Setelah bergabung dengan Mikha dan Darius, Nadine menuju restoran kecil yang terkenal di media sosial bersama mereka.Saat makan siang, pengunjung tidak terlalu ramai, tetapi mereka tetap harus menunggu dua meja sebelum akhirnya mendapatkan tempat duduk.Sepanjang jalan, Mikha tampak berusaha menahan rasa penasaran. Namun, saat mereka menunggu makanan datang, dia akhirnya tidak bisa menahan diri lagi dan bertanya, "Kak Nadine, kamu kenal pria tampan yang ngasih bunga tadi itu, ya? Mawar kuningnya bagus banget, seleranya lumayan."Nadine mengangguk ringan, menjawab dengan tenang, "Iya, kenal. Dia mantan pacarku.""Hah?"Mikha tidak menyangka mendengar jawaban itu. Dia langsung terdiam dan tidak berani melanjutkan pertanyaan lebih jauh. Sebaliknya, Darius hanya melirik Nadine sebentar tanpa berkata apa-apa.Setelah selesai makan, mereka bertiga pergi ke kantor Freya. Berhubung tidak ada kelas pada sore hari, Freya berencana membawa mereka masuk ke laboratorium.Mikha langsung berseru, "S
Anak pertama meneruskan usaha keluarga, anak kedua menjadi pengacara andal, dan anak ketiga fokus pada penelitian ilmiah."Kamu tadi sore ke tempat Arnold, ada kejadian apa?" tanya Yenny sambil mengerutkan kening, menekankan tiap kata."Ada yang aneh darinya," jawabnya."Aneh gimana?" tanya Adelio penasaran."Waktu aku antar makanan tadi, dia tiba-tiba minta dua porsi! Dua porsi, kamu tahu, 'kan?!"Eh ....Adelio tidak mengerti. "Dua porsi, terus kenapa?""Instingku bilang, anak kita ini mungkin sudah punya pacar!"Kalau tidak, mana mungkin dia minta dua porsi?Adelio awalnya mengira ini berita besar yang mengejutkan, tapi ternyata hanya soal tambahan satu porsi makanan. "Cuma minta tambahan satu porsi makan, kenapa harus heboh? Siapa tahu dia mau makan untuk dua kali, atau mungkin dia bawakan untuk temannya. Kamu ini mikir kejauhan."Sambil bicara, Adelio menuangkan teh ke cangkirnya, menghirup aromanya, lalu mencicipi perlahan. Sikap santainya sangat kontras dengan kegelisahan Yenny.
Mendengar jawaban itu, Yenny tidak bisa menahan diri untuk berkomentar, "Lingkungan di gedung ini benar-benar parah! Sampah berserakan di mana-mana, kotor dan bau. Nggak ada yang bersihkan, ya? Lihat dindingnya, sudah seperti tembok hitam. Pegangannya penuh debu, pasti nggak pernah dilap ...."Nadine melirik jam, menyadari bahwa jika dia terus di sini, dia akan terlambat ke kampus. Melihat bahwa Yenny baik-baik saja, dia tidak ingin mendengar lebih banyak komentar lagi dan memilih untuk langsung pergi.Melihat punggung gadis itu menjauh, Yenny sempat tertegun sejenak, lalu tanpa sadar mengerucutkan bibirnya. Rasa diabaikan itu semakin jelas terasa.Dia mendongak melihat tangga yang masih harus dia lalui. Masih ada beberapa lantai lagi, semuanya dengan kondisi seperti ini ....Yenny menarik napas panjang, menggigit bibirnya, dan melanjutkan mendaki tangga dengan sepatu hak tinggi dengan enggan.Sambil mendaki, dia terus menggerutu, "Tinggal di apartemen luas yang bagus itu nyaman, kenap
