Sepuluh bus wisata berukuran besar sudah terparkir rapi di halaman SMA Antariksa Jakarta. Para murid berbondong-bondong untuk masuk ke dalam aula indoor di sekolah. Sebelumnya, mereka berpamitan dengan orangtuanya dan berpelukan untuk melepas rindu nanti ketika mereka berada di Bali. Jam sudah menunjukkan pukul satu pagi yang artinya satu jam lagi bus akan segera berangkat.
Para murid kini sedang berkumpul di aula indoor untuk diberikan pembekalan oleh kepala sekolah dan guru kesiswaan. Kepala sekolah memulai pembekalannya diawali dengan mengucapkan salam kemudian memberikan arahan kepada para murid. Beliau juga tidak lupa untuk memperingatkan kepada para murid agar berhati-hati dalam betindak dan bertingkah laku karena mereka akan mengunjungi daerah milik orang lain. Oleh karena itu, para murid harus menjaga tata karma dan perilaku ketika berada di Bali besok. Kemudian dilanjutkan oleh guru kesiswaan yang juga memberikan arahan kepada para murid ketika sampai di Bali.
Setelah itu, para murid diarahkan untuk segera menuju ke bus masing-masing kelas. Dimulai dari kelas IPA kemudian kelas IPS berbaris dan mengantre untuk masuk ke busnya. Tiga puluh menit pun terlewat dan semua murid sudah duduk rapi di bangku busnya masing-masing. Tour guide segera memulai untuk mengabsen murid satu per satu. Haris sedari tadi menoleh ke arah jendela di sebelah kanannya dan Putra menoleh ke arah jendela di sebelah kiri. Mereka berdua terlihat sedang mencari seseorang. Ketika tour guide memanggil satu nama, tidak ada murid yang mengangkat tangannya.
Felix Anderson, laki-laki berdarah Australia-Indonesia itu ternyata tidak berada di dalam bus. Haris, Putra, dan Hugo telah menelpon dan memberikan pesan kepada temannya itu berkali-kali sejak mereka sudah berkumpul di aula sekolah. Mereka pikir Felix akan terlambat, tetapi nyatanya ia telah terlambat lebih dari satu jam dan sekarang bus akan segera berangkat. Tour guide kemudian meminta para murid di bus untuk menghubungi Felix secepatnya karena jika ia tidak datang tepat waktu maka ia akan ditinggal oleh bus rombongan. Haris kemudian tersenyum lega ketika melihat mobil sport hitam yang baru saja terparkir di seberang bus. Terlihat laki-laki menggunakan hoodie hitam yang sedang menggendong tas ransel cukup besar sedang menyebrang jalan menuju ke arah bus mereka.
“Orangnya lagi nyeberang, Pak,” ujar Haris kepada tour guide. Para murid di dalam bus pun ikut lega ketika melihat Felix sudah masuk ke dalam bus lewat pintu depan.
“Maaf, Pak, saya terlambat. Tadi saya ketiduran,” ucap Felix kepada guru pendamping yang duduk di bangku depan. Ia kemudian segera menuju ke bangkunya tepat di sebelah Haris. Ia meletakkan tas ranselnya di atas tempat duduknya dan segera menjatuhkan pantatnya ke bangku yang empuk.
“Padahal gue udah ngingetin lo semalem jam dua belas, mending nggak usah tidur sekalian,” tukas Haris kepada teman di sebelahnya.
Felix tidak menghiraukan ucapan Haris dan memakai kupluk hoodie-nya. Ia kemudian memejamkan matanya dan berkata, “Ngomelnya nanti aja, sekarang gue ngantuk.”
Ketika semuanya sudah siap, sopir bus segera menjalankan busnya dan mulai mengganti lampu bus yang tadinya putih terang menjadi biru redup. Guru pendamping menyuruh para murid untuk beristirahat karena perjalanan panjang mereka akan segera dimulai. Beberapa murid ada yang menaati perintah dari guru tetapi ada juga murid yang tetap terjaga. Contohnya seperti beberapa murid perempuan yang saat ini mulai menyalakan lagu di speaker kecil dan mic portable yang telah mereka bawa untuk karaoke bersama di bus. Selain itu, Putra mengajak teman di bangku belakangnya, Hema, untuk bermain game bersama. Hugo pun sudah memejamkan matanya seperti Felix ketika tour guide sedang mengabsen para murid sedangkan Haris segera memasukkan earphone ke dalam telinganya dan menyalakan musik favoritnya.
