"Akhirnya kamu menikah, Mega," ucap Reva. Kandungan Reva sudah memasuki usia sembilan bulan dan hanya menunggu waktu lahir saja. Meskipun sebenarnya dokter tidak menyarankan untuk melakukan perjalanan perjalanan terutama jalan yang tidak rata. Tetapi Reva tetap memaksa untuk bisa datang di acara pernikahan adiknya."Terima kasih, kak. Ini juga semua berkat kak Reva. Sudah meyakinkan aku kalau jodoh tak akan kemana," sahut Mega. "Kamu harus raih cita-cita mu jadi dokter loh," peringat Reva."Tentu, kak. Aku akan fasilitasi Mega di rumah sakit yang aku pegang saat ini. Aku akan wujudkan cita-cita Mega untuk bisa jadi dokter. Kalau Mega mau aku akan menyekolahkan dia jadi dokter spesialis," sahut Ivan. Ia tak sengaja mendengar obrolan istri dan kakak iparnya."Iya, kamu jaga baik-baik adikku ya, Ivan! Aku harap kamu bisa mengerti dia kalau masih bersikap seperti anak kecil. Karena pada dasarnya Mega ini adalah anak yang manja yang kemudian tiba-tiba berstatus menjadi istri orang," tita
[Rev. Kamu cepat pulang setelah selesai bekerja! Karena ada tamu di rumah. Bawa juga makanan yang enak untuk tamu kita!]Begitulah pesan dari Tio, suami dari Reva. Rela bekerja di sebuah perusahaan bagian manajer. Mereka belum dikaruniai anak sejak lima tahun pernikahan.Tio sehari-hari di rumah. Tidak bekerja, karena dia salah satu korban dari pengurangan karyawan di tempat kerja sebelumnya. Sejak tiga tahun terakhir, Reva lah yang bekerja untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga. Karena rumah mereka juga masih ngontrak. Meskipun begitu, Reva tidak keberatan karena baginya yang paling penting saat ini adalah bekerja untuk keluarga. Sepulangnya dari kantor, Reva membawa terang bulan, ayam goreng krispi lengkap dengan nasi dan sambal. Reva juga belum tahu siapa tamu yang dimaksud suaminya itu.Reva berangkat dan pulang kerja naik motor, karena memang itu satu-satunya kendaraan yang dimilikinya.Setelah memarkirkan motornya, Reva membawa makanan yang sudah dibeli di dekat kantornya. Pi
Tio pun lesu keluar dari kamar Reva. Rasanya masih belum siap kalau dirinya harus berpisah dengan Reva. Tio menuju ke kamar Mila. Mila sudah menempati kamar di lantai bawah. Meskipun ukurannya tidak sebesar kamar Reva di atas tetapi lumayan untuk tinggal di sana."Bagaimana, Mas? Apa Mbak Reva sudah setuju untuk kita menikah secara resmi?" tanya Mila.Tio terdiam."Mbak Reva nggak setuju?" tanya Mila lagi."Dia nggak mau dimadu. Dia memilih untuk berpisah dengan ku," jawab Tio lesu."APA? Nggak. Kalian nggak boleh pisah! Kalau kalian pisah dan kamu nggak punya penghasilan terus kita mau bagaimana?" "Ya maka dari itu.""Kalau nggak menikah resmi aku nggak mau berhubungan sama kamu, Mas. Kamu ingat itu, kan?" ujar Mila."Iya. Tapi setidaknya aku boleh tidur di dalam kan? Aku diusir sama Reva," tanya Tio lirih."Nggak. Kamu tidur di luar. Kalau kita tidur bersama kamu bisa curi-curi lagi," tolak Mila.Saat ini Tio sangat bingung karena memiliki dua istri tetapi tidak ada yang mau tidur
"Tapi, Bu.""Linda, aku minta tolong untuk kamu membantu aku mengemas barang-barangku! Setelah itu kamu bisa meninggalkan ruangan ini," pinta Reva. Dia memang selalu santun ketika meminta bantuan kepada bawahannya. Linda masih menatap Reva. Entah apa yang terjadi di dalam ruang meeting. Tetapi pasti ada masalah sehingga membuat Reva terlihat kurang fokus hari ini. "Baik, Bu." Setelah selesai mengemas, Reva pun menuju ke ruang staff keuangan biasa. Staff yang lain pun terkejut saat kedatangan Reva. Biasanya Reva ke sana untuk mengecek pekerjaan. Tetapi hari ini dia malah duduk bersama mereka di sana. Banyak yang membicarakan Reva. Tetapi Reva hanya tersenyum. Sebisa mungkin dia menerima apa yang menjadi konsekuensinya. Karena hari ini dia kehilangan konsentrasi. Padahal biasanya kalau ada masalah Reva selalu bisa berlaku profesional. Tetapi pengkhianatan yang dibuat suaminya sangat mengguncang hatinya. Di luar terlihat tegar, namun di dalam hatinya begitu rapuh. Perempuan mana yang
