Tanyakan pada hatimu. Apa benar itu cinta? Kamu hidup karena suatu alasan jadi jangan pernah menyerah. Kalau kamu menyerah berarti kamu gagal menemukan cinta sejatimu.***Setelah mengetahui kebenaran tentang sang adik dan sang sahabat yang membuatnya menahan emosi, Rayyan mengajak Afikah pulang. Ia sudah tenang karena Afikah dan keluarganya berhasil menenangkannya.Renata memeluk sang bunda dan sang ayah yang duduk mengapitnya“Terima kasih, Ayah. Terima kasih, Bunda. Aku lega bisa melanjutkan hidupku dengan tenang tanpa ada ikatan taaruf yang membelengguku. Aku juga terbebas dari mantan-mantan Kak Kevin yang tingkahnya bar-bar dan membuatku malu saja,” ungkapnya tersenyum cantik.“Alhamdulillah, Sayang. Bunda dan Ayah juga lega. Masalahmu terselesaikan, kami juga sudah tenang tidak menutupinya dari Kakak. Kakak juga enggak marah dan terlihat tenang, meskipun Bunda tahu dia susah payah menahan kemarahannya,” ujar Amirah sambil menghela napasnya lega. “Iya, Ayah sangat bangga padamu,
Kesetiaan sangat dibutuhkan dalam menjalin sebuah hubungan, maka jaga kesetiaanmu jangan pernah sekali-kali mengkhianatinya.(Renata)Saat ini Renata dan Edel sedang berada di kantin fakultas kedokteran. Mereka menunggu Visya yang berbeda fakultas dengan mereka. “Maaf, nunggu lama, ya? Kelasku baru selesai. Banyak banget tugas. Bete banget pokonya. Dosennya killer lagi gantiin Pak Kevin pagi ini,” ucap Visya.“Emang kenapa Pak Kevin?” tanya Edel penasaran.“Pak Kevin sakit. Emang kamu enggak tahu, Ren?” Renata menggeleng. “Aku dan keluargaku sudah memutus proses taaruf dengannya,” ucapnya lirih.“Beneran, Ren?” tanya keduanya bersamaan.“Iya, benar. Dan sekarang aku bebas udah enggak ada yang membelengguku. Aku juga enggak perlu takut dan kesal bila dilabrak sama mantan-mantannya Pak Kevin.“Alhamdulillah. Akhirnya ... kami turut senang, Ren. Beneran deh,” ucap Edel tulus.“Iya, aku juga. Semoga kamu dapat pengganti yang lebih baik dari dosen playboy itu,” ujar Visya sedikit berbisi
Menolong orang yang sudah menyakiti hatiku adalah hal yang sulit, tetapi dengan keikhlasan dan kelapangan dada. Aku akan mudah untuk melakukannya. (Renata)Saat ini Renata, Edel, dan Visyah sudah berada di kafe milik Afikah. Tiga gadis cantik itu memilih duduk di saung paling ujung. Kafe bernuansa perdesaan itu benar-benar membuat pengunjung merasakan berada di perdesaan yang masih asri. Kafe yang dihadiahkan Rayyan pada sang istri saat dua tahun anniversary pernikahan mereka itu tidak pernah sepi pengunjung. “Kalau pesan sepuasnya, aku yang akan membayarnya,” ujar Renata saat ketiganya sudah duduk. Edel dan Visyah segera memanggil pelayan kafe dan memesan apa yang mereka inginkan.“Kak Afikah ada enggak di kafe, Ren?” tanya Edel celingak-celinguk mencari keberadaan Afikah.“Sepertinya enggak ada, deh. Mungkin masih repot urus kedua bocilnya,” ujar Renta setelah memastikan keberadaan sang kakak ipar.Di saat ketiga gadis cantik itu mengobrol, tiba-tiba ponsel Renata berdering. Tert
Rayyan mengajak sang adik menuju ruang UGD di mana Kevin dirawat. Semua itu ia lakukan setelah mendapatkan persetujuan gadis cantik itu untuk membantu Kevin.Di depan ruang UGD Renata melihat kedua orang tua Kevin dengan gurat lelahnya. Melihat kedatangan Renata dan Rayyan, suami istri itu berdiri.“Nak Renata,” sapa Herlina. Wanita paruh baya itu langsung memeluk gadis cantik itu.“Yang sabar, ya, Tan. Kak Kevin pasti sembuh,” ujar Renata menguatkan.“Terima kasih, Nak. Sebenarnya kami malu, putra kami sudah sangat menyakitimu,” isaknya sambil tetap memeluk Renata.“Lupakan, Tan. Saya sudah berusaha melupakan hal itu, Kak Kevin pun pasti akan bisa melupakan semua ini dan memulai hidupnya lagi,” ucap Renata tulus.“Semoga, Nak. Jujur, kami masih berharap gadis baik sepertimulah yang akan menjadi menantu kami, tapi semua itu hanya tinggal harapan. Kamu berhak bahagia, Nak. Terima kasih, sekali lagi sudah mau memaafkan putra kami,” ujar Herlina masih terisak.“Sama-sama, Tan. Aku melaku