"Pak Arnold, selamat malam," sapa Nadine."Kenapa pulangnya malam sekali?" tanya Arnold."Aku tadi habis dari perpustakaan," jawab Nadine sambil berjalan bersama Arnold menuju lantai tujuh."Ngomong-ngomong, kotak makan itu sudah aku cuci bersih. Tunggu sebentar, ya ...."Nadine masuk ke apartemennya dan segera kembali dengan kotak makan di tangannya. Arnold menerimanya sambil tersenyum. Tiba-tiba dia bertanya, "Belakangan ini, Bu Freya lagi bawa kalian untuk kerja di proyek penelitian, ya?""Iya, tapi progresnya agak ....""Aku sempat diskusi sama dia. Pendekatannya ada sedikit masalah. Tapi kamu tahu kan sifatnya? Kalau belum sampai tahap terakhir untuk membuktikan, dia nggak akan mundur."Nadine mengangguk dan menyadari hal yang sama. Dia bahkan sudah menyarankan Freya untuk mempertimbangkan ulang, tapi Freya berpendapat tanpa data yang cukup, mengganti arah penelitian hanya akan menyia-nyiakan usaha bertahun-tahun."Sabtu ini ada waktu? Kita bisa makan bersama dan diskusi bagaimana
"Akhirnya selesai juga!" seru Mikha sambil menutup laptopnya dan menghela napas panjang lega. Di sampingnya, sudah ada tumpukan kaleng minuman kosong.Darius menatap kaleng-kaleng itu sejenak sebelum berkata, "Ayo, aku traktir makan."Nadine dan Mikha tidak sungkan untuk menerima tawarannya. Mereka tahu bahwa kerja sama di antara mereka akan berlangsung lama, jadi akan ada banyak kesempatan untuk saling mentraktir di masa depan.Di restoran mewahLampu gantung kristal memancarkan kilauan yang memukau dan alunan piano yang lembut memenuhi ruangan."Apakah kalian sudah reservasi?" tanya seorang pelayan."Saya sudah reservasi kemarin," jawab Darius, sambil menunjukkan informasi reservasi di ponselnya. Pelayan itu segera mengantar mereka ke meja yang telah disiapkan.Bagi Nadine, tempat ini tidak terlalu asing. Dia tahu bahwa restoran ini memiliki reputasi terbaik di kelasnya, tetapi harga menunya juga termasuk yang tertinggi.Sementara itu, Mikha duduk dengan penasaran. Dia melihat ke sek
Setelah hampir selesai makan, Darius bangkit untuk pergi membayar tagihan. Namun, ketika mereka bersiap untuk meninggalkan restoran, mereka bertemu dengan Kaeso, Nella, Jinny, dan Marvin yang baru masuk.Clarine tidak terlihat bersama mereka, tetapi itu tidak mengherankan. Restoran semewah ini bukanlah tempat yang biasa dia kunjungi."Eh, eh, eh, bukannya ini tiga murid terakhir Bu Freya?" Kaeso langsung menyapa dengan nada mengejek. Senyum di wajahnya tampak ramah, tetapi nadanya penuh sindiran.Nadine, Mikha, dan Darius tidak menggubrisnya.Senyum Kaeso sempat kaku sejenak, tetapi dia tetap melanjutkan, "Kebetulan sekali ya, kita ketemu lagi. Eh, mana Bu Freya? Oh, aku tahu, pasti beliau nggak rela bayar mahal buat traktir kalian di restoran sebagus ini, 'kan? Nggak kayak kita. Hari ini semua biaya ditanggung sama Bu Diana."Dia melanjutkan dengan nada sombong, "Kamu tahu kan, kelompok kita dapat prioritas dari fakultas. Tahun ini sebagian besar dana penelitian diberikan ke kelompok
Kaeso panik. "Kamu ... kamu ngapain?! Percaya nggak kalau aku bisa laporin kamu atas pelanggaran privasi?!"Mikha menanggapi dengan santai, "Ini tempat umum dan aku cuma ngumpulin bukti secara sah. Silakan laporin aku, aku kan cuma rakyat jelata yang rajin, makasih.""Kamu ... kalian ...." Kaeso sampai terengah-engah.Nella yang melihat Mikha benar-benar merekam dengan ponselnya, mengerutkan kening. "Kaeso, kamu itu kenapa sih? Ada penyakit?"Kaeso melongo. "Hah?""Kalau nggak tahu, jangan asal