Share

Takdir Cinta (Rayyan dan Afikah) Spin off Ketulusan Hati Ami
Takdir Cinta (Rayyan dan Afikah) Spin off Ketulusan Hati Ami
Penulis: Makhchuena Asma

Bab 1 Mendekatkan Diri pada Keluarga

Cerita ini adalah kelanjutan dari cerita Ketulusan Hati Amirah season 2 yang menceritakan tentang kelanjutan kisah cinta Rayyan dan Afikah, bukan saja perjalanan cinta Rayyan dan Afikah, tetapi juga perjalanan cinta Renata dan Alika anak dari Amirah dan Kenzo juga anak Abizar dan Devina. Untuk mencegah terjadinya kebingungan, sebaiknya membaca Ketulusan Hati Amirah dulu supaya bisa mendapatkan cerita lengkapnya.

***

Cinta sejati memandang kelemahan lalu dijadikan kelebihan untuk selalu mencinta

           (Bacharuddin Jusuf Habibie)

***

Setelah acara selesai, Rayyan bersama keluarganya langsung membawa Afikah ke rumah mereka.

Mobil Rayyan sampai terlebih dulu di rumah karena keluarga yang lain harus mampir untuk fitting seragam untuk pesta resepsi yang diadakan  satu bulan lagi. Mumpung saat ini mereka sedang berkumpul. 

Rayyan segera mengajak Afikah menemui omanya yang saat ini berada di kamarnya. 

Vika tadi memang sengaja tidak ikut ke acara akad nikah karena beralasan tidak enak badan, meskipun Ambar sudah membujuknya namun ia tetap bersih keras tidak mau ikut. 

"Yang, kita ke kamar oma dulu ya! jenguin beliau tadi nggak ikut ke acara kita katanya nggak enak badan," ucapnya lembut sambil menggandeng tangan Afikah. 

Afikah kaget. "Aku nggak salah denger kan, pak dokter panggil aku 'yang' beneran nggak salah denger ‘kan?" batinnya. 

"Hei! Kok malah bengong," ucapnya menyadarkan Afikah, kini mereka sedang berjalan ke kamar Vika. 

"I-iya, Pak," ucapnya. 

"What? Kamu panggil aku apa tadi?" tanya Rayyan sambil menaik turunkan alisnya menggoda Afikah.

"Pak! Emang kenapa,  bukankah sejak dulu aku panggil gitu?" 

"Emang nggak pernah sadar ya kalau sejak dulu aku manggil dirinya pak," batin Afikah.

"Sekarang nggak boleh, sekarang panggilnya harus sayang, nggak boleh panggil pak lagi," ucapnya. 

Afikah menggeleng. "Bagaimana kalau aku panggilnya kak saja,"

"Nggak setuju, karena itu panggilan buat Renata dan Alika juga Arka, bukan buat kamu,"

Afikah mengerucutkan bibirnya, membuat Rayyan gemas padanya. 

"Ya sudah kamu panggil aku mas aja ya," ucapnya. 

Afikah tersenyum. "Iya, aku setuju."

"Tapi sekali-sekali panggil sayang juga aku suka," ucapnya menggoda. 

Tidak Rayyan sangka menggoda Afikah membuatnya merasa senang. Kini dirinya mempunyai hobi baru menggoda sang istri. 

Tok, tok, tok!

Rayyan mengetuk pintu kamar sang oma.

"Masuk ...."

Rayyan dan Afikah masuk ke kamar itu. Vika terkejut dengan kedatangan keduanya.

"Ka-kalian ... ehm,  kapan kalian datang? Emang acara sudah selesai?" tanyanya. 

"Iya, Oma. Kami sudah datang! Alhamdulillah  acaranya sudah selesai dan berjalan lancar, semua ini tidak luput karena doa oma juga," ucap Rayyan.

Vika tersenyum tipis. "Alhamdulillah, kalau sudah selesai dan lancar,"  ucap Vika. Ia melirik ke arah Afikah yang sejak tadi menunduk.

"Oma, kakak membawa Afikah ke sini untuk menemui dan menjenguk Oma," ucap Rayyan. 

"Assalamualaikum, Oma. Bagaimana keadaan Oma sekarang?" sapa Afikah  sambil tersenyum tulus pada Vika. 

