Share

Tasbih Cinta Yang Hilang
Tasbih Cinta Yang Hilang
Penulis: CahyaGumilar79

1. Kedua Orang Tua Inayah Mengalami Kecelakaan

Pukul sembilan pagi, Tommy dan Celly sudah bersiap hendak berangkat ke bandara. Karena pukul sepuluh, mereka harus berada di bandara. Satu jam berikutnya mereka langsung terbang dengan menggunakan pesawat komersial langsung menuju ke Bali.

"Sebentar, Mas! Aku mau menemui Inayah dulu," kata Celly lirih.

"Iya, tapi jangan lama-lama takut telat!" jawab Tommy.

"Iya, Mas tunggu saja di luar! Ada yang mau aku bicarakan dengan Inayah."

Tommy pun langsung melangkah keluar rumah, sementara Celly langsung menemui Inayah di kamarnya.

Setibanya di depan kamar putrinya, Celly langsung mengetuk pintu kamar tersebut.

Tok! Tok! Tok!

"Nay!" panggil Celly kepada putri semata wayangnya 

"Iya, Bun." Inayah bangkit dan langsung membuka pintu kamarnya. "Ada apa, Bun?" tanya Inayah.

"Kok, tanya ada apa? Bunda sama ayahmu, hari inikan mau berangkat ke Bali."

"Iya, dari kemarin juga Nay tahu, Bunda."

"Bunda hanya mau pesan sama kamu, selama Bunda dan ayahmu berada di Bali, kamu jangan nakal!"

"Iya," jawab Inayah bersikap biasa-biasa saja.

Celly hanya tersenyum, kemudian memeluk erat tubuh putrinya itu, hal yang sangat aneh menurut Inayah. Karena tidak seperti biasannya Celly bersikap seperti itu. Inayah tidak bereaksi apa-apa, ketika ibunya memeluk dan menciumnya. Ia hanya diam dan tidak menanggapi sikap ibunya itu.

Tak ada firasat sedikit pun yang Inayah rasakan saat itu, karena menurutnya kepergian kedua orang tuanya merupakan kesempatan emas baginya. Ia bisa bebas melakukan apa saja dengan teman-temannya tanpa harus dilarang-larang oleh ibu dan ayahnya.

Setelah itu, Celly pun pamit kepada Inayah dan langsung berlalu dari kamar putri semata wayangnya itu.

"Yes! Akhirnya ayah dan ibuku berangkat juga, semoga mereka lama di Bali," desis Inayah dengan raut wajah semringah.

Inayah sangat bahagia dengan kepergian kedua orang tuanya ke pulau Dewata. Seakan-akan, ia merasa bebas jika kedua orang tuanya tidak ada di rumah dalam waktu lama.

Erni yang kebetulan sedang berada di dekat kamar Inayah. Hanya tersenyum-senyum saja mendengar ucapan gadis itu.

'Ya, Allah! Hamba mohon ... berikanlah hidayah kepada Inayah, agar sikap dan kelakuannya berubah, tidak melawan lagi kepada kedua orang tuanya,' kata Erni dalam hati.

Setelah itu, Erni langsung memanggil Inayah, "Nay!" 

"Iya, ada apa, Teh? Mau ceramah lagi, yah?" Inayah menjawab sedikit menyindir sang asisten rumah tangganya.

Karena selama ini Erni selalu memberikan nasihat kepada dirinya. Padahal, Inayah itu keras kepala, susah dinasihati. Ia tak pernah nurut dengan nasihat-nasihat yang diberikan Erni.

Meskipun demikian, Erni tetap sabar dan tawakal dalam menghadapi sikap gadis tersebut. Erni tidak pernah putus asa dalam menghadapi sikap keras kepala Inayah.

"Bukan, Nay! Teteh hanya ingin mengajak kamu makan," jawab Erni tetap bersikap sabar dan tersenyum lebar memandang wajah Inayah yang ketus.

"Iya, sebentar!"

"Ya, sudah. Teteh tunggu di ruang makan, yah."

"Iya, Teh. Nanti aku turun."

Setelah itu, Erni langsung turun ke lantai bawah. Sementara Inayah masih saja duduk-duduk santai di atas tempat tidurnya.

"Nay!" teriak Erni dari bawah.

"Iya, tunggu sebentar!" sahut Inayah bangkit dan langsung turun ke bawah.

Kemudian, Inayah melangkah menghampiri Erni yang sudah berada di ruang makan.

"Masak apa, Teh?" tanya Inayah.

"Ikan mas kesukaan kamu," jawab Erni lembut.

"Nah, ini ... baru aku suka. Jangan seperti kemarin, masak ikan gurame," desis Inayah.