Renata memilih langsung pulang ke rumah. Gadis cantik itu ikhlas sudah menolong Kevin, tetapi ia tidak habis pikir laki-laki itu tanpa malu memintanya kembali. Renata pikir saat baru sadar Kevin terlihat sangat menyesali perbuatannya, tetapi saat ia dan Rayyan sudah mengikhlaskan, malah ucapannya melantur. Setelah berkendara dua puluh menit, Renata sampai di rumahnya. Ia mengusap kasar wajahnya sambil menghela napas panjang sebelum keluar dari mobil dan merapikan hijabnya. “Assalamualaikum, semuanya,” sapa gadis cantik itu pada anggota keluarganya yang saat ini sedang berada di ruang makan.“Wa’alaikumussalam,” jawab semuanya serentak.“Ayo makan dulu, Dek! Kamu terlihat lelah sekali, Sayang,” ujar Amirah perhatian.“O iya, bagaimana kondisinya Nak Kevin?” tanya Amirah lagi saat sang putri sudah duduk di kursi sampingnya.“Sudah membaik, Bun,” jawab Renata tak bersemangat.“Kenapa, Sayang? Apa ada masalah lagi?” tanya Amirah khawatir melihat sang putri terlihat kesal.“Bagaimana tid
Perasaan Afikah tidak enak, dia takut terjadi sesuatu pada Bu Panti karena jarang sekali Bu Ranti menghubunginya.Dengan ragu Afikah segera mengangkat panggilan itu. “Assalamualaikum, Bu.”“Wa’alaikumussalam, Nak Afikah. Apa Nak Afikah bisa datang ke sini hari ini? Kalau bisa secepatnya,” ucap Bu Ranti terdengar khawatir.“Iya, Bu, tapi ada apa, ya?” tanya Afikah turut khawatir.“Bu Panti jatuh dari kamar mandi, saat ini tidak sadarkan diri, Nak,” ungkap Bu Ranti lirih.“Astagfirullah, baik, Bu. Saya akan segera ke sana. Kebetulan saya ada di dekat jalan menuju panti,” ujar Afikah khawatir. Setelah mengucapkan salam Afikah segera mematikan sambungan telepon itu. Renata yang sudah ikut mendengarkan apa yang dikatakan Bu Ranti tadi pun ikut khawatir. “Sebaiknya Kakak ngabarin Kak Rayyan kalau kita langsung ke panti. “Iya, Ren. Terima kasih.”Afikah langsung menekan nomor sang suami. Namun, hingga tiga kali ponsel itu tidak diangkat. “Kakakmu pasti. Sibuk ngurusin Aqila dan Fawwas. Seb
Setelah meminum obat yang dibawa Rayyan, Bu Panti segera beristirahat. Sebelum beristirahat beliau meminta Afikah pulang karena merasa tidak enak hati Afikah meninggalkan buah hatinya cukup lama hanya karena dirinya. “Tidak apa, Bu. Aku akan menunggu ibu di sini bersama Renata. Nanti anak-anak biar dijemput Kak Rayyan,” tolak Afikah saat Bu Panti memintanya pulang.“Ibu sudah tidak apa-apa, Nak. Kamu pulang saja. Kasihan mereka, meskipun ada Bu Amirah, tetap saja mereka akan mencarimu. Besok kalau kamu mau datang lagi, ibu tidak akan menghalangimu,” ujar Bu Panti.“Ibu yakin sudah tidak apa-paa?” tanya Afikah memastikan. “Kalau kamu tidak percaya suruh suamimu atau Nak Renata memeriksa ibu lagi. Mereka kan dokter. Tensinya sudah normal juga, kok. Setelah minum obat sudah enggak puyeng lagi,” ungkapnya jujur. Renata tersenyum manis pada Bu Panti begitu juga Rayyan saat namanya disangkut pautkan. Afikah tidak bisa memaksakan kehendaknya, mau tidak mau dia memilih pamit pulang.“Ibu i
Saat ini Renata dan Edel sedang ada di kantin. Formasi mereka tidak lengkap karena Visyah tidak masuk karena sedang sakit. “Bagaimana kalau kita nanti jengukin Visyah, Ren? Pasti sakitnya sedikit parah, secara Visyah enggak pernah bolos kuliah, meskipun sakit,” ucap Edel memberi saran.“Boleh. Sehabis kelas ini kita langsung pulang dan jengukin Visyah.” Renata mengiyakan saran Edel. Toh, rumah Visyah juga searah dengan panti asuhan Afikah. Renata tidak perlu putar balik untuk ke tempat itu. Setelah mengisi perut. Renata dan Edel kembali ke kelas mereka. Ada satu kelas lagi yang harus mereka ikuti. “O iya, Del. Bagaimana izinnya? Apa yokap dan bokopmu udah ngizinin kamu ikut berpetualang.“Itulah, Ren. Papa dan mamaku masih diam tidak merespons. Boro-boro ngasih izin, mereka sama sekali enggak jawab.”“Hadeh, kok gitu, sih. Apa perlu aku turun tangan membujuk mereka, Del. Kalau kamu enggak ikut pasti hidupmu bete banget di rumah. Petualangan kita pun kurang asyik. Apalagi enggak ada