ngomong. Tadi itu kita semua bayar sendiri-sendiri, apa yang mau kamu klaim? Sudah, jangan bikin drama di sini. Cepat makan, selesai langsung balik ke kampus!"Meskipun merasa kesal, Kaeso akhirnya pergi. Namun, dia tidak lupa melotot penuh kebencian ke arah Nadine dan kawan-kawan sebelum melangkah menjauh.Hanya Marvin yang tetap diam di tempat. Bayar sendiri-sendiri ...."Maaf, aku baru ingat ada urusan. Aku balik duluan. Kalian makan aja." Marvin mengucapkannya dengan terburu-buru, lalu melar
Mobil berhenti di ujung gang. Nadine turun, menyusul Darius dan Mikha yang sudah lebih dulu keluar. Nadine melangkah menuju bangunan apartemennya.Cahaya bulan bagaikan aliran air yang lembut, dengan bintang-bintang yang tersebar jarang di langit malam. Angin membawa hawa dari musim panas sehingga membuat suasana sama sekali tidak terasa sejuk.Tiba-tiba, langkahnya terhenti.Di depan apartemen, berdiri seorang pria dengan tangan dimasukkan ke dalam saku dan bersandar santai di bawah pohon. Begitu melihat Nadine, dia langsung berdiri tegak.Senyum kecil terlukis di wajahnya. "Kaget lihat aku di sini?" tanyanya. Stendy berjalan mendekat.Nadine tertegun beberapa detik. "Sedikit.""Sudah mulai terbiasa dengan jadwal kuliahmu?""Sudah.""Jadwalnya padat, ya?"Pertanyaannya langsung mengenai titik kelemahan Nadine. Bukan hanya padat, jadwalnya hampir tidak memberinya ruang untuk bernapas!Stendy mengangkat bahu santai. "Dari ekspresimu, aku sudah tahu jawabannya.""Wajahku sejelas itu?" Na
"Aku memang belum pernah menerbitkan jurnal, belum ada hasil akademi. Tapi, gimana dengan hasil-hasil yang dimiliki Nella selama ini? Memangnya kamu nggak tahu apa-apa?"Mata Diana sedikit berkilat. "Aku nggak paham apa yang kamu maksud.""Kamu mungkin lupa, sebagai putri Keluarga Yudhistira, aku paling nggak kekurangan uang dan relasi. Cuma perlu sedikit uang, aku sudah bisa sewa orang buat cari informasi tentang Nella. Mudah saja. Kamu tahu apa yang aku temukan?"Diana tampak terkejut."Di dunia ini nggak ada hal yang begitu kebetulan. Bu, margamu dan marga Nella sama. Kalian punya hubungan keluarga, 'kan?""Terus, kenapa?" tanya Diana. Nada bicaranya keras, tetapi terkesan rapuh.Clarine tersenyum mengejek. "Kenapa? Nilai Nella waktu SMP jelek banget, tapi pas SMA tiba-tiba jadi genius. Bukan cuma menang berbagai kompetisi, dia juga menerbitkan makalah yang dimuat di majalah bergengsi. Apa perlu aku bantu kamu cari tahu semua detailnya?""Kamu ...." Diana terdiam, tubuhnya gemetar k
Kompetisi Ilmu Hayati Mahasiswa Nasional diadakan setahun sekali. Tiga tahun lalu, kompetisi ini secara resmi masuk dalam daftar peringkat kompetisi mahasiswa nasional untuk perguruan tinggi umum yang dirilis oleh kelompok kerja evaluasi dan manajemen kompetisi perguruan tinggi asosiasi pendidikan tinggi.Sejak saat itu, kompetisi ini menjadi salah satu ajang akademik tingkat nasional yang diakui oleh kementerian pendidikan.Ini juga merupakan kompetisi paling bergengsi di bidang ilmu hayati untuk mahasiswa di seluruh negeri.Kompetisi ini terdiri dari dua kategori, penelitian ilmiah eksploratif dan inovasi kewirausahaan yang dibagi dalam jalur berbeda dan berlangsung dalam periode yang sama.Tujuannya untuk menguji kemampuan inovasi mahasiswa dan proses penelitian eksperimen mereka.Tanpa diragukan lagi, Nadine jelas akan ikut serta. Begitu mendengar kabar ini, Mikha dan Darius langsung bersemangat hingga menggosok tangan mereka. Bagaimanapun, bonus nilai di akhir semester saja sudah
