"Reva, resign besok atau ibu tak mau bertemu kamu lagi!" ancam ibunya Reva.Reva menghela napas panjang. Mencoba menari perkataan yang pas. "Baik lah, Bu. Sesuai standar pengunduran diri memerlukan waktu. Besok aku akan berikan pengajuan pengunduran diri. Mungkin membutuhkan waktu sekitar dua minggu.""Lama sekali. Pak Roy, Anda kan sebagai atasan Reva. Reva sudah mengatakan keinginannya untuk mengundurkan diri. Jadi saya minta tidak perlu waktu yang lama sekali untuk itu. Tolong lakukan itu kepada Reva!" tutur Ibunya Reva."Apakah memang Reva harus meninggalkan kantor, Pak, Bu?" tanya Pak Roy."Iya, harus. Karena saya tak mau anak saya yang janda ini tinggal jauh dari saya. Sudah saya katakan sebelumnya status janda itu tak mudah. Dekat dengan laki-laki sebelumnya masa iddahnya selesai itu banyak menimbulkan fitnah. Jadi lebih baik Reva meninggalkan kantor dan membangun usaha di kampung,'' jawab ibunya Reva. Pak Roy cukup bingung dengan situasi ini. Kalau
Reva benar-benar pindah dari kota. Entah membuka usaha apa nantinya dia di kampung Karena dia kurang memiliki skill berjualan. Linda menyampaikan jika begitu sedih melihat kepergian Reva. Bertahun-tahun bekerja bersama tiba-tiba harus berpisah. Baginya seperti kehilangan sahabat yang sudah lama bersama. Tetapi hidup memiliki pilihan. Tentu Reva juga sudah mempertimbangkan semuanya. Dia tak mau membuat pikiran kedua orang tuanya. Maka dia memilih untuk menuruti kemauan mereka. Membutuhkan waktu sekitar lima jam akhirnya Reva dan keluarganya sampai di kampung halaman. Meninggalkan ibu kota yang penat dan juga macet dia berada di desa yang cukup asri. Pemandangan sawah dan juga gunung terlihat jelas di matanya. Reva disambut oleh adiknya yang bernama Mega. Adik perempuan Reva yang masih bersekolah duduk di bangku kelas 3 sekolah menengah atas dan sebentar lagi akan lulus.Sejak dua tahun yang lalu Reva belum pernah pulang karena beberapa hal. Tio tak menginginkan un
Sudah genap satu bulan Reva meninggalkan pekerjaan kantornya, dan kembali ke kampung halaman. Reva kini tengah berdiam diri, di depan teras rumahnya. Sekarang dia tidak membantu ibunya di warung, dia bangun pagi-pagi, membereskan rumah dan sekarang duduk di teras dengan tatapan kosong menatap ke arah depan.Entah apa yang di pikirkan Reva, kita sangat sulit untuk menebaknya. Hingga Reva teringat sesuatu, dia lalu bangkit dari duduknya dan berjalan menuju kamar, mengambil ponselnya dan duduk di ujung kasur.“Ahh kenapa aku bisa mengingatnya!” ujar Reva, ketika dia justru membuka romchat dia dengan Roy saat masih bekerja di kantor Reva melemparkan ponselnya di atas kasur, dia lalu merebahkan tubuhnya menatap langit-langit kamarnya yang bertaburan dengan bintang-bintang.“Selama aku di kota, aku tidak pernah memikirkan dia, lalu kenapa sekarang justru aku benar kepikiran dengannya?!” kesal Reva, sambil mengacak rambutnya dengan kasar.Ya, memang Reva sering sekali teringat kepada Roy y
Setelah selesai sholat magrib, Reva kembali ke warung dan melihat Mega sudah berada duduk di depan warung. Reva ikut menarik kursi, dan duduk di depan Mega...“Kau tida sholat?” tanya Reva, yang sejak sore Mega berada di warung.Mega menggelengkan kepalanya. “Tidak,aku halangan,” Jawanya membuat Reva menganggukkan kepalanya dengan paham.Reva memainkan ponselnya, begitu juga dengan Mega yang sibuk dengan dunia mereka masing-masing.“Mbak,” panggil Mega, mengalihkan pandangan Reva. Mega menaruh ponselnya, ketika Reva menatap dirinya dengan heran. “Gimana sih rasanya kuliah di kota?” tanya Mega, membuat Reva menganggukkan kepalanya.“Kuliah di kota itu, sebenarnya menyenangkan. Namun kau juga harus pandai-pandai beradaptasi disana,” ujar Reva menjelaskan kepada Mega.Mega mengangguk. “Lalu apakah disana orang-orangnya itu sombong-sombong? Katanya anak kota itu rata-rata seperti itu.”Reva berdecak pelan, walau memang dia duku memiliki teman kuliah yang seperti Mega katakan tadi. Selain
