Nadine tertegun. Karena tidak bisa bergerak, dia bahkan tak sempat mengucapkan penolakan. Arnold sudah lebih dulu membantu melepaskan sepatunya. Lalu, kaus kakinya pun ikut dilepas ....Nadine menundukkan kepala menatap Arnold. Ekspresi serius pria itu seolah sedang melakukan sebuah eksperimen penting. Napas Nadine tertahan sejenak, detak jantungnya tanpa sadar menjadi lebih cepat.Sepertinya dia tidak pernah benar-benar memikirkan, kenapa Arnold bisa begitu baik padanya. Mungkin karena memang dia adalah pria yang baik. Bukan hanya kepadanya, tapi juga selalu tulus kepada semua orang.Namun dalam suasana seperti ini, Nadine harus mengakui, perhatian dari Arnold kepadanya terasa ... berbeda. Sekalipun Arnold adalah orang yang sangat baik dan tulus, tak mungkin dia sampai melakukan hal seperti ini kepada orang asing.Setelah melepas sepatu dan kaus kaki, Arnold mengikuti instruksi Levi dan memegang pergelangan kaki Nadine dengan hati-hati.Telapak tangannya agak dingin. Saat ujung jariny
Sepanjang perjalanan pulang, suasana terasa hening. Setelah tiba di depan pintu rumah Nadine, Arnold yang mengantarnya sampai depan pintu akhirnya buka suara. Mengingat suasana aneh tadi, dia merasa perlu menjelaskan."Bibi Moni itu sebenarnya nggak punya maksud buruk, cuma mulutnya agak cerewet, suka bergosip."Nadine terdiam. Penjelasan itu rasanya malah membuat tambah canggung. Untungnya, kejadian kecil tadi tidak terlalu dia pikirkan.Malam itu, dia mengikuti semua instruksi dari Levi. Dia menempelkan plester herbal tanpa terkena air sedikit pun dan sebelum tidur, dia memijat beberapa titik penting di paha menggunakan teknik yang diajarkan oleh Levi.Setelah tidur nyenyak semalaman, keesokan paginya saat bangun, Nadine membuka plester itu dan mencoba menekan bagian yang kemarin sakit. Anehnya, rasa sakitnya benar-benar hilang!Dia langsung berlari keluar dan mengetuk pintu sebelah. Begitu Arnold membukakan pintu, Nadine berkata dengan antusias, "Plester dari Kakek Levi ampuh sekali
Belakangan ini, Darius sedang ada urusan keluarga, jadi belum sempat datang ke laboratorium.Begitu lewat jam lima sore, Mikha mulai merapikan tas ranselnya. "Kak Nadine, aku hari ini janjian makan sama teman, jadi aku duluan ya.""Oke." Nadine menoleh dan melihat Mikha masih menggenggam sepotong biskuit soda. Kalorinya sangat rendah, sepertinya hanya untuk camilan penunda lapar."Hati-hati di jalan," Nadine mengingatkan, lalu kembali menunduk memperhatikan data eksperimen di hadapannya.Setelah Mikha pergi, laboratorium menjadi benar-benar sunyi. Nadine sampai nyaris tak merasa waktu berlalu. Saat dia sadar, langit di luar jendela sudah gelap. Dia mematikan semua peralatan, merapikan sampah di area tempat tinggal kecilnya, lalu membawanya keluar sekalian saat hendak pulang.Nadine masuk ke mobil dan menyalakan mesin dengan gerakan yang sudah sangat terlatih, lalu menurunkan rem tangan.Mobil melaju dengan stabil ke jalan raya.Di tengah perjalanan, saat melewati sebuah persimpangan, N
