Share

Take It or Leave It!

 Kensington, Kediaman Castano de la Vega

Adley yang telah merasakan feeling yang tak enak tentang kepulangannya ke rumah utama keluarga Castano de la Vega, ternyata menjadi kenyataan! Sang papa, Lucas Castano de la Vega ternyata tak pantang menyerah dan tetap bersikukuh Adley harus keluar dari interpol dan menjadi pewaris tunggal perusahaan turun-temurun de la Vega, Aero. Judith, sang mama yang melihat kejadian itu hanya memandang dengan rasa campur aduk seraya mengepalkan tangan dengan kencang dan menempelkannya di depan dadanya. Tanpa pikir panjang, Judith segera menemui Lucas, sang suami yang berkepala batu dan hati sekeras besi. Dengan tatapan tajam dan napas yang tak beraturan Judith berkata, "Apa kau harus berkata seperti itu pada putrimu sendiri, Lucas? Apa kau harus sekejam dan setega itu! Bukankah kau tahu sendiri apa yang Adley inginkan? Apa yang ia mau? Kenapa ... kenapa ..." Judith mengepalkan tangannya hingga memerah.

"Kenapa? Kau masih tanya 'kenapa'? Apa kau tak mengerti juga Judith, Adley adalah satu-satunya pewaris di keluarga besar Castano de la Vega! Dia adalah pewaris dan penerus perusahaan yang ayahku telah bangun! Apa kau ingin perusahaan keluargaku hancur, hah!! Apa itu yang kau inginkan?" teriak Lucas seraya menunjuk pada wajah sang istri.

Judith terdiam. Ia berdiri dan mulai mengendurkan tangannya yang dikepal. Warna kemerahan tampak terlihat dengan jelas pada telapak tangannya. Tubuhnya gemetar, sambil berdiri dia menyilangkan kedua tangannya dan mendekapkannya di kedua bahunya. Bulir kristal wanita paruh baya yang tetap cantik itu perlahan jatuh menetes dan mengenai karpet warna merah di ruang belajar Lucas. "Jadi ... jadi selama ini pikiranmu seperti itu, Lucas?" tanya Judith menundukkan kepalanya.

"Ya! Jika saja kau bisa melahirkan anak lagi, seorang laki-laki ... kita pasti tak 'kan kerepotan seperti saat ini!" ketus Lucas.

"Lalu kenapa? Kenapa kau menikahi aku? Kenapa kau mau berpacaran denganku? Atau ... kau punya sesuatu di balik semua ini?" tanya Judith penuh curiga.

"Ada sesuatu atau tidak, bukankah hal itu sudah basi dan tak penting lagi? Bagiku, seorang anak adalah kunci penting untuk memperkuat kekuatan dan kekuasaan suatu keluarga, apalagi klan Castano de la Vega bukanlah klan sembarangan! Kami adalah klan terhormat! Kenapa? Karena kami yang menentukan nasib hidup seseorang, baik itu musuh, teman apalagi keluarga," jelas Lucas dengan bangga dan congkaknya.

"Manusia keparat kau, Lucas! Jika ayahmu masih hidup, aku yakin dia akan sangat menyesal karena telah mempercayakan perusahaan itu padamu!" 

"Hahahhahhah, tapi sayangnya ayahku sama denganku, atau boleh dibilang aku adalah prototype ayahku." Bangga Lucas menatap tajam Judith dan mengepulkan asap cerutu Kuba miliknya ke wajah sang istri.

"Bagaimanapun juga, Adley punya hak untuk menentukan hidupnya sendiri! Dia bukan boneka yang bisa kau atur dan mainkan sesuka hatimu! Ingat Lucas, suatu saat nanti jika Adley mengetahui tabiat ayah yang ia segani dan hormati ... bisa kau bayangkan betapa remuk hatinya? Tak pernahkah kau pikirkan hal itu, Lucas Castano de la Vega!!?" kesal Judith dan membalas tatapan tajam netra Lucas.

Lucas bergeming, menatap netra hitam legam milik sang istri yang memang dikenal tak takut pada siapapun juga dan pantang menyerah.

"Hah! Terserah kau saja! Tapi aku lebih tahu mana yang terbaik untuk putriku!" ketus Lucas membalikkan badannya dan menghadap ke tirai luar rumah megahnya.

Judith yang masih merasakan kekesalan yang mendalam terhadap sang suami langsung meninggalkan ruang studi milik Lucas. Bantingan pintu yang keras sempat membuat Lucas sedikit terkejut dan bergumam, "Aku tak ingin Adley mengulangi kesalahan yang sama seperti dirimu, Judith."