Tio menelan saliva. Melihat Mila makan ayam krispi membuat perutnya meronta. Tetapi apalah daya dia tidak diberikan walaupun sesuap. Tio kembali ke dapur. Dia mencoba untuk menggoreng telur. Dia ambil telur di dalam kulkas dan memanaskan wajan dengan minyak cukup banyak. Tio bingung bagaimana memecahkan telur. Lantas dia memukulkan Telur dan pecah berceceran di lantai. Dia mencoba lagi sampai Telur enam habis dan tak bersisa lagi.Tio sudah lelah tak bisa makan telur dan memilih untuk pergi dari dapur dan menunggu Reva mungkin membawa makanan sepulang dari kantor.*Sepulang Reva bekerja, dia tidak membawa apapun. Begitu masuk ke dalam rumah dia terkejut melihat rumahnya sangat berantakan. Banyak sampah dan bungkus makanan berserakan di lantai. Reva menghela napas. Dia malas membicarakan masalah ini. Lalu dia melihat Tio sedang duduk di depan televisi. "Kamu sudah pulang, Rev? Kamu bawa makanan tidak?" tanyanya. "Tidak," jawab Reva kemudian berlalu meninggalkan Tio. Dia melirik ke ar
Tio langsung masuk ke dalam kamar Reva dimana Reva sedang menenggelamkan diri di bawah selimut. Reva terkejut melihat suaminya masuk ke dalam kamar."Mau apa kamu ke sini?" tanya Reva.Tio tak menjawab kemudian menghampiri Reva yang masih berselimut. Dia menyibakkan selimut Reva lalu memeluk Reva dengan sangat erat. Kemudian menciumi Reva dengan begitu ganas sampai membuat Reva merasa diperkosa sama suaminya sendiri. "Apa-apaan kamu, Tio? Kamu seperti orang gila saja," sentak Reva."Kenapa aku? Aku hanya ingin mendapatkan hakku sebagai suami. Aku masih jadi suami kamu. Jangan mengira aku membawa istri baru kemudian kamu dengan mudah melepaskan diri dariku. Kamu masih wajib melayani aku, Reva," balas Tio.Reva merasa ngeri dengan suaminya sendiri. Meskipun masih suami istri bukankah Reva menolak jika harus diduakan. Dia tidak ingin lagi bersama dengan Tio karena merasa jijik. Bukannya merasa bersalah malah Tio seperti kesetanan. "Aku sudah tidak mau sama kamu. Aku ingin kita bercerai
"Bu Reva kenapa? Sepertinya Bu Reva ada masalah. Boleh cerita ke saya kalau memang butuh teman curhat!" ucap Linda saat melintasi meja kerja Reva yang baru."Eh, kamu, Lin. Sudah aku katakan jangan panggil ibu lagi lah! Aku bukan lagi atasan kamu sekarang," sahut Reva."Tidak. Saya tidak bisa menganggap Bu Reva teman biasa. Karena memang Bu Reva orang yang sangat berkomitmen. Mungkin karena memang ada masalah. Kalau tidak keberatan boleh ceritakan kepada saya, siapa tahu saya bisa bantu, kan?" balas Linda.Reva tersenyum menyambut uluran tangan dari Linda, dianggapnya sebagai seorang sahabat. "Nanti di jam makan siang, ya!" Linda senang karena setidaknya bisa memberikan perhatian kepada Reva. Saat jam makan siang, Reva menceritakan apa yang sedang terjadi di rumah tangga nya. Dia juga tidak segan mengeluarkan cairan bening dari ujung netranya karena rasanya sesak di dalam dada akhirnya bisa keluar dari dalam. "Ya Tuhan, ternyata seperti itu yang terjadi. Saya mengerti sekarang kena
Roy tidak ingin banyak bertanya kepada Reva. Tidak ingin disebut ikut campur. Namun, sebagai atasan tentu Roy juga bertanggung jawab atas keselamatan bawahannya. "Ya sudah, kalau begitu kamu di sini saja! Tanpa saya memberitahukan kepada suami kamu," sahutnya Roy.Reva sebenarnya tidak nyaman berada di rumah sakit. Tetapi kondisi nya tidak memungkinkan untuk pulang. Apalagi ke rumah dan kamarnya berada di lantai atas membuat semakin kesulitan berjalan. Terpaksa dia harus bertahan sementara di rumah sakit tanpa didampingi oleh siapa pun.Sementara itu di rumah, Tio dan Mila menghabiskan waktu bersama sebagai pasangan suami istri baru. Mereka juga tidak menyadari jika Reva sudah waktunya puluhan tetapi tak kunjung malam. Baru malam harinya, Tio ingat kalau Reva belum pulang."Kemana Reva? Tumben belum pulang," gumam Tio."Biarin sajalah, Mas! Lagipula mau pulang dan nggak pulang juga dia bisa jaga diri sendiri. Dia kan sudah besar. Ya kalau anak kecil perlu khawatir. Mungkin dia sedan