"Wa'alaikumussalam, Oma nggak apa-apa, mungkin sedikit capek sekarang sudah tidak apa-apa kok," jawab Vika datar .  

"Bagaimana kalau saya pijitin Oma," tawarnya.

"Ee ... enggak usah, pasti kalian capek, kalian istirahat saja,  Oma juga mau istirahat tadi habis minum obat, Oma sedikit mengantuk," ucapnya berbohong. 

Afikah tersenyum dan menghargai permintaan Vika, ia tidak memaksanya.

"Bawa istri kamu untuk istirahat, Kak!" pintanya.

Rayyan yang melihat sang oma sudah tidak nyaman karena ada Afikah segera mengajak Afikah pergi dari kamar itu.

"Kita biarkan Oma istirahat ya! kita ke kamar juga istirahat," ajak Rayyan 

Afikah tersenyum. Mereka berdua keluar dari kamar Vika setelah berpamitan pada Vika. 

Rayyan mengajak Afikah ke kamarnya. Rayyan membuka pintu kamarnya semerbak aroma maskulin khas Rayyan tercium saat Afikah masuk ke kamar itu. Bau yang sudah sangat dirinya hafal, bau parfum pemuda yang saat ini menjadi suaminya. 

"Selamat datang di kamar aku, yang sekarang menjadi kamar kita berdua," ucapnya.

"Terima kasih, Mas."

Rayyan menggandeng tangan Afikah, ada perasaan canggung saat dirinya masuk kamar itu.

Rayyan masih menggandeng tangan  Afikah dan tak mau melepasnya. 

Afikah mulai gelisah, malu dan canggung. Rayyan menyuruh Afikah duduk di ranjangnya. Ia tak hentinya memandang Afikah, membuat gadis itu semakin malu, semburat merah di pipinya menandakan bahwa saat ini dirinya begitu malu. Rayyan semakin mendekat ke arah Afikah. 

"A-aku  mau ke kamar mandi, Mas," ucapnya. 

Afikah segera berdiri. Ia langsung menuju kamar mandi. Rayyan tersenyum karena sudah berhasil menggoda istrinya.

Di dalam kamar mandi, Afikah masih mondar-mandir, ia mencoba meredam debaran di dadanya atas sikap Rayyan tadi. Bukannya Afikah belum siap, sudah menjadi tugasnya sebagai seorang  istri melayani suaminya. Namun, ia masih merasa canggung, ini terlalu cepat untuknya. 

Afikah ingin mengganti kebaya yang ia pakai dan juga mandi untuk menghilangkan capek di tubuhnya. Selesai mandi ia bingung harus memakai apa? Karena tas yang berisi pakaiannya masih berada di mobil yang lain. Afikah melihat ada piyama handuk, ia berinisiatif untuk memakainya. 

Afikah keluar dari kamar mandi hanya  menggunakan piyama handuk, dengan rambut yang masih basah dililit dengan handuk, hijab yang ia gunakan tadi terjatuh dan basah saat ia melepasnya. 

Rayyan terlihat sibuk memainkan ponselnya, ia tidak menyadari kedatangan Afikah.

Afikah bingung harus memakai apa, tubuhnya sudah sedikit kedinginan karena kelamaan di kamar mandi. 

Afikah duduk di sofa panjang karena sejak tadi Rayyan masih sibuk dengan ponselnya tidak menghiraukan kehadirannya. Afikah kedinginan, tubuhnya masih belum bisa beradaptasi dengan ruangan ber AC dalam waktu cukup lama. 

Haciing!

Suara bersin Afikah menyadarkan Rayyan dari aktivitasnya, chating bersama sahabat-sahabatnya. 

Rayyan mencari sumber suara tadi, di lihatnya Afikah duduk meringkuk menghadap ke jendela balkon kamarnya. 

"Sayang ... kamu kenapa pakai piyama handuk yang sedikit basah, nanti kamu masuk angin," ucapnya khawatir.

"A-aku gerah memakai kebaya tadi, tas ranselku juga belum sampai," ucapnya polos. 

"Kenapa nggak tanya aku?"

"Maaf, tadi saya lihat mas sibuk dengan ponselnya, saya takut mengganggu," ujarnya. 

