Sore harinya, Fahmi langsung menghubungi Erni. Fahmi membicarakan tentang kesiapan Andra untuk segera bergabung di perusahaan yang dipercayakan oleh Inayah kepadanya. "Harusnya kamu itu langsung datang ke sini. Jangan bicara melalui telepon!" kata Erni di sela perbincangannya dengan Fahmi. "Kamu kangen sama aku, yah?" gurau Fahmi menanggapi perkataan Erni. "Iya," jawab Erni reflek. "Tuh, 'kan. Sudah aku duga," tuduh Fahmi tertawa kecil. Erni pun langsung diam, ketika mendengar Fahmi berbicara demikian. Seolah-olah, Erni menjadi malu sendiri. Fahmi dan Erni saat itu, secara diam-diam ternyata sudah menjalani hubungan spesial tanpa diketahui oleh Inayah ataupun yang lainnya. Mereka sengaja menutupi hubungan tersebut, karena Erni menganggap belum waktunya orang lain tahu dan cukup merekalah berdua yang mengetahui hal itu. Dua Minggu kemudian, sepulang dari kantor Fahmi duduk santai di ruang tengah. Kedua orang tuanya saat itu sedang tidak ada di rumah, mereka sedang pulang kampung
Satu jam kemudian, Fahmi sudah mulai sadar. Tampak perban putih sudah melekat di kening dan bahu serta pergelangan tangannya, wajah Fahmi pun tampak memar dan bengkak."Terima kasih, Dok," ucap Riko mengarah kepada dokter yang baru saja merawat dan membersihkan luka Fahmi."Iya, Pak. Sama-sama, ini obatnya. Nanti tolong diberikan langsung sesuai dosis!" kata dokter tersebut dengan sikap ramahnya.Riko balas tersenyum dan langsung menerima beberapa jenis obat yang diberikan oleh dokter itu. Selanjutnya dokter tersebut langsung pamit dan berlalu dari kediaman Fahmi. Begitupun dengan para warga satu persatu mereka pamit dan berlalu dari rumah itu.Andra tampak menyesal dan ia merasa terpukul dengan kejadian yang baru saja menimpa sahabatnya itu."Maafkan aku ya, Mi. Aku janji akan membalas semua perbuatan mereka!" ungkap Andra tertunduk di hadapan Fahmi yang saat itu sudah bisa duduk."Ini musibah, Dra. Tidak ada sangkut pautnya dengan kamu," ujar Fahmi tersenyum memandang wajah Andra yan
Mendengar penjelasan Erni, Inayah hanya tersenyum-senyum saja. "Terus jatuh?" tanya Inayah menatap wajah Erni."Iya," jawab Erni tersenyum-senyum."Itu namanya kualat dari aku," tandas Inayah tertawa lepas.Inayah terus menggoda Erni tak henti-hentinya, Erni dan Inayah terus saling melontar gurauan-gurauan, dan saling ejek satu sama lain. Mereka tampak bahagia dan bersikap layaknya seorang kakak beradik.Selama bertahun-tahun tinggal bersama, mereka tidak pernah sekalipun berselisih paham yang sampai menyebabkan mereka bertengkar. Satu sama lain selalu mengerti dan memahami hingga mereka dapat meredam sekecil apa pun konflik yang hadir.Mereka dipertemukan dan disatukan ketika masing-masing sudah dalam kondisi dewasa, dan mereka pun bukan saudara sedarah ataupun kerabat dekat satu nenek moyang. Namun tali persaudaraan Inayah dan Erni melebihi itu.***Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Abdullah bin Umar, dia berkata Nabi Saw bersabda;اَلْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْل
Setelah Rafie dan kedua orang tuanya berlalu dari kediamannya, Inayah sedikit menggeser posisi duduknya lebih mendekat ke arah Erni. Kemudian, Inayah bersandar di pundak Erni. "Teh, aku mau tanya sesuatu bolehkan?" kata Inayah lirih.Erni menoleh ke arah Inayah, dua bola matanya terus memandang lekat wajah adik angkatnya itu. Kemudian menjawab pertanyaan dari Inayah, "Iya, boleh. Memangnya mau tanya apa, Nay?" Erni balas bertanya."Sebelum menikah dengan A Rafie, aku mau ziarah dulu ke makam Rangga. Bolehkan, Teh?"Erni tersenyum dan menghela napas dalam-dalam. "Ada beberapa ulama dari berbagai mahzab yang mengharamkan dan ada pula yang membolehkan para kaum wanita menziarahi kubur," jawab Erni lembut."Maksudnya?" tanya Inayah penasaran, dua alisnya saling bertautan memandang wajah Erni.Erni kembali menjelaskan apa yang menjadi ketidaktahuan Inayah, "Selain mengharamkan secara mutlak, haram bi asysyarth, dan makruh, ada juga ulama yang membolehkannya.""Pendapat ini seperti dinukilka