Bahkan, Jinny tidak panik meskipun nilai rata-rata ujian akhirnya hanya 70 dan ada beberapa mata kuliah yang nilainya pas-pasan. Toh dia memang tidak ambil pusing soal itu. Untuk apa capek-capek mikirin hal yang bukan prioritas?Sebagai perempuan, kuliah tinggi-tinggi, mengejar gelar dari kampus top, pada akhirnya tujuannya hanya untuk menikah dengan pria mapan dan hidup enak.Saat ini, dia duduk di antara Nella dan Clarine. Wajahnya tenang, tidak terburu-buru, seolah-olah dia hanya penonton yang tidak terlibat.Nella tahu Jinny punya pacar tajir dan sekarang tidak peduli lagi pada urusan akademik. Wanita ini hanya ingin menikah dengan pria kaya.Nella paling jijik dengan tipe-tipe perempuan yang hanya mengandalkan pria kaya dan ingin hidup sebagai istri manja.Namun, yang membuatnya bingung adalah Eden juga terlihat santai seperti Jinny. Laboratorium mereka sedang dalam masa perbaikan. Selain Diana, orang yang paling panik seharusnya adalah Eden!Beberapa topik riset penting yang dita
Diana menantang, "Pergi saja! Kalau aku kena masalah, kamu juga bakal kena batunya!"Clarine membalas, "Siapa takut ...."Diana menyipitkan mata. "Clarine, kayaknya kamu lupa gimana dulu bisa keterima S2?"Langkah kaki Clarine langsung terhenti.Diana tertawa kecil. "Aslinya kamu itu nggak lulus tes. Kalau bukan karena aku buka jalan untukmu, kamu pikir kamu bisa berdiri di sini hari ini?""Silakan saja kalau kamu mau lapor, aku nggak akan halangi. Pokoknya kalau harus jatuh, kita jatuh bareng. Kalau aku dipecat, kamu yang masuk pakai cara kotor dengan sogok sana sini juga bakal kena. Bagus, 'kan?"Clarine sampai gemetar karena marah. "Dasar nenek sihir jahat!""Jahat?" Diana mendengus. "Kita sama saja."Tanpa nilai tambahan dari proyek, nilai akhir semester Clarine benar-benar menyedihkan. Dia gagal di tiga mata kuliah. Nilai mata kuliah lainnya pun rata-rata cuma 70-an. Kalau orang lain tahu, dia bisa ditertawakan. Bahkan nilai Kaeso si penjilat itu pun lebih bagus dari dia!Setiap k
Selain itu, laboratorium atas nama Diana dilaporkan karena tidak memenuhi standar keselamatan kebakaran dan terpaksa menjalani perbaikan.Sampai sekarang pun perbaikannya belum juga disetujui. Selama masa itu, sudah pasti tidak mungkin ada hasil akademik apa pun. Jadi, dalam rapat kali ini, tim Diana jauh lebih sunyi dibanding sebelumnya.Kaeso yang biasanya setiap rapat selalu menyeringai sinis, kali ini justru diam seperti ayam di kandang.Wajah Clarine pun tampak masam. Karena laboratorium sedang dalam proses perbaikan, proyek riset yang sebelumnya susah payah dia rebut dari Diana juga ikut menguap.Saat dia mencoba meminta Diana mengaturkan proyek lain, dia malah langsung disemprot habis-habisan."Proyek! Proyek! Aku juga ingin proyek! Sekarang labku harus diperbaiki, semua proyek mandek. Terus, aku harus cari di mana buat kamu?""Lagi pula, kalaupun aku punya proyek, kamu yakin sanggup mengikuti ritmenya dan menghasilkan sesuatu yang konkret?""Jangan serakah kalau nggak sanggup!