****

Apartemen South Bank Tower, London

Berlokasi di dekat Sungai Thames dan menatap langsung The London Eye, membuat tempat tinggal Adley menjadi salah satu hunian paling bergengsi untuk ukuran anggota sekelas interpol. Adley memang tak pernah main-main dalam urusan tempat tinggal, keamanan dan kenyamananlah yang ia cari. Meskipun apartemen yang ia tempat kini adalah hunian yang eksklusif, namun Adley tak pernah dicurigai ataupun diawasi oleh orang lain. Dia selalu menggunakan identitas palsu ke manapun dia pergi, termasuk kartu kredit dan KTP palsu. Tak ada satu orang pun yang tahu di mana dia tinggal dan juga latar belakang keluarganya, selama dia menjadi anggota interpol.

Uraian napas panjang dikeluarkan dari mulut netra coklat gelap itu seraya meletakkan kunci mobil jeep Range Rover miliknya di atas meja kaca hitam dan Adley langsung duduk di kursi malas favoritnya. Pikirannya masih mengingat dengan jelas bagaimana sang ayah mengucapkan kata-kata di luar ekspetasinya! Kepulangannya ke rumah sempat ia bayangkan akan menjadi momentum yang indah karena sudah beberapa tahun ia tak pulang ke rumah dan bertemu dengan kedua orang tuanya. Tapi kenyataan harus berkata sebaliknya, sambil mengepalkan tangannya, Adley menarik napas dalam-dalam, memejamkan matanya dan membuka matanya secara perlahan sambil berkata, "Akan kubuktikan bahwa tanpa nama besar klan Castano de la Vega, aku masih bisa berdiri dengan tangan dan kakiku!" Adley meyakinkan dirinya.

Tak lama, ponsel hitam miliknya yang ia letakkan di atas meja bergetar dengan cukup kencang. Adley langsung menyambar ponsel miliknya dan melihat tak ada identitas ataupun nomor dari sang penelepon. Adley bergeming. Tubuhnya langsung bangun dari kursi dan berdiri di antara jendela gelap anti peluru rumahnya. Ponselnya masih tetap bergetar, namun tak jua ia angkat. Netra coklat gelap itu menyeloroh ke semua penjuru sekitar apartemen eksklusif tersebut. Lagi, ponsel yang saat ini ada di genggaman tangan Adley bergetar dengan kencang dan spontan ia langsung mengangkatnya namun tak segera menjawab.

[Adley!]

Mata Adley segera terbelalak kaget! Suara berat khas seorang pria jantan menabuh gendang telinganya dengan cepat.

"Pak!" 

[2x24 jam, kau masih ingat 'kan?]

Adley menelan saliva-nya dengan paksa, dia hampir lupa jika hari ini dia telah membuat kesalahan yang sangat besar dan sedang mempertaruhkan karirnya.

"P--Pak, apa tidak ada sanksi lain selain ini ..."

[Kenapa? Kau takut? Bukankah kau sendiri yang menginginkan hal ini?]

Sekali lagi, Adley harus mengalami nasib sial bertubi-tubi pada dirinya.

"Saya ... saya tidak akan mangkir ataupun mengingkari ucapan yang telah saya ucapkan! Baik, jika itu yang Anda inginkan ... maka, saya akan melakukannya! Surat pengunduran diri saya akan ada di meja Anda besok pagi!"

[Hahahahhaha, baiklah! Aku tunggu suratmu, Adley. Sudah lama aku tak menandatangani surat 'sakti' selama 5 tahun belakangan ini. Hahahhaa ...]

Dengan geram Adley membanting ponsel dengan gambar buah apel di belakang bagian ponselnya itu ke lantai dengan keras. Mulutnya mulai berteriak sekencang-kencangnya sebagai reaksi pelampiasan emosinya yang dia tahan hari ini.

"ARRRGGGHHHHHH!! PERSETAN KAU HARLYN IGNACIO! BEDEBAH TUA! BERUANG TUA KEPARAT!! KENAPA KAU TAK MATI SAJA DI TEMPAT ITU! BAJINGAN TUA KEPARAT!!" emosi Adley yang tak lagi dapat ditahan.

Ponselnya kembali bergetar! Kali ini, Judith sang mama yang menghubungi putri tercinta. Namun Adley sama sekali tak menanggapi telepon dari sang mama dan langsung pergi ke kamarnya dan meninggalkan ponselnya di lantai yang sedikit retak.