Akal sehatnya kembali dan otaknya mulai memutar ulang kejadian dengan cepat. Nadine ingat, lampu jauh itu tiba-tiba menyala dan menyorot langsung ke arahnya, membuat matanya silau seketika.Dalam kepanikan, dia refleks menginjak rem. Tak disangka, suara tabrakan pun terdengar ....Namun Nadine yakin, yang ditabraknya adalah benda, bukan manusia. Namun, kenapa bisa ada benda di jalan?Saat lampu jauh itu menyala, sebenarnya jarak pandang Nadine cukup luas. Dia yakin, saat itu jalanan di depannya tidak ada hambatan sama sekali. Secara logika, jika dia tetap melaju lurus, seharusnya tidak akan menabrak apa pun.Kecuali ...Benda itu muncul secara tiba-tiba!Dengan mengesampingkan kemungkinan terjadinya kejadian mistis, maka satu-satunya kemungkinan yang tersisa adalah ... ulah manusia. Namun, Nadine tetap duduk di dalam mobil selama tiga menit penuh dan tidak ada satu orang pun atau kendaraan yang muncul.Alisnya mengernyit. Apa mungkin dugaannya salah?Dia menunggu lagi dua menit. Masih
Melihat sejauh mana drama ini berlangsung, mana mungkin Nadine masih tidak mengerti?Ternyata dia sedang berhadapan dengan sindikat penipuan berkedok kecelakaan.Pria kurus itu berkata, "Dengar nggak, Nona? Hari ini kamu bikin masalah besar. Kalau nggak ganti rugi, kamu nggak akan bisa pergi."Nadine tersenyum. "Kamu bilang kotak besi itu barang pusaka keluarga? Menurutmu aku sebodoh itu?""Huh." Pria tinggi kurus itu ikut terkekeh, "Kotak besinya memang bukan. Tapi isinya barang berharga. Kakak, kalau dia masih keras kepala, tunjukkan saja biar dia puas ...."Lalu, si pria gemuk membuka kotak besi itu. Isinya adalah pecahan-pecahan keramik."Lihat baik-baik! Vas porselen ini peninggalan leluhur kami! Dari zaman kerajaan sampai sekarang, sudah turun temurun lebih dari sepuluh generasi!""Ini porselen asli! Kamu pernah dengar sejarahnya,'kan? Kamu tahu betapa langkanya porselen ini? Di zaman sekarang, levelnya sudah masuk barang lelang kelas dunia!"Si kakek yang tadi hampir pingsan, ki
Pria gemuk itu juga akhirnya berhenti berpura-pura, "Kami ini sudah sangat sopan sama kamu! Kalau di kampung kami, wanita keras kepala seperti kamu sudah dihajar sampai babak belur! Kalau kamu nurut dan kasih satu miliar, kami langsung pergi!"Si kakek menghela napas, lalu mulai berperan pura-pura bijak, "Nona, kenapa harus begini? Kalau kamu tadi nurut dari awal, dua anakku juga nggak bakal marah. Cuma karena uang segitu, kamu rela mempertaruhkan keselamatanmu?""Kami cuma cari uang. Kamu saja nyetir Mercy. Uang satu miliar cuma recehan bagi kamu. Tenang saja, kami orangnya bisa dipercaya. Selama kamu mau bayar, kami langsung pergi dan nggak akan ganggu kamu lagi!"Nadine tak menyangka mereka seberani ini. Sudah tidak memakai kedok sama sekali. Apa bedanya dengan perampokan?Meski belum pernah mengalami situasi seperti ini, dia tetap tahu prinsip mengorbankan harta demi keselamatan. Akan tetapi ... satu miliar? Mustahil.Dengan wajah dingin, dia menjawab, "Aku cuma punya 60 juta. Mau
Nadine menoleh. Stendy menatapnya dengan bingung."Pak Stendy, sepertinya aku merepotkanmu lagi."Stendy sempat tertegun, lalu tersenyum tipis, "Aku suka direpotkan olehmu."Nadine menunduk, "Tapi rasa sukamu itu ... sepertinya aku nggak punya apa pun untuk membalasnya selain dengan ucapan terima kasih. Apakah itu sepadan?"Sebuah kalimat dengan makna ganda.Stendy tidak menyangka Nadine akan berterus terang seperti ini. Dia diam sejenak, lalu tetap tersenyum, "Sejak awal, sikapmu sudah sangat