Share

Chapter 2 : Who Don't Know?

Siapa sih yang enggak kenal sama Haris dan Marsha? Pasangan favorit sebagian besar warga SMA Antariksa Jakarta. Menurut mereka, Haris dan Marsha layaknya pasangan Barbie dan Ken, sama-sama cantik dan tampan, enggak bakal ada yang bisa menyangkal. Haris dan Marsha selalu berangkat ke sekolah bersama, makan di kantin bersama, dan pulang sekolah pun bersama. Bukan hanya para murid yang mendukung mereka berdua, tetapi para guru pun ikut serta menjadi pendukung hubungan Haris dan Marsha.

Tidak seperti murid kebanyakan, Haris dan Marsha merupakan salah satu dari jajaran murid berprestasi di sekolah. Hal itulah yang membuat mereka berdua disukai oleh sebagian besar warga SMA Antariksa Jakarta, kecuali bagi segelintir orang yang membenci mereka. Apalagi bagi para guru, mereka menganggap Haris dan Marsha seperti anak emas di SMA Antariksa Jakarta. Sudah cantik dan tampan, pintar, tidak suka berbuat ulah, mana ada guru yang tidak menyukai murid seperti Haris dan Marsha.

Sudah menjadi tradisi bagi Haris untuk memenangkan OSN, Olimpiade Sains Nasional, setiap tahun. Haris adalah salah satu dari murid berprestasi yang selalu mendapatkan juara satu di mata pelajaran Fisika. Piala yang ia dapatkan terjejer rapi di lemari miliknya. Hari ini, Haris dan teman-temannya yang telah memenangkan OSN sudah berdiri di atas mimbar kecil di lapangan SMA Antariksa Jakarta untuk menerima piala dan medali emas. Kepala sekolah memberikan sambutan sebagai pembukaan, dan ucapan selamat bagi para murid yang telah memenangkan OSN tahun ini.

Namun, kali ini Marsha tidak berada di sebelah Haris untuk menerima piala dan medali dari hasil juara OSN karena Marsha memutuskan untuk tidak mengikuti OSN tahun ini. Padahal tahun ini adalah tahun terakhir baginya untuk mengikuti berbagai olimpiade. Hal itu karena Marsha ingin fokus pada tujuannya yaitu mengejar beasiswa kedokteran di universitas luar negeri. 

Akan tetapi, Haris tidaklah seperti Marsha. Ia tetap mengikuti olimpiade meskipun sebentar lagi akan menduduki kelas 12, kelas di mana semua murid sudah harus mempersiapkan masa depan mereka dengan mengikuti berbagai ujian masuk perguruan tinggi. Mungkin karena otaknya yang sangat encer membuat Haris tidak pusing untuk mengikuti olimpiade sekaligus mempersiapkan diri untuk mengikuti ujian masuk perguruan tinggi.

“Selamat, ya, si langganan dapet piala.” Marsha berjalan mendekati Haris yang sedang mengobrol dengan temannya di depan kelas. Apel pagi tadi hanya dilaksanakan dengan waktu yang singkat karena kegiatannya hanya memberikan piala dan medali emas bagi para murid berprestasi serta amanat singkat dari kepala sekolah.

“Nggak ngaca, ya? Kamu juga langganan dapet piala, baru kali ini aja enggak,” ujarnya membalas perkataan Marsha. Teman Haris yang awalnya sedang mengobrol dengannya pamit pergi karena sang pujaan hati Haris sudah datang.

“Ris, gue masuk ke kelas dulu, ya.” Haris mengangguk kepada temannya dan beralih menatap Marsha.

“Nanti sore nggak ada jadwal bimbel, kan? Jalan yuk ke kafe,” ucap Haris.

“Enggak ada. Emangnya kamu juga nggak ada jadwal bimbel?” tanya Marsha kepada Haris. Jarang-jarang Haris mengajaknya untuk pergi saat sedang hari sekolah. Biasanya Haris selalu mengajak pergi saat hari weekend saja.

“Hari ini aku mau bolos bimbel dulu, mau main sepuasnya sama kamu,” sambung Haris.

“Kok gitu? Nggak boleh dong. Orangtua kamu udah capek kerja buat biayain bimbel sedangkan kamu malah seenaknya bolos,” omel Marsha kepada kekasihnya.

