Sudah lama Riana tidak mendengar kabar dari Ken tentang Aurora. Pria itu terakhir kali datang mengatakan bahwa adiknya baik-baik saja dan menjalankan tugasnya dengan sangat baik. Informasi itu juga didukung dengan transferan sejumlah uang sebagai bentuk kepuasan keluarga Johansson atas kinerja Aurora. Namun, tetap saja sebagai orang yang paling tahu pekerjaan adiknya, Riana tetap khawatir.
Sampai tiba-tiba, tanpa dinyana, dokter yang dulu ditemui Riana di rumah sakit saat pendonoran ginjal mengunjungi ayahnya. Ibu Riana sedang pergi untuk sebuah acara dan hanya Riana yang ada di rumah.
“Kondisinya semakin membaik,” celetuk Raanana setelah meminum teh yang Riana suguhkan.
 
Aurora memejamkan matanya, membayangkan kembali percakapan terakhirnya dengan sang ayah sebelum memutuskan untuk mempekerjakan diri sebagai perawat di kastil putih. “Kapan kamu pulang?” tanya Candra Akarsana pada putrinya itu dengan mata berair. “Tadi sore,” jawab Aurora yang terduduk di pinggir bed. Sebuah tarikan napas diambil oleh Candra, menimbulkan batuk yang luar biasa menyesakkan dada. Hari itu, Aurora mengutuk dengan sangat keputusan pendonoran ginjal yang telah terjadi. Namun,
Aaron melempar jas yang selama setengah jam terakhir dipakainya begitu saja ke ranjang. Dalam hitungan detik berikutnya dia menarik Aurora dalam pelukan. Meskipun cukup terbiasa, namun diperlakukan demikian oleh Aaron masih tetap membuat jantung Aurora berlompatan tidak karuan. “Kamu diam sepanjang pemotretan,” ucap Aaron. “Apa belum cukup fotografer itu aja yang mengarahkan gaya kamu?” Aaron mengerucutkan bibirnya, “Cium aku!” 
Seperti tanggungjawab lainnya pada mantan-mantan tenaga kesehatan yang pernah bekerja di kastil putih miliknya, Nick memberikan Aurora pekerjaan yang layak dengan gaji yang amat sangat cukup. Meskipun tawaran inti yang Nick sembunyikan ditolak mentah-mentah oleh anak pendonor ginjal untuk Aaron itu, namun tidak mengapa. Setidaknya, dia telah berhasil menjauhkan Aurora dari putra kesayangannya. Dan kini Aaron Theodore Johansson sudah menjadi milik Nick kembali. Sejak dulu bahkan sedari kecil, Aaron telah menyadarinya. Dia dengan otak cerdasnya memahami satu hal dari seorang Tuan Johansson. Pria yang menjadi ayah kandungnya itu memilki satu arogansi yang tidak akan mungkin bisa diruntuhkan. Bahkan jika sebagian orang telah mengatakan bahwa dua puluh tahun kelinglungan putranya adalah bagian dari seb
Seketika mata Aurora terbeliak. Jantungnya pun tiba-tiba berdegub dengan kencang. Sudah cukup lama memang, namun Aurora ingat dengan benar perlakuan yang dia dapatkan. Pelukan yang tiba-tiba dari sebuah tangan kekar dan panjang serta aromanya pun masih serupa. Aaron? “Aku kangen sama kamu.” Aurora meneguk liurnya. Benar ini Aaron batin Aurora dalam hati. “Kenapa kamu pergi tanpa pamit?”
Sudah amat larut saat Aaron mengantarkan Aurora ke hunian kecilnya. Tadinya pria itu ingin mengantarnya sampai depan kos, namun Aurora bersikeras menolak. Namun, siapa sangka tetap saja ada orang yang mengetahui kejadian itu. Aaron menelan ludah. Dia tidak begitu mengingat wajah wanita yang berdiri di depannya. Namun, jika Aurora mengatakan bahwa wanita itu adalah kakaknya maka sebuah sikap yang patut harus dia tunjukkan. Demi apa? Demi harapan akan restunya, mungkin. Dengan tenang, Riana menatap pria berpostur gagah nan menawan itu. Seperti halnya adiknya, Riana juga tidak banyak mengenal lawan jenis. Terutama beberapa tahun terakhir ini saat dia fokus untuk mempersiapkan praktik mandiri. Namun, berk
“Apa? Dokter Maureen sendiri yang bilang?” tanya Salma dengan tidak percaya. Aurora menengok juga pada seorang perawat UGD yang cukup baik padanya sejak hari pertama dirinya masuk kerja itu. Sedangkan Dokter Maureen adalah dokter senior, namun merangkap sebagai kepala rumah sakit alias dialah yang memiliki rumah sakit besar di mana Aurora mengabdikan diri saat ini. Dia juga yang beberapa waktu lalu berbincang dengan Alice. Dari gerak-geriknya waktu itu sepertinya Alice sangat akrab dengan Dokter Maureen. “Iya,” sahut seorang perawat lain. “Aku juga melihat postingannya di Instagram.”&nbs
Dalam hidup, terutama di tahun-tahun kesuksesannya, hampir tidak ada yang menyangkal bakat sukses yang dimiliki seorang Alice. Ditambah lagi dia adalah putri tunggal seorang Surya Praja Pangestu. Orang-orang selalu berkata bahwa Alice merupakan jelmaan bidadari surga yang memiliki segalanya yang diinginkan seorang wanita. Banjir pujian, awalnya tidak membuat Alice berbangga diri terlalu berlebihan. Dia hanya sebatas menghargainya tanpa menenggelamkan diri dalam pujian yang jika terlalu dipikirkannya maka akan menggoyahkan bahkan bisa menjatuhkan semua yang kini ada dalam genggamannya. Namun, malam ini, dia tidak mampu lagi menguasainya ketika semua mata tertuju padanya. Dia yang mengenakan gaun bernua
Berdansa, Aurora pernah mempraktikkan itu. Sayang sekali, itu sudah lama. Namun, siapa sangka malam ini dia harus menggunakan ‘skill’ yang terkubur dalam itu dengan sebaik-baiknya. Untung saja Aaron memandunya. Jika tidak maka habislah dia! “Kamu cantik malam ini,” bisik Aaron di sela-sela gerakan gemulai mereka yang lama-kelamaan terlihat semakin romantis saja. Ini bukan pujian pertama Aaron pada Aurora. Tadi saat keluar dari salon, Aaron sudah memujinya dan bahkan selama ini pun putra Tuan Johansson itu selalu menyelipkan hal-hal semacam itu di setiap rayuan atau apapunlah namanya. Aurora tahu pria itu tidak berbohong, tentang pujiannya bahkan juga perasaannya. Namun, orang-o