jelas. Tapi, sikapku juga sama jelasnya. Menolak adalah hakmu, tapi bertahan adalah pilihanku. Aku selalu percaya ...."Nadine mengangkat wajah.Stendy menatap matanya, lalu berkata dengan pelan, "Ketulusan akan menembus hati sekeras apa pun. Kalau sekarang belum tembus, berarti waktunya belum tiba.""Kalau waktunya memang nggak pernah datang?" tanyanya."Aku akan terus menunggu.""Itu akan membuatmu kecewa," ujarnya."Aku siap kalah, jadi aku nggak takut," jawabnya.Nadine membungkuk masuk ke da
Di tengah musim dingin yang menusuk, kompleks apartemen tua mulai sepi setelah pukul 9 malam. Lampu jalan di sekitar sering mati. Karena khawatir akan keselamatannya, Arnold selalu turun menunggunya setiap kali ada waktu.Meskipun waktu kepulangan Nadine tidak selalu sama, biasanya hanya selisih 20 atau 30 menit. Namun, malam ini dia terlambat hingga 2 jam, bahkan turun dari mobil Stendy. Arnold menebak, pasti ada sesuatu yang terjadi di jalan.Angin malam bertiup, membawa hawa dingin yang menusuk. Melihat ujung hidung Nadine yang merah karena kedinginan, Arnold berkata, "Ayo masuk, di luar terlalu dingin. Kita bicara di dalam saja."Nadine mengangguk, meniup telapak tangannya yang dingin, lalu berbalik untuk mengucapkan selamat tinggal kepada Stendy.Di bawah sorot lampu malam, dua sosok berjalan berdampingan, langkah mereka pun seirama. Lampu di tangga menyala satu per satu, samar-samar terdengar percakapan ringan.Stendy tetap berdiri di tempatnya, menatap ke arah mereka pergi. Dala
"Aku memang belum pernah menerbitkan jurnal, belum ada hasil akademi. Tapi, gimana dengan hasil-hasil yang dimiliki Nella selama ini? Memangnya kamu nggak tahu apa-apa?"Mata Diana sedikit berkilat. "Aku nggak paham apa yang kamu maksud.""Kamu mungkin lupa, sebagai putri Keluarga Yudhistira, aku paling nggak kekurangan uang dan relasi. Cuma perlu sedikit uang, aku sudah bisa sewa orang buat cari informasi tentang Nella. Mudah saja. Kamu tahu apa yang aku temukan?"Diana tampak terkejut."Di dunia ini nggak ada hal yang begitu kebetulan. Bu, margamu dan marga Nella sama. Kalian punya hubungan keluarga, 'kan?""Terus, kenapa?" tanya Diana. Nada bicaranya keras, tetapi terkesan rapuh.Clarine tersenyum mengejek. "Kenapa? Nilai Nella waktu SMP jelek banget, tapi pas SMA tiba-tiba jadi genius. Bukan cuma menang berbagai kompetisi, dia juga menerbitkan makalah yang dimuat di majalah bergengsi. Apa perlu aku bantu kamu cari tahu semua detailnya?""Kamu ...." Diana terdiam, tubuhnya gemetar k
Kompetisi Ilmu Hayati Mahasiswa Nasional diadakan setahun sekali. Tiga tahun lalu, kompetisi ini secara resmi masuk dalam daftar peringkat kompetisi mahasiswa nasional untuk perguruan tinggi umum yang dirilis oleh kelompok kerja evaluasi dan manajemen kompetisi perguruan tinggi asosiasi pendidikan tinggi.Sejak saat itu, kompetisi ini menjadi salah satu ajang akademik tingkat nasional yang diakui oleh kementerian pendidikan.Ini juga merupakan kompetisi paling bergengsi di bidang ilmu hayati untuk mahasiswa di seluruh negeri.Kompetisi ini terdiri dari dua kategori, penelitian ilmiah eksploratif dan inovasi kewirausahaan yang dibagi dalam jalur berbeda dan berlangsung dalam periode yang sama.Tujuannya untuk menguji kemampuan inovasi mahasiswa dan proses penelitian eksperimen mereka.Tanpa diragukan lagi, Nadine jelas akan ikut serta. Begitu mendengar kabar ini, Mikha dan Darius langsung bersemangat hingga menggosok tangan mereka. Bagaimanapun, bonus nilai di akhir semester saja sudah
