dia gagal di tiga mata kuliah. Nilai mata kuliah lainnya pun rata-rata cuma 70-an. Kalau orang lain tahu, dia bisa ditertawakan. Bahkan nilai Kaeso si penjilat itu pun lebih bagus dari dia!Setiap k
Selain itu, laboratorium atas nama Diana dilaporkan karena tidak memenuhi standar keselamatan kebakaran dan terpaksa menjalani perbaikan.Sampai sekarang pun perbaikannya belum juga disetujui. Selama masa itu, sudah pasti tidak mungkin ada hasil akademik apa pun. Jadi, dalam rapat kali ini, tim Diana jauh lebih sunyi dibanding sebelumnya.Kaeso yang biasanya setiap rapat selalu menyeringai sinis, kali ini justru diam seperti ayam di kandang.Wajah Clarine pun tampak masam. Karena laboratorium sedang dalam proses perbaikan, proyek riset yang sebelumnya susah payah dia rebut dari Diana juga ikut menguap.Saat dia mencoba meminta Diana mengaturkan proyek lain, dia malah langsung disemprot habis-habisan."Proyek! Proyek! Aku juga ingin proyek! Sekarang labku harus diperbaiki, semua proyek mandek. Terus, aku harus cari di mana buat kamu?""Lagi pula, kalaupun aku punya proyek, kamu yakin sanggup mengikuti ritmenya dan menghasilkan sesuatu yang konkret?""Jangan serakah kalau nggak sanggup!
Nadine sempat termangu, lalu tertawa geli. "Ada! Tentu saja ada! Aku kasih ke kamu, kamu bantu kasihkan ke dia ya?""Oke, oke!"Nadine mengambil beberapa kaleng lagi dan meletakkannya di mobilnya."Hehe. Kak Nad, kamu baik banget!""Aku rasa kamu dan Darius cocok juga." Usai mengatakan itu, Nadine turun dari mobil, lalu menarik koper dan berjalan menuju gedung apartemen.Mikha sama sekali tidak menyadari nada menggoda dalam ucapan tadi. Dia mengeluarkan ponselnya dengan gembira."Halo! Darius! Kamu di apartemen nggak? Aku bawain dendeng dan saus daging sapi buat kamu! Ya, dari Kak Nadine."Di seberang sana, Darius menyahut, "Ya, aku di apartemen. Kamu datang saja.""Oke deh! Aku bakal sampai dalam 20 menit.""Hm, hm."Setelah menutup telepon, Darius segera berlari turun, mengenakan jaket, dan mengganti sepatu. "Nenek, siang ini aku nggak makan di rumah, malam ... malam juga nggak pulang!""Kamu mau ke mana?""Balik ke apartemen!""Eh? Bukannya sudah janji makan di sini hari ini?"Dariu
Terutama Safir, selama dua hari ini tinggal di vila, matanya sudah membaik, pinggang juga tidak sakit lagi. Sepanjang hari dia tersenyum, makannya juga lahap sekali.Corwin sampai memanggil dokter pribadi, sopir, serta pengawal kemari. Sepertinya, mereka sudah siap untuk tinggal lama di sini.Irene sempat khawatir Jeremy tidak terbiasa. Hasilnya ...."Terbiasa dong! Kenapa nggak? Ibu bisa tanam bunga dan sayur bareng aku, Ayah juga bisa main catur sama aku."Sebelumnya, dia justru bingung apa yang harus dilakukannya selama liburan musim dingin. Irene kebanyakan menghabiskan waktu di ruang kerja untuk mengetik. Namun, sekarang Jeremy bukan hanya punya partner bercocok tanam, tetapi juga teman bermain catur.Irene hanya bisa tersenyum. Sepertinya dia yang berpikir terlalu jauh.Jeremy pun terkekeh-kekeh melihat istrinya. "Hehehe."Nadine hanya tinggal dua hari. Hari ketiga, dia langsung balik ke Kota Juanin. Eksperimen belum selesai, tesis juga harus dikejar sebelum tahun baru.Seperti o
Rebut? Stendy langsung tersenyum dan berkata, "Kalau begitu, harus yakin bisa direbut juga."Paulus berkata, "Kalau nggak coba, bagaimana bisa tahu nggak bisa direbut?""Kenapa? Kamu ingin merebut Bibi Irene? Hah. Kamu harus bisa melewati Kakek dan Nenek dulu," kata Stendy.Paulus yang tidak tahu harus bagaimana menanggapinya pun langsung menatap Stendy dengan tajam. "Wanita mana yang sebenarnya sudah meninggalkanmu? Coba ceritakan."Stendy pun terdiam."Bukankah tadi kamu begitu pandai melawan? Kenapa tiba-tiba jadi diam?" sindir Paulus."Kamu juga nggak kenal," jawab Stendy.Paulus juga tidak bertanya lebih lanjut lagi, melainkan mengangkat gelasnya. "Sini. Kita jarang bisa bertemu seperti ini, ayo kita minum."Klang.Setelah mengatakan itu, keduanya bersulang dan menelan kembali kekhawatiran masing-masing.Saat malam makin larut. Stendy yang sudah minum cukup banyak pun pandangannya mulai kabur. Sebaliknya, Paulus yang sudah minum banyak pun ekspresinya tetap terlihat sadar dan tang
"Apa? Pria berengsek ini begitu hebat? Datang ke bar untuk mabuk pun sampai bawa pengawal?" kata gadis itu."Mana tahu," jawab temannya.....Stendy sengaja meminta dua pengawal untuk mendekat. Setelah telinganya akhirnya tenang, dia kembali menuangkan segelas minuman untuk dirinya lagi. Namun, kali ini dia tidak minum dengan liar seperti semalam lagi, melainkan meminumnya perlahan-lahan dan ekspresinya datar. Pada saat itu, pandangannya tiba-tiba berhenti dan fokus pada tempat duduk yang tidak jauh darinya.Saat menyadari ada orang yang mengamatinya, Paulus melihat ke arah yang sama dan ternyata matanya bertemu dengan mata anaknya. Suasananya menjadi hening sejenak dan keduanya langsung mengalihkan pandangan mereka.Setelah berpikir sejenak, Stendy membawa botol minuman dan mendekati tempat duduk Paulus. Dia langsung duduk di samping ayahnya dan bertanya, "Wah, datang buat minum ya?"Paulus melihat ke sekeliling sekilas dan berkata, "Omong kosong."Jika datang ke bar bukan untuk minum