"Maaf ya, aku tadi nunggu kamu lama di kamar mandi, terus di ponsel aku ada banyak chat dari sahabat-sahabat aku, jadi aku balesin mereka," jelasnya. 

Afikah mengangguk. 

Rayyan mengajak Afikah menuju  walking closednya.

Afikah terpanah dengan barang-barang mewah koleksi Rayyan, mulai dari sepatu, tas, sandal, jas. Semua tertata rapi di sana. 

"Yang, ini milik kamu, semua sudah tertata rapi di sini mulai dari gamis, tunik, celana, outher,  cardigan, hijab, sepatu, sandal dan tas, semua milik kamu," ucap Rayyan sambil menunjukkan walking closed berisi pakaian dan barang-barang wanita, dan semua itu barang-barang baru dan bermerek.

Afikah ternganga, Rayyan sudah menyiapkan semua untuknya. Afikah meneteskan air mata. Tidak menyangka Rayyan memperlakukannya seperti ini.

"Hei, kenapa nangis, hm ...?" tanyanya.

Afikah menggeleng, Rayyan mengelap air mata itu. Memeluk tubuh Afikah, mencium harum sampo di rambut Afikah yang sudah tidak tertutup handuk yang melilitya tadi. Afikah masih menenggelamkan kepalanya di dada bidang Rayyan membuat tubuh Rayyan mendapat reaksi berbeda sebagai pria normal. Mereka larut dalam perasaan. Tak mau sedikit pun melepas pelukan. Hingga Rayyan semakin berani berbuat lebih pada sang istri.

Rayyan menggendong tubuh Afikah ke ranjangnya, meminta persetujuan Afikah sebelumnya untuk melakukan penyatuan,  ini baru pertama kali dirinya melakukan ini begitu juga Afikah. Tidak lupa mereka berdoa sebelum melakukan penyatuan. 

Mereka berdua larut dalam gairah, Afikah memberikan mahkotanya yang selama ini ia jaga untuk suaminya, menyempurnakan tugasnya sebagai seorang istri melayani kebutuhan biologis sang suami, melakukan aktivitas yang sudah halal untuk mereka lakukan bahkan mendapatkan keridhoan dari Allah.

Entah mereka sudah melakukannya berapa kali, saat ini mereka sama-sama masih tertidur pulas.

Pukul setengah lima sore, Rayyan terbangun dari tidurnya. Mendapati Afikah yang terlelap di sampingnya membuat hatinya menghangat, mengingat aktivitasnya siang tadi bersama Afikah membuatnya tersenyum.

"Terima kasih, aku akan  menjagamu dan akan selalu mencintaimu," lirihnya sambil mencium kening Afikah.

Afikah menggeliat,  ia tersenyum. Seketika ia terkejut saat mendapati Rayyan duduk di sampingnya telanjang dada, perlahan ia mengingat aktivitasnya siang tadi, malu menjalar di hatinya, ia menunduk hingga Rayyan semakin ingin menggodanya,  Rayyan mulai mendekat, Afikah yang menyadari itu, ia mulai berkilah. 

"A-aku mau ke kamar mandi, pingin pipis," ucapnya malu.

Namun, sebelum  beranjak, ia merasakan nyeri di bawahnya. Membuatnya refleks sedikit menjerit karena sakit saat di buat berjalan. 

"Aw sakit!" jeritnya. Membuat Rayyan panik. Rayyan yang sudah memakai celana pendek mendekat Afikah.

"Sakit, ya? Maaf ... mungkin tadi aku terlalu kasar mainnya, maaf, ya," ucap Rayyan khawatir.

Afikah terdiam, malu rasanya. Apa lagi barusan Rayyan bilang seperti itu. 

Tidak mau menunggu lama Rayyan langsung menggendong tubuh Afikah menuju kamar mandi, ia meletakkan tubuh Afikah di bath up dan menyuruh Afikah untuk berendam air hangat untuk mengurangi nyerinya.

"Kamu berendam dulu, ya. Supaya nyerinya sedikit hilang," ucapnya perhatian.

Dengan malu-malu Afikah mengangguk. 

"Aku mandi dulu, setelah ini kita salat Asar berjamaah,  waktunya sudah sedikit mepet."

Afikah mengangguk mengerti.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status