Bahkan, Jinny tidak panik meskipun nilai rata-rata ujian akhirnya hanya 70 dan ada beberapa mata kuliah yang nilainya pas-pasan. Toh dia memang tidak ambil pusing soal itu. Untuk apa capek-capek mikirin hal yang bukan prioritas?Sebagai perempuan, kuliah tinggi-tinggi, mengejar gelar dari kampus top, pada akhirnya tujuannya hanya untuk menikah dengan pria mapan dan hidup enak.Saat ini, dia duduk di antara Nella dan Clarine. Wajahnya tenang, tidak terburu-buru, seolah-olah dia hanya penonton yang tidak terlibat.Nella tahu Jinny punya pacar tajir dan sekarang tidak peduli lagi pada urusan akademik. Wanita ini hanya ingin menikah dengan pria kaya.Nella paling jijik dengan tipe-tipe perempuan yang hanya mengandalkan pria kaya dan ingin hidup sebagai istri manja.Namun, yang membuatnya bingung adalah Eden juga terlihat santai seperti Jinny. Laboratorium mereka sedang dalam masa perbaikan. Selain Diana, orang yang paling panik seharusnya adalah Eden!Beberapa topik riset penting yang dita
Diana menantang, "Pergi saja! Kalau aku kena masalah, kamu juga bakal kena batunya!"Clarine membalas, "Siapa takut ...."Diana menyipitkan mata. "Clarine, kayaknya kamu lupa gimana dulu bisa keterima S2?"Langkah kaki Clarine langsung terhenti.Diana tertawa kecil. "Aslinya kamu itu nggak lulus tes. Kalau bukan karena aku buka jalan untukmu, kamu pikir kamu bisa berdiri di sini hari ini?""Silakan saja kalau kamu mau lapor, aku nggak akan halangi. Pokoknya kalau harus jatuh, kita jatuh bareng. Kalau aku dipecat, kamu yang masuk pakai cara kotor dengan sogok sana sini juga bakal kena. Bagus, 'kan?"Clarine sampai gemetar karena marah. "Dasar nenek sihir jahat!""Jahat?" Diana mendengus. "Kita sama saja."Tanpa nilai tambahan dari proyek, nilai akhir semester Clarine benar-benar menyedihkan. Dia gagal di tiga mata kuliah. Nilai mata kuliah lainnya pun rata-rata cuma 70-an. Kalau orang lain tahu, dia bisa ditertawakan. Bahkan nilai Kaeso si penjilat itu pun lebih bagus dari dia!Setiap k
Selain itu, laboratorium atas nama Diana dilaporkan karena tidak memenuhi standar keselamatan kebakaran dan terpaksa menjalani perbaikan.Sampai sekarang pun perbaikannya belum juga disetujui. Selama masa itu, sudah pasti tidak mungkin ada hasil akademik apa pun. Jadi, dalam rapat kali ini, tim Diana jauh lebih sunyi dibanding sebelumnya.Kaeso yang biasanya setiap rapat selalu menyeringai sinis, kali ini justru diam seperti ayam di kandang.Wajah Clarine pun tampak masam. Karena laboratorium sedang dalam proses perbaikan, proyek riset yang sebelumnya susah payah dia rebut dari Diana juga ikut menguap.Saat dia mencoba meminta Diana mengaturkan proyek lain, dia malah langsung disemprot habis-habisan."Proyek! Proyek! Aku juga ingin proyek! Sekarang labku harus diperbaiki, semua proyek mandek. Terus, aku harus cari di mana buat kamu?""Lagi pula, kalaupun aku punya proyek, kamu yakin sanggup mengikuti ritmenya dan menghasilkan sesuatu yang konkret?""Jangan serakah kalau nggak sanggup!
