Aku melakukan visum sesuai dengan anjuran dari Marvel. Katanya hasil visum ini akan mempermudah untuk melakukan gugat cerai karena ada kekerasan dalam rumah tangga. Aku berharap ini memang mudah, karena jika boleh jujur aku sudah tidak sanggup lagi terus terikat dalam ikatan pernikahan yang mana tidak ada sakinah, mawadah dan warohmah. Aku ingin terbebas pula dari dosa karena aku selalu saja membenci suamiku dan mengumpat dirinya.Juga aku lakukan ini untuk kebaikan bersama. Selepas pertengkaran yang berujung aku mengalami kekerasan. Mas Raka tidak pernah pulang ke rumah. Handphone miliknya pun tidak aktif. Dia seolah-olah hilang di telan bumi. Aku sama sekali tidak tahu ke mana keberadaannya namun setidaknya aku bersyukur hidupku jauh lebih tenang karena tidak ada lagi pertengkaran yang selalu terjadi.Pagi ini adalah hari di mana aku kembali janjian dengan Marvel di tempat biasa untuk bersama-sama pergi ke pengadilan. Menurut Marvel meskipun Mas Raka tidak datang atau dia menolak
Aku sedikit lega saat berkas gugatan ceraiku diserahkan kepada pengadilan. Aku nerjwr besar tanpa menunggu lama kasus gugatan ceritaku segera masuk meja hijau. Sungguh aku ingin secepatnya berkahir, tidak ingin selalu berurusan dengan Mas Raka lagi. Sudah cukup kenyang aku bertahan selama lima tahun ini.Tiba di rumah waktu sudah larut malam. Bahkan Najma saja sampai tertidur karena pukul sembilan adalah waktunya Najma tidur. Aku senang saat Najma hari ini begitu ceria, tertawa lebar bahkan aku saja ikut tertawa. Mungkin ini adalah hari terbaiknya, selama ia hidup.Sejenak aku diam sebentar sebelum aku benar-benar keluar dari mobil Marvel. Ya, seharian ini aku memang menghabiskan waktuku bersama Marvel. Ia begitu bisa membuat Najma tertawa bahagia. Aku jadi merasa tersindir jika selama ini tidak pernah membuat anak ku bahagia."Terima kasih untuk hari ini," ucapku pada Marvel."Terima kasih untuk apa? Perasaan aku tidak melakukan apa pun?' tanyanya dengan mimik wajah keheranan. Aku bi
Dua hari selepas pertengkaran itu, lagi-lagi Mas Raka menghilang. Entah kenapa setiap kami usai bertengkar ia selalu saja menghilang. Bersembunyi di mana aku sama sekali tidak tahu.Setiap kali aku menangis, dan terlihat oleh Najma. Ia langsung saja memelukku dengan erat. Sebuah pelukan yang mengisyaratkan agar aku berhenti untuk menangis. Tenang ada dirinya yang selalu menjaga.Seperti saat ini misalnya. Tatkala aku mengingat kejadian kasar Mas Raka di depan Najma. Membuat aku tidak bisa tenang. Aku terus saja berpikir, apa Najma tidak apa-apa? Apa Najma melupakan kejadian tempo hari itu? Aku harap ia melupakannya.Dan saat mengingat hal itu aku selalu menangis. "Hai, anak gadis mama kamu kenapa? Lah kok nangis?" Ujarku berpura-pura tidak tahu apa penyebab Najma menangis.Aku yang memang tengah duduk, sementara Najma memelukku dari belakang langsung saja menariknya membawa Najma duduk di pangkuanku. Aku bisa melihat jika dia menangis namun, tidak mengeluarkan suara hanya tubuhnya y
Hari yang aku tunggu akhirnya datang pula. Hari di mana persidangan pertama proses perceraian ku akan segera dimulai.Aku menatap sekeliling, namun aku tidak menemukan keberadaan Mas Raka. Apa mungkin dia tidak akan datang? Tapi kenapa? Sikapnya itu seolah-olah ia masih menginginkan aku sebagai isterinya. Namun, aku tidak pernah diperlakukan layaknya seorang istri oleh dirinya.Aku menarik nafas tatkala hakim tetap melangsungkan proses perceraian ini, meski tanpa kehadiran suamiku. Aku sudah punya bukti kuat agar bisa dikabulkan Hakim.Aku kira proses cerai itu mudah, nyatanya begitu menyita banyak waktu. Aku kira cukup selesai satu hari nyatanya tidak. Tidak ingin terus bolak-balik pengadilan, aku pasrahkan saja semua pada Marvel. Bahkan aku mengatakan padanya agar ia bisa dengan cepat menanganinya, aku sungguh ingin secepatnya pergi dari sini. Aku ingin membuka lembaran baru."Marvel, kamu bisakan membuat semua mudah? Berjalan dengan cepat? Bukankah katanya jika alasan cerai karena