Di lain tempat, tepatnya kelas IPA 3 atau kelas milik Marsha saat ini sedang ricuh karena para murid laki-laki meminta tour guide untuk menyalakan televisi dan mereka memulai karaoke bersama. Bahkan, guru pendamping yang seharusnya menyuruh para murid untuk beristirahat justru ikut berkaraoke bersama para murid laki-laki. Maklum, umur boleh tua tetapi jiwa masih tetap muda. Terdapat beberapa murid yang memegang mic dan bernyanyi bersama guru pendamping dan terdapat pula murid yang menari untuk mengiringi lagu yang sedang dinyanyikan tersebut.
Marsha hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah teman kelasnya itu. Terlebih lagi Lia, sahabatnya itu juga ikut bernyanyi bersama para laki-laki. Marsha yang tidak tertarik dengan kegiatan tersebut lantas memasukkan earphone ke dalam telinganya dan segera menyalakan musik. Kemudian ia beralih ke aplikasi pesan yang di sana terdapat pesan dari kekasihnya tetapi belum sempat ia jawab. Di dalam pesannya, Haris menanyakan bagaimana suasana di dalam bus Marsha. Tanpa pikir panjang Marsha segera menekan tombol yang akan beralih menjadi video call kepada Haris. Tidak lama kemudian Haris mengangkat panggilan dari Marsha.
“Kok gelap, Ris?” tanya Marsha ketika melihat layar yang menunjukkan Haris tidak terlihat apa pun, hanya terlihat sedikit wajah kekasihnya yang tampan karena pancaran sinar dari layar ponselnya.
“Udah pada tidur nih. Apaan tuh kok berisik banget?” ucap Haris. Marsha kemudian mengalihkan kameranya menjadi kamera belakang dan menunjukkan suasana busnya saat ini.
“Biasa, ulahnya Sadam sama temen-temen. Kok kelasmu kayak sepi banget, Ris?” tanya Marsha. Ia tidak mendengar suara bising dari seberang sana.
“Tadi sih ada yang karaokean tapi sekarang udah pada tidur. Disuruh istirahat sama guru,” balas Haris.
“Kalau di sini malah gurunya juga karaokean, Ris. Lihat tuh,” ucap Marsha mengarahkan kameranya ke Pak Budi, guru seni rupa favorit semua murid, yang sedang asyik bernyanyi.
“Oh guru pendampingmu ternyata Pak Budi, pantes aja nggak disuruh tidur. Nggak kayak kelasku sama Bu Ani baru masuk aja langsung disuruh istirahat,” keluh Haris. Memang biasanya guru perempuan yang masih muda akan lebih ketat jika berhubungan dengan para murid, tidak seperti guru tua yang sudah santai jika mengurus para murid.
“Yang sabar, ya, pacarku yang ganteng,” ucap Marsha kemudian tertawa dan Haris hanya terkekeh ketika mendengar ucapan kekasihnya.
“Ris, geser dong,” Tiba-tiba muncul suara serak dan berat dari arah Haris. Kemudian muncul kepala yang tertutup hoodie bersandar di bahu Haris.
“Siapa tuh, Ris?” tanya Marsha.
“Si Bule, Sha,” jawab Haris. Marsha hanya mengangguk ketika mengetahui jika orang yang berada di sebelah kekasihnya adalah Felix.
“Sha, gue pinjem Haris dulu, ya, selama study tour. Mau gue peluk-peluk buat bantal. Nanti gue balikin lagi kalau study tour udah selesai,” ucap Felix di seberang sana. Haris kemudian hanya berdecih mendengar ucapan temannya itu.