"Iya, kemarin itu Teteh lupa."

"Lupa terus, itu tandanya Teteh mau cepat-cepat nikah."

"Ah, kamu. Nikah sama siapa?" Erni mendelik ke arah Inayah.

"Ya, sama siapa saja yang Teteh suka."

Mendengar perkataan Inayah, Erni hanya tersenyum sembari geleng-geleng kepala.

Inayah langsung duduk berhadap-hadapan dengan Erni, dan langsung menikmati makan bersama.

Meskipun nakal dan keras kepala, Inayah tetap menganggap Erni sebagai kakaknya sendiri, karena semenjak dulu, hanya Erni yang banyak memberikan kasih sayang untuknya. Sementara kedua orang tuanya, hanya sibuk mengurus pekerjaan mereka.

***

Pukul tiga sore, telepon rumah berdering. Inayah tidak mau mengangkatnya, dia malas untuk keluar kamar. Sehingga suara dering telepon rumahnya itu dibiarkan begitu saja, dan terus berbunyi berulang-ulang, membuat gaduh telinga. Kemudian mati dengan sendirinya.

"Siapa, sih? Berisik banget!" gerutu Inayah merasa terganggu dengan suara dering telepon rumahnya.

Selang beberapa menit kemudian, suara dering telepon kembali terdengar. Inayah tidak beranjak dari tempat tidurnya dan tak mau mengangkat telepon tersebut. Ia hanya berteriak-teriak memanggil Erni.

''Teh Erni! Angkat teleponnya! Berisik!" teriak Inayah dari dalam kamar.

Setelah mendengar teriakan keras dari Inayah, Erni yang baru saja selesai melaksanakan Salat Asar bergegas keluar dari kamarnya dan langsung melangkah menuju ke ruang tengah. Erni pun langsung mengangkat telepon itu.

"Berisik banget, aku jadi tidak bisa tidur," gerutu Inayah bangkit dan langsung keluar dari dalam kamar.

Dengan raut wajah kusut, ia melangkah menuruni anak tangga menuju ke ruang tengah.

Setibanya di ruang tengah, Inayah langsung duduk di sofa mewah dengan kedua kaki terangkat. Sikapnya benar-benar tidak terpuji, dia meletakkan kedua kakinya di atas meja menjulur ke depan.

''Siapa sih, Teh?" tanya Inayah tampak kesal. "Berisik banget, sore-sore ganggu orang," sambung gadis itu ketus.

Erni menarik napas dalam-dalam, lalu menjawab dengan lembut pertanyaan Inayah, "Dari bandara, Nay."

"Bandara!" Inayah menatap wajah Erni dengan kedua alis naik dan saling bertautan.

"Mau ngapain orang bandara telepon, Teh? Tidak ada kerjaan." Inayah melanjutkan perkataannya.

"Petugas bandara memberitahukan kabar tentang bapak dan ibu," jawab Erni pelan. Suara Erni terdengar sedikit bergetar.

Tubuhnya pun gemetaran, seketika wajahnya berubah pucat. Entah apa yang tengah dipikirkan Erni saat itu?

Inayah tidak peka terhadap sikap sang asisten rumah tangganya itu. Ia tidak mengetahui jika Erni pada saat itu sedang dalam kondisi shock ketika menerima telepon dari petugas bandara.

''Iya, ayah dan bunda memangnya kenapa, Teh?'' tanya Inayah tampak biasa-biasa saja sembari bersandar ke sofa.

Kecantikan wajahnya tidak senada dengan sikap dan perilakunya, ia bersikap seakan-akan tidak peduli dengan kedua orang tuanya. Inayah benar-benar tidak peka melihat sikap Erni yang berubah setelah menerima telepon dari petugas bandara.

''Pesawat yang bapak dan ibu tumpangi mengalami kecelakaan, Nay," jawab Erni suaranya datar hampir tidak terdengar.

Inayah tampak tercengang dan merasa kaget setelah mendengar jawaban Erni. "Sungguh? Teteh tidak sedang bercanda, 'kan?" tanya Inayah menatap tajam wajah Erni yang sudah terlihat memucat.

"Iya, Nay," jawab Erni, suaranya bergetar dan terdengar berat.

Seketika itu, jiwa dan perasaan gadis manja dan keras kepala itu guncang. Pandangannya mulai redup terhalang bulir bening yang perlahan menutupi bola matanya dan mengalir membasahi pipi.

"Tapi, ayah dan bunda baik-baik saja, 'kan, Teh?"

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Sute Cute
cerita religi yang bagus
goodnovel comment avatar
Ummul Chusna
bagus semangat terus author semoga bermanfaat
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status