Satu bulan kemudian...Reva kini menatap warungnya yang lebih luas, dan banyak fasilitas tambahan yang terdapat pada warungnya.Rasa senang sungguh terasa pada benaknya, dia menghembuskan nafasnya dengan lega.Akhirnya impian dirinya untuk membuat warung lebih besar, kini bisa terwujudkan walau masih belum terlalu sempurna tetapi ini sudah merupakan sebuah keberhasilan.Ibu Reva mendekat, dan merangkuk Reva dari samping. “Terima kasih ya, Reva. Impian kita bisa kamu wujudkan begitu saja,” ujar Ibu dengan penuh bangga mengelus pundak Reva.Reva memeluk pinggang ibunya, sekaligus tersenyum dengan bangga. “Iya Bu, sama-sama. Aku juga senang akhirnya aku bisa mewujudkan impian ibu. Walau ini belum seberapa, nanti aku akan merubah lebih bagus lagi.”Ibu menatap Reva dengan dalam, sungguh dia senang melihat Reva yang gemar membantu dirinya diwarung tapa ada Mengeluh. Dan kini dia mewujudkan impian seorang ibu, sungguh terharu dalam hati Ibu Reva.“Reva, ini saja bagi ibu sudah sangat cukup
“Lah kau ngapain bawa buku? Katanya mau bikin tugas di rumah,” ujar Reva melirik buku yang berada di atas meja.Mega mendengus kesal. “Di rumah sepi sekali, aku menjadi malas untuk mengerjakan apapun,” jawab Mega.“Yaudah jangan dikerjain gak apa!"Mega mengepalkan tanganya diudara dengan kesal, sementara Reva hanya acuh tak acuh akan adiknya.Obrolan kembali hening, mereka sibuk menyelesaikan tugasnya masing-masing.Reva bermain handphone, dan Mega yang membuat tugas sekolah.“Mbak, aku kan beberapa bulan lagi lulus. Saat aku kuliah di kota, kakak ikut, ya?”Reva dengan cepat menatap Mega dengan tatapan tajam, sementara Mega hanya nenstao Reva dengan santai.“Ikut denganmu?”, Mega menganggukan kepalanya, “Ibu, sama siapa di rumah? Kau tega meninggalkan Ibu sendiri di sini?Mega berdecak kesal, memang ada benarnya juga. Ibunya akan sendirian dan pasti kesepian, jika dirinya mengajak Reva untuk tinggal di kota.“Iya sih, tapi aku belum berani tinggal disana sendirian,” jawab Mega membu
Melihat Reva yang mematung, Roy pun berkali-kali memanggil nama Reva. Namun sama sekali tidak ada respon apapun.“Rev, saya mau pesan makanan ini,” ujar Roy entah keberapa kalinya.Sementara Reva hanya menatap wajah Roy, dari awal dia sudah curiga ketika mendengar suaranya. Dan ternyata memang benar, itu adalah seorang Roy. Mantan bosnya dahulu. “Ngapain kamu ke sini?!” teriak Ibu Reva, membuat mereka berdua mengalihkan pandangannya.Terlihat Ibu Reva menatap Roy dari samping dengan tajam, seolah tak terima jika kehadiran dirinya di sana.Ibunya pun mendekati Reva, menarik tangannya agar berdiri di belakang Reva. Sementara Reva yang masih kaget, hanya bisa diam mengikuti perintah sang ibu.“Gak bisa jawab? Kenapa kamu kemari? Mau cari Reva lagi?!” teriak Ibunya, membuat Roy mengerutkan keningnya. Beruntung tidak ada pelanggan yang terlalu banyak.“Maaf Bu, sebelumnya, saya kemari untuk memesan makanan. Saya sudah sangat lapar hari ini,” jawab Roy masih bersikap sopan kepada Ibunya
“Tidak usah menceramahi saya! Saya lebih dewasa daripada kamu, kamu tidak tahu apa-apa. Saya sudah menjadi orang tua, pikiran saya lebih luas dari anda!” Ibunya masih bersikeras berusaha membela diri, walau Roy mecoba berkali-kali untuk menjebaknya.“Bu udah, Bu!" Reva memegang tangan ibunya, namun ibunya dengan cepat menepis tangan Reva dengan kasar.“Pikiran anda memang dewasa Bu, tapi sikap anda seperti anak-anak.” Roy sedikit terkekeh. Ibu Reva mengepalkan tanganya dengan keras, dan mata menatap nyalang Roy. “Mending kamu pergi dari sini!” teriak Ibunya, sambil menunjuk pintu keluar dari warung tersebut.Reva dan Roy pun tercengang, tentang apa yang dilakukan oleh Ibunya.“Bu, jangan kelewatan!” tungkas Reva, namun ibunya tetap tak memperdulikan. Dia justru masih menatap wajah Roy dengan tajam. “Pergi kamu dari warung saya! Sebelum saya paksa kamu pergi dari sini!” kata Ibunya lagi, menatap nyalang Roy.Roy lantas berdiri, dan menatap Ibu Reva. “Saya datang kemari baik-baik, tap