Bella semakin ngelunjak!
Sumpah! Mentang kemarenan aku belain depan emaknya. Bella kini semakin-semakin ngelunjak sama aku. Saking ngelunjaknya, sekarang dia nyuruh aku masak tiap hari buat dia. Pagi, siang, sore, malam.
Kan kurang asem ya? Dikata aku nggak ada kerjaan lain apa selain ngurusin dia?
Hello! Aku ini mahasiswa loh! Kegiatanku bejibun, sampai kadang lupa makan. Apalagi, di masa mau menghadapi UTS kayak gini. Semakin banyak tugasku.
Namun, si Bella nggak ada pengertiannya sama sekali, terus recokin setiap hari dan setiap saat nggak kenal waktu.
Serius! Nggak percaya? Nih, contohnya aja hari ini. Jam padahal baru nunjukin pukul lima subuh, tapi si Bella udah gedor kamarku dengan Alasan, “Mama! Bella mau ada
Aku tahu, buku itu memang jendela dunia, dan banyak membaca bisa memperbanyak wawasan. Namun, selama ini aku hanya tau itu adalah kutipan dalam sebuah pelajaran, agar murid-murid gemar membaca atau ... anggap saja jargon tukang buku biar laris. Nah, kalau untuk real life. Aku baru menemukan semua itu dari Ratu Isabella. Karena jujur saja, aku ini termasuk penganut, lihat tulisan aja udah ngantuk. Hehehe ... jangan ditiru, ya? Makanya, bagi aku tuh, semakin banyak ketemu buku, itu bukan semakin pintar, tapi semakin mumet dan mual liatnya. Makanya aku sering ketiduran kalau sudah dapat tugas menyalin, merangkum, apalagi membuat karangan. Udahlah, aku memang payah untuk hal itu.
“Intan!” Astagfirullahaladzim ... Aku pun langsung berlonjak kaget, dengan napas yang memburu dan jantung bertalu cepat sekali. Saat kesadaranku kembali menyapa. Astaga! Tadi itu apa? Kenapa rasanya sesak sekali? “Hey, Intan. Kamu kenapa?” Aku langsung melirik sumber suara itu, kemudian menghela napas lega diam-diam. Saat menemukan keberadaan Pak Dika di sebelahku. Alhamdulilah ... kayaknya tadi cuma mimpi aja. “Kamu mimpi buruk, ya?” Pak Dika menepikan mobilnya dan langsung meraih sebuah botol air mineral di samping pintu. “Minum dul
“Kamu ... apa?” tanya Pak Dika, menatapku horor saat aku terpaksa memberitau keadaanku saat ini. Soalnya ... Ya, mau gimana lagi? Masa aku nyender mobil Pak Dika terus kayak gini. Emang aku satpam! Sekalipun aku nggak bilang, pasti Pak Dika lama-lama curiga ‘kan? Makanya, ya ... mending aku kasih tahu aja sekalian, kadung malu. “Saya tembus, Mas. Ih, musti aja di ulang.” Aku gemas, karena Pak Dika malah terlihat shock seperti itu. Padahal dia udah pernah nikah, masa yang begini aja nggak tahu, sih? “Mas jangan diem aja dong. Ini gimana? Saya nggak bisa ke mana-mana kalau kayak gini. Mana ... kayaknya banyak lagi. Aduh, becek banget tahu. Nggak enak rasanya.”
“Heh, calon penganten! Lo ngapa ngelamun mulu? Kesumbat lagi lo?” “Kesambet Nur, bukan kesumbat. Lo kira WC di kosan lo. Kerjaannya mampet mulu.” “Ih, biarin, sih. Mulut-mulut gue, ngapa elo yang ribet coba?” “Ya, tapi ‘kan nggak enak dengarnya.” “Ya nggak usah dengar. Tutup kuping. Kalau perlu minggat! Gitu aja musti diajarin, heran gue.” Aku pun akhirnya hanya bisa mendesah dalam, saat bukannya membantu mengurangi kegalauanku, dua Nur itu malah semakin membuatku pusing dengan debatan mereka. Asli! Aku mumet banget lihatnya. “Gue duluan!” Daripada semakin mumet bin pusing, aku pun
“Intan! Keluar lo pelakor!” Uhuk! Aku pun langsung tersedak minumanku sendiri. Saat mendengar teriakan lantang itu di halaman rumahku. Apa lagi ya, Tuhan? Baru saja memulai hari. Ada saja yang udah bikin mood ancur kayak gini. Nyebelin banget sumpah! “Intan! Keluar lo, Perek! Beraninya lo nikung gue ya? Nggak laku lo sampai ngerebut inceran gue?!” Allahhurobbi .... Nggak bisa dibiarin kalau kaya gini! “Tan!” Baru saja aku berdiri dari kursi makanku.
“Pacarku memang dekat. Lima langkah dari rumah.” “Asek-asek, jos!” “Tak perlu kirim surat, sms juga nggak usah.” “E', e', e' ah!” “Kalau rindu bertemu. Tinggal nongol depan pintu.” “Icikiwir!” “‘kangen tinggal melambai. Sambil bilang, hallo sayang.” “Ae, ae, ae, ae. Tarik, Sist! Semongko! Ah, mantap!” “Jujur sa su bilang, kalo sa ni tara tau.” Aku hanya bisa mendesah berat, sambil memijat kepalaku yang mendadak migrain melihat tingkah ajaib duo Nur in
“Bell! Bella? Heh, tungguin elah! Bella?!” Aku pun hanya bisa berdecak kesal. Saat Bella mengindahkan panggilanku tersebut. Rese memang tuh anak, kalau ngambek nggak tahu tempat. Ngambek? Iya, benar! Bella memang lagi ngambek sama aku, karena gagal main ice keating seperti keinginan dia. Bukan karena aku menolak ajakan bapaknya OTW ke Mall. Tentu saja, karena kami sudah ada di Mall ini dan udah muter-muter ngejar Bella yang ngambek nggak ketulungan. Lalu karena apa? Semua karena pas kami datang, tempat yang Bella
Sebenarnya, kakiku ini nggak papahtahu. Cuma kram biasa dan hanya butuh dilempengin bentar. Yah, pakai koyo ajalah, kalaau masih nyut-nyutan dan greges dikit. Akan tetapi, entah karena merasa bersalah atau karena apa. Si Bella lebay banget jadi nggak mau jauh dari aku, bahkan nggak mau pulang sejak pulang dari Mall tadi itu. Nggak papah sebenarnya, sih. Aku santai aja selama dia nggak ngerusuhin kamarku. Namun, bukan Bella ‘kan namanya, kalau bisa anteng dan nggak banyak tingkah. Karena alih-alih mengungkapkan rasa bersalahnya dengan tindakan mulia, misalnya pijitin aku atau apa gitu. Si Bella malah mengacau tidurku dengan bacain semua buku yang ada di meja belajarku. Asli,