“Kali ini aja kok, Sha. Aku juga udah izin ke Mama dibolehin, please.” Haris memohon kepada Marsha dengan menggenggam tangannya. Supaya luluh pikir Haris.

“Beneran udah izin? Nggak bohong kan kamu?” Marsha masih curiga dengan Haris. Meskipun pintar dan tampan, tetapi ia juga terkadang suka berbohong. Pernah saat itu Haris mengajak Marsha pergi ke pantai. Haris bilang kalau ia sudah meminta izin kepada ibunya, Tina, dan beliau telah mengizinkan mereka berdua untuk pergi.

Namun, ketika sedang bersenang-senang di pantai, tiba-tiba Haris ditelepon oleh Tina dan beliau sedang mencari di mana keberadaan anaknya. Sontak Haris langsung berkata jujur dan Tina pun marah kemudian menyuruh Haris dan Marsha untuk segera pulang. Sesampainya di rumah, Haris dimarahi habis-habisan oleh Tina karena telah berani membohonginya. Marsha yang tidak tahu apa-apa hanya diam. Untungnya beliau tidak memarahi Marsha. Sejak saat itu, ketika Haris ingin mengajak Marsha pergi ia harus mendapatkan izin dari ibunya agar kejadian tersebut tidak terulang lagi.

“Iya, Marsha. Kalau nggak percaya coba aja telepon Mamaku.” Haris meyakinkan Marsha. Sepertinya kali ini Haris berkata jujur dan Marsha memercayainya.

“Iya deh percaya. Tapi jangan kelamaan, ya, Ris. Soalnya nanti malem aku kedatangan tamu saudara jauh.” Saudara jauh Marsha ini berasal dari negara yang terletak di benua Eropa, tepatnya di Swiss. Marsha dan keluarganya jarang sekali bahkan hampir tidak pernah bertemu dengan mereka. Maka dari itu, Marsha ingin sekali bertemu dengan saudaranya untuk yang pertama kalinya. Ia dan keluarganya harus memberikan kesan pertama yang baik kepada saudara jauh mereka.

“Loh kamu punya saudara dari Swiss? Kok nggak pernah cerita ke aku,” tukas kekasihnya itu.

“Ceritanya nanti aja, ya, Ris, waktu kita pergi. Lia barusan chat ke aku katanya Bu Ani bentar lagi masuk kelas,” ucap Marsha sedikit panik setelah mengecek ponselnya yang ternyata terdapat pesan dari Lia. Ia tidak sadar sudah mengobrol dengan Haris hingga bel masuk berbunyi.

“Iya, buruan masuk nanti kalau telat bisa dihukum sama Bu Ani.” Marsha mengangguk dan segera pergi menuju kelasnya.

Ternyata benar, sesampainya di kelas sudah ada Bu Ani yang sedang duduk di meja guru depan kelas. Marsha merutuki dirinya sendiri karena terlalu asyik mengobrol dengan Haris hingga lupa jika ada pelajaran matematika oleh Bu Ani, salah satu guru yang termasuk guru disiplin di sekolah. Marsha bergegas mengetuk pintu kelas dan ia dipersilakan masuk oleh Bu Ani.

“Kenapa datangnya telat, Marsha?” tanya beliau kepada Marsha.

Marsha meneguk salivanya pelan karena gugup dan menjawab, “Maaf Bu, saya barusan dari toilet.”

Bu Ani mengangguk, “Baiklah, silakan duduk. Lain kali jangan telat lagi, ya,” ucapnya. Marsha kemudian mengangguk dan segera menuju bangkunya yang terletak di tengah-tengah. Untung saja hari ini Bu Ani sedang baik hati. Biasanya jika ada murid yang terlambat masuk saat pelajaran beliau tidak segan untuk segera menyuruh keluar agar tidak mengikuti pelajarannya.

Lia yang duduk di sebelah Marsha tertawa pelan, “Ke toilet apa ke kelas Haris? Perasaan tadi gue lihatnya lo lagi ngobrol sama si Haris deh, Sha,” ledek Lia kepada Marsha. Marsha segera menyikut lengan teman sebangkunya itu karena berbicara terlalu keras. Ia takut jika Bu Ani akan mendengar ucapan Lia hingga beliau akan menghukumnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status