Nadine sempat termangu, lalu tertawa geli. "Ada! Tentu saja ada! Aku kasih ke kamu, kamu bantu kasihkan ke dia ya?""Oke, oke!"Nadine mengambil beberapa kaleng lagi dan meletakkannya di mobilnya."Hehe. Kak Nad, kamu baik banget!""Aku rasa kamu dan Darius cocok juga." Usai mengatakan itu, Nadine turun dari mobil, lalu menarik koper dan berjalan menuju gedung apartemen.Mikha sama sekali tidak menyadari nada menggoda dalam ucapan tadi. Dia mengeluarkan ponselnya dengan gembira."Halo! Darius! Kamu di apartemen nggak? Aku bawain dendeng dan saus daging sapi buat kamu! Ya, dari Kak Nadine."Di seberang sana, Darius menyahut, "Ya, aku di apartemen. Kamu datang saja.""Oke deh! Aku bakal sampai dalam 20 menit.""Hm, hm."Setelah menutup telepon, Darius segera berlari turun, mengenakan jaket, dan mengganti sepatu. "Nenek, siang ini aku nggak makan di rumah, malam ... malam juga nggak pulang!""Kamu mau ke mana?""Balik ke apartemen!""Eh? Bukannya sudah janji makan di sini hari ini?"Dariu
Terutama Safir, selama dua hari ini tinggal di vila, matanya sudah membaik, pinggang juga tidak sakit lagi. Sepanjang hari dia tersenyum, makannya juga lahap sekali.Corwin sampai memanggil dokter pribadi, sopir, serta pengawal kemari. Sepertinya, mereka sudah siap untuk tinggal lama di sini.Irene sempat khawatir Jeremy tidak terbiasa. Hasilnya ...."Terbiasa dong! Kenapa nggak? Ibu bisa tanam bunga dan sayur bareng aku, Ayah juga bisa main catur sama aku."Sebelumnya, dia justru bingung apa yang harus dilakukannya selama liburan musim dingin. Irene kebanyakan menghabiskan waktu di ruang kerja untuk mengetik. Namun, sekarang Jeremy bukan hanya punya partner bercocok tanam, tetapi juga teman bermain catur.Irene hanya bisa tersenyum. Sepertinya dia yang berpikir terlalu jauh.Jeremy pun terkekeh-kekeh melihat istrinya. "Hehehe."Nadine hanya tinggal dua hari. Hari ketiga, dia langsung balik ke Kota Juanin. Eksperimen belum selesai, tesis juga harus dikejar sebelum tahun baru.Seperti o
Rebut? Stendy langsung tersenyum dan berkata, "Kalau begitu, harus yakin bisa direbut juga."Paulus berkata, "Kalau nggak coba, bagaimana bisa tahu nggak bisa direbut?""Kenapa? Kamu ingin merebut Bibi Irene? Hah. Kamu harus bisa melewati Kakek dan Nenek dulu," kata Stendy.Paulus yang tidak tahu harus bagaimana menanggapinya pun langsung menatap Stendy dengan tajam. "Wanita mana yang sebenarnya sudah meninggalkanmu? Coba ceritakan."Stendy pun terdiam."Bukankah tadi kamu begitu pandai melawan? Kenapa tiba-tiba jadi diam?" sindir Paulus."Kamu juga nggak kenal," jawab Stendy.Paulus juga tidak bertanya lebih lanjut lagi, melainkan mengangkat gelasnya. "Sini. Kita jarang bisa bertemu seperti ini, ayo kita minum."Klang.Setelah mengatakan itu, keduanya bersulang dan menelan kembali kekhawatiran masing-masing.Saat malam makin larut. Stendy yang sudah minum cukup banyak pun pandangannya mulai kabur. Sebaliknya, Paulus yang sudah minum banyak pun ekspresinya tetap terlihat sadar dan tang
"Apa? Pria berengsek ini begitu hebat? Datang ke bar untuk mabuk pun sampai bawa pengawal?" kata gadis itu."Mana tahu," jawab temannya.....Stendy sengaja meminta dua pengawal untuk mendekat. Setelah telinganya akhirnya tenang, dia kembali menuangkan segelas minuman untuk dirinya lagi. Namun, kali ini dia tidak minum dengan liar seperti semalam lagi, melainkan meminumnya perlahan-lahan dan ekspresinya datar. Pada saat itu, pandangannya tiba-tiba berhenti dan fokus pada tempat duduk yang tidak jauh darinya.Saat menyadari ada orang yang mengamatinya, Paulus melihat ke arah yang sama dan ternyata matanya bertemu dengan mata anaknya. Suasananya menjadi hening sejenak dan keduanya langsung mengalihkan pandangan mereka.Setelah berpikir sejenak, Stendy membawa botol minuman dan mendekati tempat duduk Paulus. Dia langsung duduk di samping ayahnya dan bertanya, "Wah, datang buat minum ya?"Paulus melihat ke sekeliling sekilas dan berkata, "Omong kosong."Jika datang ke bar bukan untuk minum