Rio menoleh ke sisi sebelah kirinya dan menemukan Retno yang sedang tampak melamun. Sejak ia sampai di rumah Retno tadi, Rio bahkan tidak sempat duduk dan mengobrol dengan Retno. Mereka langsung menuju ke garasi karena jadwal mereka yang cukup padat hari ini.
"Yang?" Panggil Rio saat mobil yang ia kemudikan berhenti di sebuah lampu merah.
"Hmm..?"
"Kamu kenapa diam saja dari tadi? Lagi ada masalah?"
"Aku sedang menyiapkan diri saja andai nanti Mama dan Papa menolak kehadiran ibu di acara kita besok."
Rio tersenyum dan ia memegang lengan kanan Retno dengan tangan kirinya.
"Yang, kalopun orangtua ka
Bersama dengan Prima, siang ini Rio menjemput orangtuanya di Yogyakarta Internasional Airport. Selama perjalanan menuju ke bandara, Rio memilih duduk di samping Prima. Biarlah temannya yang menyetir dengan kasar ini menyetirinya, nanti baru ketika perjalanan pulang ke hotel, kemudi mobil akan ia ambil alih. Jika tidak, bisa-bisa orangtuanya akan teler dan pucat saat sampai di hotel.Saat mereka sampai di Bandara, ternyata kedua orangtuanya telah mendarat dan menunggunya di pintu keluar Yogyakarta Internasional Airport. Melihat kedatangan kedua orangtuanya, Rio langsung tersenyum dan memeluk Ayah dan Bundanya secara bergantian."Kamu sehat-sehat, Ri?" Tanya Ari ketika Rio memeluknya setelah memeluk Elina.Sebagai bentuk rasa hormat kepada orangtua temannya, Prima juga men
Retno memeluk Wulan sambil mengucapkan kata-kata kerinduannya. Rio yang melihat itu baru menyadari betapa miripnya Retno dengan ibunya. Rasanya ia bisa melihat wajah Retno kelak saat berusia 60 tahunan."Bu, aku kenalin sama Rio, ya?""Rio? Kamu sama dia ke sininya?""Iya," ucap Retno lalu ia membalikkan tubuhnya. "Ri, sini. Aku kenalin sama ibu."Rio melangkahkan kakinya ke depan dan segera saja ia berkenalan dengan Wulan."Rio.""Wulan."Setelah jabat tangan itu terurai, Wulan langsung memandangi anak dan calon menantunya ini. Walau usia mereka terp
Rio menoleh ke sisi sebelah kirinya dan menemukan Retno yang sedang tampak melamun. Sejak ia sampai di rumah Retno tadi, Rio bahkan tidak sempat duduk dan mengobrol dengan Retno. Mereka langsung menuju ke garasi karena jadwal mereka yang cukup padat hari ini."Yang?" Panggil Rio saat mobil yang ia kemudikan berhenti di sebuah lampu merah."Hmm..?""Kamu kenapa diam saja dari tadi? Lagi ada masalah?""Aku sedang menyiapkan diri saja andai nanti Mama dan Papa menolak kehadiran ibu di acara kita besok."Rio tersenyum dan ia memegang lengan kanan Retno dengan tangan kirinya."Yang, kalopun orangtua ka
Pagi ini Nico menatap Rio yang baru saja menikmati secangkir kopi panasnya di halaman belakang rumahnya. Mereka sedang menunggu Manda yang sedang menikmati aktivitas berenangnya. Rasanya ada beban yang mendera hatinya setiap kali melihat wajah Rio. Sial, semua ini karena acara makan siangnya dengan Retno kemarin. Benar, jika ia berhasil menjaga rahasia Rio, tapi siapa sangka jika kini ia juga harus menjaga rahasia Retno dari Rio. Menyadari jika Nico menatapnya sejak tadi, akhirnya Rio menanyakannya kepada Nico."Lo kenapa lihatin gue dari tadi? Naksir lo?""Najis gue naksir sama lo. Gue masih normal.""Terus kenapa justru lihatin gue, bukannya lihatin Manda yang lagi berenang?""Habis baju berenangnya si Ma
Retno duduk di hadapan Nico sambil menatapnya lekat-lekat. Sudah hampir setengah jam ini dirinya meminta Nico untuk jujur kepadanya namun tetap saja Nico memilih bungkam."Kenapa kamu masih diam saja, Nic?'"Enggak, Mbak. Aku enggak diam ini.""Lalu sebenarnya apa yang terjadi.""Jawaban aku sama dengan apa yang Rio sampaikan ke Mbak Retno."Ya Tuhan, Retno merasa kesabarannya yang setipis tisu ini sudah di ujung tanduk. Tidak mungkin juga ia akan memaksa anak orang sampai menangis agar jujur kepadanya. Dengan berat hati, akhirnya Retno membuka tasnya dan mengambil sebuah amplop coklat. Ia taruh amplop coklat dengan cap salah satu nama bank swasta ternama di ne
Retno duduk di kursi kerjanya yang ada di dalam butik. Ia tatap handphone miliknya sambil mengetuk-ngetuk pelan handphone itu di atas meja kerjanya. Dalam hatinya ia sudah yakin jika akan menanyakan kepada Rio perihal semuanya, namun bagaimana jika Rio curiga dari mana ia mengetahui semua itu? Sudah cukup Rio membenci Mikha, jangan sampai Rio tahu jika ia menguping semua ini dari pembicaraan Mikha di telepon dengan temannya.Cukup lama Retno berpikir hingga akhirnya ia memilih membalas pesan Rio dengan pesan saja. Rasanya itu lebih aman untuk dirinya karena ia memiliki waktu untuk berpikir tentang apa yang akan dirinya katakan kepada Rio. Di samping itu, saat ini Rio sudah memasuki jam kerjanya. Tidak mungkin Retno akan mengganggu konsentrasi Rio dengan bahasan yang tidak terlalu penting ini.Retno : Ri, maaf