“Najis, ya, pelukan sama lo. Mending sama Marsha, iya nggak Babe,” cicit Haris. Marsha hanya menggelengkan kepalanya mendengar ucapan Haris.
“Udah dulu, ya, Ris. Bateraiku low, mau aku charge dulu,” ucap Marsha.
“Yaudah, good night cantik. Sampai ketemu besok, ya,” jawab Haris di seberang.
“Aku tutup dulu, ya.”
Marsha kemudian segera mematikan video call-nya dengan Haris dan mencari charger ponsel di tasnya. Setelah menemukan ia segera mecolok kepala charger ke dalam stop kontak di atas bangkunya. Marsha kemudian beralih menggunakan hoodie yang dibelinya bersama sang kekasih. Marsha pun akhirnya mulai memejamkan matanya untuk segera tidur karena para murid yang tadinya sedang karaoke bersama terlihat sudah menyelesaikan aktivitasnya. Salah satunya adalah Lia, ia kini sudah kembali duduk di sebelahnya dengan keringat di dahinya. Setelah mengelap keringat di dahinya, Lia pun ikut terlelap di sebelah Marsha dengan bantal berbentuk huruf U yang kini sudah bertengger di lehernya.
Epilog: The Good EndingTidak ada yang pernah menduga tentang takdir seseorang. Haris dan Marsha yang sudah menjadi sepasang kekasih sejak SMA ternyata benar-benar menjadi sepasang kekasih yang melanjutkan sampai di pelaminan. Marsha yang awalnya berpikir akan berakhir menikah dengan Felix pun ternyata salah. Setelah semua masa lalu kelam dan pedih yang Marsha alami, ia akan tetap kembali kepada Haris. Sejauh apa pun Marsha berlari, Tuhan akan selalu berusaha untuk mempertemukan mereka berdua. Seperti yang disebut dengan takdir, Haris dan Marsha adalah sebuah takdir yang telah ditetapkan oleh Tuhan dan tidak bisa diganggu gugat.Sama seperti Marsha, Felix yang awalnya mengira bahwa Marsha adalah takdirnya ternyata salah besar. Sejauh apa pun Felix berusaha untuk meraih Marsha, pria itu tetap tidak bisa menggapainya. Cinta yang Felix pendam sejak pertama kali bertemu dengan Marsha pada kenyataannya tidak akan pernah bisa terbalaskan. Walaupun pada
Waktu hanya tinggal tersisa dua hari lagi menuju hari bahagia. Segala persiapan sudah Marsha dan Haris lakukan. Mereka berdua berhasil menyiapkan pernikahan hanya dalam rentang waktu satu minggu saja. Tentu saja, mereka berdua tidak melakukannya sendiri. Haris dan Marsha dibantu oleh masing-masing kedua orangtua mereka dan juga sahabat serta teman dekat mereka. Namun, sebelum itu, Marsha harus membatalkan segala proses di Swiss yang pada awalnya akan menjadi hari penikahan Marsha dan Felix. Akan tetapi, ternyata segala urusan tersebut sudah diselesaikan oleh Felix seorang diri.Salah satu rekan kantor Felix, Juan, kemarin menelepon Marsha secara mendadak. Pria itu berkata bahwa seluruh proses yang sudah disiapkan mulai dari gedung, peralatan, gaun dan jas, serta wedding organizer sudah dibatalkan oleh Felix. Karena pembatalan tersebut Marsha dan Felix harus merelakan biaya yang cukup banyak yang mereka gunakan sebagai modal pernikahan. Namun, sayangnya yang membuat Marsha kec
Setelah sekian lama berusaha untuk menghilang dan bersembunyi dari orang-orang yang dikenal, Marsha akhirnya memberanikan diri untuk kembali terbang ke negara tempat di mana ia lahirkan, Indonesia. Marsha berangkat kembali menuju ke Indonesia bersama dengan Willy dan Haris yang siap mendampingi kapan pun dan di mana pun ia berada. Marsha awalnya menolak mentah-mentah ketika Haris mengajaknya untuk kembali ke Indonesia. Namun, perlahan demi pasti, akhirnya Haris berhasil membujuk wanita itu agar mau kembali ke Indonesia untuk bertemu sahabat dan teman-temannya terutama kedua orangtuanya.Siang ini, pesawat yang Marsha, Haris, dan Willy naiki sudah mendarat di bandara internasional Indonesia. Haris menggenggam tangan Marsha sambil menggendong Willy dan mengajak mereka untuk segera keluar dari bandara. Tujuan pertama mereka adalah apartemen milik Haris. Tentu saja, Marsha masih belum siap jika setelah ini ia langsung bertemu dengan kedua orangtuanya setela