"Adley ... apa kamu baik-baik saja, Sayang?" gumam Judith gusar di ujung telepon yang tak diangkat oleh Adley.

Markas Interpol London

Adley datang dengan mengenakan celana jeans dengan warna kusam dan sobek-sobek di bagian paha dan tulang keringnya, kaos warna putih yang sengaja ia masukkan dan sepatu boots flat warna coklat seraya mengenakan jaket warna hitam dan kacamata hitam serta rambut hitamnya yang dikuncir asal ke atas. Dia menjadi pusat perhatian semua teman-temannya, tak terkecuali Weylyn. Matanya membelalak terkejut dan kopi yang ada di genggaman tangannya hampir mengenai teman yang ada di sebelahnya yang juga tak kalah terkejut melihat penampilan Adley.

"Adley!" seru Weylyn langsung menghampiri sahabatnya itu.

"Hai, pagi dear," sapa Adley tersenyum.

"I--ini ... ada apa denganmu? Kenapa kau seperti ini?" tanya Lyn, sapaan akrab Weylyn penasaran.

"What? Somethin wrong? Any matters?" Adley memutar badannya bak model yang tengah memperagakan baju di atas catwalk.

"Adleyyyy, come on, dear ... ada apa denganmu? Apa karena ..." Lyn mendekatkan dirinya pada Adley kemudian berbisik pelan dan berkata, "Karena kemarin si beruang tua berulah lagi?" 

Adley tersenyum dan mengangkat kedua bahunya. "Maybe. Tapi yang pasti aku hanya ingin tersenyum hari ini. Sudah ya, aku ingin bertemu beruang tua." Adley melangkahkan kakinya mantap menuju ruangan 'algojo' di tempat itu.

Tok tok tok

"Masuk!" sahut suara berat seorang pria dari dalam.

"Selamat pagi, Pak," ucap Adley tanpa memberi hormat dan berdiri dihadapan Ignacio.

Sang beruang tua sedikit tertegun dengan penampilan Adley namun dia menutupi keterkejutannya itu dengan berpura-pura menulis sesuatu di sebuah kertas.

"Have you done?" tanya Ignacio tanpa melihat Adley.

Dengan menarik napas panjang, Adley mengeluarkan selembar kertas yang disematkan di dalam amplop kecil panjang warna coklat dan memberikannya pada Ignacio di mejanya.

"Ini, Pak." Adley menyodorkan amplop coklat tersebut ke hadapan Ignacio.

Ignacio melihat amplop tersebut dan menyeringai, "Harus kuakui Adley, kau adalah wanita yang paling berani yang pernah aku temui. Parasmu cantik, tubuhmu bagus. Jika saja aku lebih muda 20 tahun darimu, aku pasti akan jatuh cinta padamu."

"Dengan segala hormat, Pak. Saya menjadi anggota di sini karena kemampuan saya dan BUKAN KARENA SIAPA-SIAPA APALAGI ..." Adley tak melanjutkan kata-katanya.

"Apalagi apa, Nona Adley Britta Calla?" pancing Ignacio masih dengan senyuman seringainya.

Adley mengepalkan kedua tangannya di samping sisi tubuhnya. Deru napas yang tak beraturan semakin mempertajam ekspresi tak senangnya pada atasannya itu.

"Kenapa? Marah? Benci? Kesal? Dendam?" sindir Ignacio melihat mimik Adley yang menatap tajam padanya.

"Saya sudah menyerahkan surat pengunduran diri saya, Pak. Jadi, mulai hari ini saya bukan lagi sebagai anggota interpol bukan?" tanya Adley menyilangkan kedua tangannya ke depan dadanya.

Ignacio hanya tersenyum. Dia lalu membuka laci meja dan memberikan sebuah secret file pada Adley. "Ini!" seru Ignacio melempar dokumen rahasia tersebut pada Adley dan dengan refleks yang cepat, Adley menangkap dokumen tersebut.

"Apa ini?" tanya Adley dingin.

"Apa kau tak bisa baca, Nona Adley? Bukankah di sana tertulis 'secret file' yang berarti dokumen rahasia," sahut Ignacio.

"PAK ...!!!" teriak Adley karena kesal dan merasa dipermainkan.

Ignacio langsung menatap tajam Adley dan dengan suara beratnya dia berkata, "Take it or leave it!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status