Yang aku dengar dari orang lain, proses perceraian itu lama. Namun, itu tidak berlaku padaku. Hanya dalam jangka waktu satu bulan aku resmi bercerai dengan mas Raka. Selama proses perceraian, Mas, Raka tidak pernah sekalipun datang. Bahkan aku sama sekali tidak tahu di mana keberadaan. Hanya saja dia selalu ada menghubungiku, menanyakan kabar aku dan Najma.Ini sungguh aneh, aku tidak mengerti dengan jalan pikiran Mas Raka. Tiba-tiba dia kembali berubah menjadi lembut lagi. Melalui chat juga, aku memberi tahu dirinya jika mereka sudah resmi bercerai."Sekarang kita sudah resmi bercerai. Aku bukan istrimu lagi dan kamu bukanlah suamiku lagi.''Maaf, maaf banget jika selama aku menjadi istrimu, ada hak mu yang tidak terpenuhi olehku. Aku harap kamu mau memaafkan aku."Itu adalah isi pesan yang aku kirim pada Mas Raka, beberapa menit menunggu tapi tak kunjung di balas. Oke, mungkin dia ada urusan lain hingga tidak sempat membaca pesan dariku.Sekarang yang harus aku pikirkan adalah. Bag
Berulang kali aku mencoba untuk menghubungi nomor mas Raka. namun dia tidak kunjung mengangkatnya padahal sambungan telepon terhubung.Aku tidak menyerah, aku terus menghubunginya setidaknya setelah aku minta maaf perasaan bersalah ini tidak terus mengganggu pikirankuApakah setelah tahu kenyataan Aku akan kembali dengan mas Raka? Jawabannya tidak, aku akan tetap menjalani status baruku menjadi seorang janda.Aku pikir sudah tidak ada lagi rasa cinta untuk mas Raka . Sudah tidak ada lagi rasa nyaman saat bersamanya. Lantas untuk apa aku repot-repot menghubungi Mas Raka? Jawabannya hanya satu, karena muncul perasaan bersalah, ini hanya sebagai bentuk rasa simpati ku kepadanya. Andai, andai saja mas Raka jujur dengan penyakitnya. Mungkin aku akan bertahan mempertahankan rumah tangga ini. Tapi Mas Raka malah memilih berubah, ia memilih menyakiti lahir batinku selama 5 tahun ini. Hingga perlahan rasa cinta, rasa nyaman terkikis dan akhirnya habis tidak tersisa.Aku mencoba untuk kembali
Setelah melakukan drama akhirnya Mas Raka bersedia memberi tahu keberadaannya. Sebelum menemuinya aku terlebih dahulu menjemput Najma. Meskipun aku tahu jam pulang masih lama. Namun, aku memilih izin untuk membawa Najma pulang lebih awal.Baru saja aku keluar rumah, sebuah mobil hitam yang sangat aku kenali berhenti tepat di depan rumah. Aku diam sejenak hingga pemilik mobil itu keluar. "Ada apa? Kenapa ke sini lagi?" tanyaku pada Marvel. Ya , pemilik mobil hitam itu memang Marvel. Padahal beberapa waktu lalu baru pulang dari sini."Aku juga tidak tahu, tiba-tiba ingin ke sini. Kepikiran kamu terus, lalu kamu mau ke mana?" kini giliran Marvel bertanya padaku."Aku..."Sebenarnya aku ragu untuk mengatakannya. Karena aku pikir dia tidak usah tahu. Marvel tidak perlu ikut campur lagi."Mau pergi? Ke mana? Biar aku antar." tanya Marvel lagi, saat aku tidak kunjung menjawab pertanyaannya."Tidak usah! Aku tidak ingin merepotkan. Aku cuma mau jemput Najma, aku...." lagi-lagi perkataanku d
Najma terus saja bertanya, ia akan dibawa ke mana. sedangkan, aku sengaja tidak ingin memberitahunya. Aku takut ia menolak untuk bertemu dengan ayahnya terlepas setelah kejadian dimana dia harus menyaksikan aku bertengkar dengan ayahnya.."Ma, sebenarnya kita mau ke mana?" tanya Najma pada aku."Ikut aja dulu, ya. kita mau ketemu seseorang," jawabku disertai dengan seulas senyuman."Siapa?" tanya lagi Najma rupanya anak gadisku ini masih penasaran."Orang penting di hidup kamu, Najma," timpal Marvel ia kini ikut bicara.Najma yang awalnya menghadapku , kini ia jadi menghadap Marvel. Duduknya Najma memang tidak bisa diam. "Orang penting dalam hidup Najma itu cuma Mama aja, Om. Enggak ada yang lain," balas Najma dengan begitu polosnya.Posisiku memang tengah duduk di belakang, sementara Najma dan Marvel duduk di depan aku bisa melihat interaksi keduanya.Begitu dekat sekali, lagi aku bilang jika orang yang tidak tahu pasti akan mengira mereka adalah ayah dan anak. Kenyataan mereka bukan