Nadine sempat termangu, lalu tertawa geli. "Ada! Tentu saja ada! Aku kasih ke kamu, kamu bantu kasihkan ke dia ya?""Oke, oke!"Nadine mengambil beberapa kaleng lagi dan meletakkannya di mobilnya."Hehe. Kak Nad, kamu baik banget!""Aku rasa kamu dan Darius cocok juga." Usai mengatakan itu, Nadine turun dari mobil, lalu menarik koper dan berjalan menuju gedung apartemen.Mikha sama sekali tidak menyadari nada menggoda dalam ucapan tadi. Dia mengeluarkan ponselnya dengan gembira."Halo! Darius! Kamu di apartemen nggak? Aku bawain dendeng dan saus daging sapi buat kamu! Ya, dari Kak Nadine."Di seberang sana, Darius menyahut, "Ya, aku di apartemen. Kamu datang saja.""Oke deh! Aku bakal sampai dalam 20 menit.""Hm, hm."Setelah menutup telepon, Darius segera berlari turun, mengenakan jaket, dan mengganti sepatu. "Nenek, siang ini aku nggak makan di rumah, malam ... malam juga nggak pulang!""Kamu mau ke mana?""Balik ke apartemen!""Eh? Bukannya sudah janji makan di sini hari ini?"Dariu
Terutama Safir, selama dua hari ini tinggal di vila, matanya sudah membaik, pinggang juga tidak sakit lagi. Sepanjang hari dia tersenyum, makannya juga lahap sekali.Corwin sampai memanggil dokter pribadi, sopir, serta pengawal kemari. Sepertinya, mereka sudah siap untuk tinggal lama di sini.Irene sempat khawatir Jeremy tidak terbiasa. Hasilnya ...."Terbiasa dong! Kenapa nggak? Ibu bisa tanam bunga dan sayur bareng aku, Ayah juga bisa main catur sama aku."Sebelumnya, dia justru bingung apa yang harus dilakukannya selama liburan musim dingin. Irene kebanyakan menghabiskan waktu di ruang kerja untuk mengetik. Namun, sekarang Jeremy bukan hanya punya partner bercocok tanam, tetapi juga teman bermain catur.Irene hanya bisa tersenyum. Sepertinya dia yang berpikir terlalu jauh.Jeremy pun terkekeh-kekeh melihat istrinya. "Hehehe."Nadine hanya tinggal dua hari. Hari ketiga, dia langsung balik ke Kota Juanin. Eksperimen belum selesai, tesis juga harus dikejar sebelum tahun baru.Seperti o
Rebut? Stendy langsung tersenyum dan berkata, "Kalau begitu, harus yakin bisa direbut juga."Paulus berkata, "Kalau nggak coba, bagaimana bisa tahu nggak bisa direbut?""Kenapa? Kamu ingin merebut Bibi Irene? Hah. Kamu harus bisa melewati Kakek dan Nenek dulu," kata Stendy.Paulus yang tidak tahu harus bagaimana menanggapinya pun langsung menatap Stendy dengan tajam. "Wanita mana yang sebenarnya sudah meninggalkanmu? Coba ceritakan."Stendy pun terdiam."Bukankah tadi kamu begitu pandai melawan? Kenapa tiba-tiba jadi diam?" sindir Paulus."Kamu juga nggak kenal," jawab Stendy.Paulus juga tidak bertanya lebih lanjut lagi, melainkan mengangkat gelasnya. "Sini. Kita jarang bisa bertemu seperti ini, ayo kita minum."Klang.Setelah mengatakan itu, keduanya bersulang dan menelan kembali kekhawatiran masing-masing.Saat malam makin larut. Stendy yang sudah minum cukup banyak pun pandangannya mulai kabur. Sebaliknya, Paulus yang sudah minum banyak pun ekspresinya tetap terlihat sadar dan tang
"Apa? Pria berengsek ini begitu hebat? Datang ke bar untuk mabuk pun sampai bawa pengawal?" kata gadis itu."Mana tahu," jawab temannya.....Stendy sengaja meminta dua pengawal untuk mendekat. Setelah telinganya akhirnya tenang, dia kembali menuangkan segelas minuman untuk dirinya lagi. Namun, kali ini dia tidak minum dengan liar seperti semalam lagi, melainkan meminumnya perlahan-lahan dan ekspresinya datar. Pada saat itu, pandangannya tiba-tiba berhenti dan fokus pada tempat duduk yang tidak jauh darinya.Saat menyadari ada orang yang mengamatinya, Paulus melihat ke arah yang sama dan ternyata matanya bertemu dengan mata anaknya. Suasananya menjadi hening sejenak dan keduanya langsung mengalihkan pandangan mereka.Setelah berpikir sejenak, Stendy membawa botol minuman dan mendekati tempat duduk Paulus. Dia langsung duduk di samping ayahnya dan bertanya, "Wah, datang buat minum ya?"Paulus melihat ke sekeliling sekilas dan berkata, "Omong kosong."Jika datang ke bar bukan untuk minum