Setelah melihat, Andra dan Riko benar-benar tidak berdaya. Keempat pria itu langsung berlalu dan masuk ke dalam mobil mereka. Mereka pun langsung pergi dari tempat tersebut meninggalkan Andra dan Riko yang dalam keadaan luka parah.Keesokan harinya ....Fahmi menghubungi Erni via telpon. Ia mengabarkan tentang pengeroyokan yang dialami oleh Riko dan juga Andra."Kok, bisa yah. Setahuku Riko itu baru tinggal di kota ini, dan belum banyak yang mengenalnya?" tanya Erni di sela perbincangannya dengan Fahmi melalui sambungan telepon seluler."Entahlah, mungkin itu adalah orang-orang yang dulu sudah menganiaya aku," jawab Fahmi lirih."Bisa jadi, makanya aku pesan sama kamu. Kamu itu harus hati-hati dan jangan lengah!" kata Erni tampak khawatir terhadap keselamatan Fahmi.Erni merasa cemas dengan kondisi yang akhir-akhir ini marak terjadi, teror menimpa orang-orang yang bekerja di perusahaan milik Inayah. Satu persatu mereka dianiaya tanpa diketahui masalahnya apa.Erni takut Fahmi mengalami
Keesokan harinya .... Tepat pukul sembilan, Dimas dan Gugun sudah berada di teras rumah mewah itu, mereka datang atas permintaan Erni. Kedua pemuda itu merupakan tetangga Fahmi yang akan dipekerjakan oleh Erni sebagai security untuk menemani Ifan dan Reno. Itu semua dilakukan, karena Erni menginginkan keamanan ketat untuk adik angkatnya itu. Ia sangat khawatir takut terjadi apa-apa menimpa sang adik angkatnya. Beberapa menit kemudian, Jubaedah datang dengan membawa sebuah nampan yang di atasnya tampak dua cangkir kopi hitam, yang sengaja ia buatkan untuk kedua tamu tersebut. Kepulan asap dari kopi tersebut membawa aroma wangi yang khas. Jubaedah melangkah dengan indahnya membuat mata kedua pemuda itu terbelalak dibuatnya. "Ini kopinya, Kang!" kata Jubaedah ramah langsung meletakkan dua cangkir kopi tersebut di atas meja. "Iya, Teh. Terima kasih," jawab kedua pemuda itu serentak. Pandangan mereka terus terarah ke wajah Jubaedah yang terlihat cantik dengan pulasan makeup sederhana
Inayah tersenyum dan memeluk tubuh Erni dengan begitu eratnya seraya berkata, "Ana ahabbu, Ukhti (Aku sayang, Teteh)," ucap Inayah lirih. Mendengar perkataan Inayah, Erni tersenyum lebar memandang wajah adik angkatnya itu. "Nah, yang terpenting kalian harus saling percaya dan saling mencintai dengan ikhlas, karena itu akan menjadi satu di antara kunci yang akan menyatukan kalian selamanya," kata Erni penuh nasihat. "Perasaan cinta akan benar-benar dapat dibuktikan melalui sebuah pernikahan!" ujar Erni menambahkan dengan raut wajah semringah. "Insya Allah, Teh. Aku akan berusaha mengingat nasihat baik ini dan aku akan tetap menyayangi Teteh seagai kakak aku satu-satunya," kata Inayah dengan bola mata berkaca-kaca tampak haru mendengarkan nasihat-nasihat dari Erni. "Ini semua sudah menjadi kewajiban Teteh dalam menjalankan amanah dari kedua orang tuamu," kata Erni menjawab lirih perkataan dari adik angkatnya itu. Pukul satu siang, Pak Andri dan beberapa pekerja sudah merapikan halam
Keesokan harinya, suasana kediaman Inayah mulai ramai didatangi oleh para tamu. Rekan bisnis dan kerabat dari Erni dan juga sahabat-sahabat baik Inayah datang memenuhi undangan dari Inayah yang hari itu akan melangsungkan pernikahan dengan Rafie. "Selamat ya, Nay. Semoga kamu bahagia dan secepatnya mendapatkan keturunan yang saleh dan saleha," kata Tiara memeluk erat tubuh sahabatnya itu. "Terima kasih, Ra." Inayah tersenyum manis memandang wajah Tiara. "Calon suami kamu mana, Nay?" tanya Tiara mengamati sekitar tempat tersebut, mencari keberadaan Rafie."Biasanya, 'kan, pengantin pria ada di samping pengantin wanita?" sambung Tiara mengerutkan kening. Inayah tersenyum, kemudian berkata lirih, "Kan, belum menikah jadi tidak boleh berdekatan dulu!" jawab Inayah. "Oh, kamu ta'aruf?" tanya Tiara menatap wajah Inayah yang tampak berseri-seri dan memancarkan sinar kebahagiaan yang tiada tara. "Iya, Ra." Inayah tersenyum dan langsung mempersilakan Tiara duduk di tempat yang sudah disedi