Hingga sampai pagi ini, Marsha masih belum mendapatkan kabar apa pun dari Felix. Ia sudah berulang kali memberikan pesan dan menelepon kepada Felix tetapi hasilnya tetap sama, tidak ada jawaban apa pun. Bahkan ketika Marsha berusaha untuk menanyakan Felix melalui Juan, pria itu tidak bisa memberitahunya. Padahal, Marsha sudah memilih gaun pengantin untuk dirinya dan juga jas tuksedo untuk Felix di butik fitting kemarin. Marsha sudah bersusah payah untuk memilih jas tuksedo yang cocok digunakan untuk Felix. Ia takut jika jas tuksedo yang dipilihnya tidak sesuai dengan selera pakaian Felix.Saat ini, Marsha sedang merapikan pakaian di lemarinya sembari membersihkan kamarnya yang terlihat berantakan. Sekitar tiga puluh menit yang lalu, Marsha sudah mengantarkan Willy ke sekolah dan ia akan menjemputnya kembali pada pukul sebelas siang nanti. Sebenarnya hari ini adalah jadwal Marsha dan Felix untuk bertemu dengan agen wedding organizer yang sudah mereka pilih untuk menentukan tem
Hari ini adalah jadwalnya bagi Marsha dan Felix untuk melakukan fitting gaun pengantin untuk Marsha dan jas tuksedo untuk Felix. Wanita itu sudah siap dengan dirinya setelah selesai mengantarkan Willy ke sekolah. Akan tetapi, sejak tadi malam Marsha tidak mendapatkan kabar dari Felix. Pria itu tidak membalas pesan dari Marsha sejak sore hari kemarin. Hal itu pun membuat jadwal perjanjian mereka dengan butik untuk melakukan fitting diundur. Marsha sendiri sudah berusaha untuk menghubungi Felix berulang kali tetapi hingga sampai saat ini ia tidak mendapatkan balasan apa pun.Apakah Felix marah dengan Marsha karena sikap anehnya kemarin? Marsha bisa menebak akan hal itu karena perubahan sikap Felix tepat setelah mereka selesai membeli cincin pernikahan. Felix bahkan tidak mengajaknya berbicara terlalu sering saat mereka berdua berada di dalam mobil. Karena hal itulah Marsha akhirnya berusaha untuk menghilangkan mood buruk dan mengalahkan rasa egonya demi mengajak Felix mengobrol
Ternyata, hari itu adalah pertemuan terakhir Haris dan Marsha. Setelah bertemu dan berbincang dengan Felix di kafetaria hotel, Haris memutuskan untuk pulang kembali ke Jerman pada esok hari. Pria itu benar-benar sudah merelakan Marsha demi kebahagiaan wanita itu sendiri. Haris tidak boleh egois, bukan hanya dia lah yang menderita selama ini. Akan tetapi, Marsha ternyata lebih menderita darinya. Oleh karena itu, Haris sudah merelakan Marsha kepada Felix dan berharap mereka berdua akan menjalankan hidup yang harmonis.Setelah pertemuan Haris dan Felix di kafetaria, mereka berdua kembali menjadi akrab seperti dahulu. Baik Haris maupun Felix, mereka berdua meminta maaf satu sama lain atas kesalahan yang telah mereka perbuat. Felix meminta maaf karena tidak memberitahu tentang Marsha selama ini kepada Haris sedangkan Haris meminta maaf karena tadi ia memukul Felix sampai berdarah dengan penuh emosi. Pada saat itu pun mereka mulai bertukar tentang banyak cerita. Pertemanan mereka y