Bab 133 Maksudmu, wanita yang menunggu di teras? Memangnya kenapa dengan dia?" Amina serius menanggapi pertanyaan Reynard. "Apakah kamu mengenalnya?" Reynards menegaskan pertanyaannya. "Huum? Dia Psikiaterku, tapi belakangan ini dia berubah secara mendadak dan seolah -olah tidak mengenalku. Padahal sebelumnya kita akrab." Amina kaget dia.bisa begitu terbuka dengan Reynard yang baru beberapa hari dikenalnya. “Apa kamu mengenalnya?” tanyanya balik. Reynard tersenyum tipis. "Apa kamu tidak merasakan keanehan dengan perubahan sikapnya itu.” Ia menggali apa yang ada dalam pikiran Amina. Amina menggelung rambutnya ke atas dan memperlihatkan lehernya yang jenjang. “Keanehan soal apa dulu. Pernah sih terlintas di kepalaku kenapa Dokter Kartika berubah. Sayangnya, masalah yang datang bertubi – tubi membuatku mengabaikannya.” Ia memperhatikan Reynard yang serius mendengarkannya. “Apa kamu pernah menanyakan perubahan itu padanya? Siapa tahu, kamu pernah menyakiti hatinya.” Reynard hati – h
Bab 134 Sementara itu, di Atauro. Adrien duduk terkantuk – kantuk di sisi ranjang Eril. Sesekali dia memeriksa suhu badan lelaki itu. Badannya masih panas. Wanita itu lalu mengganti kompres di dahi Eril. “Amina… Amina…!” Eril terus mengigau dengan alis saling bertaut. Adrien mengusap peluh di dahi Eril, “Apa gara – gara wanita kamu sembunyi di sini, Ril?” gumamnya pelan. Sudah dua hari, Eril demam, dan Adrien setia menunggunya, dan ini malam ke tiga. Beruntungnya dia memiliki staff seperti Maria, Joseph dan Robert mereka bergantian menjaga Eril. Adrien sadar, sebagai pemilik resor, ada tanggung jawab tak tertulis untuk membuat nyaman tamunya. Ia memiliki prinsip, setiap tamu yang menginap di resor adalah keluarganya. Maka ia harus menjaga mereka seperti keluarganya sendiri. Wanita itu menguap berkali – kali, lalu merenggangkan tangannya ke atas. Ia sangat lelah dan butuh istirahat. Setelah melihat tertidur nyenyak, dia menyandarkan punggungnya di tiang bambu. Keesokan paginya…
Bab 135 Belum hilang keterkejutan Adrien, perempuan itu kembali tercengang dengan sikap Eril. “Sayang, tidurmu pasti nyenyak sekali semalam.” Lelaki itu mencium kedua pipi Adrien, lalu membersihkan kotoran di matanya.. Ciuman Eril yang mendadak itu membuat pipi Adrien bersemu merah. Darah yang mengaliri badannya terasa panas. Sekujur tubuhnya menegang. Dia belum pernah dicium oleh lelaki sebelumnya. Beberapa detik, tubuhnya seperti melayang – layang ke udara. Jasmine yang melihat Adrien dicium lelaki, tersenyum malu – malu. Dia kemudian memegang tangan Eril. “Dia Adrien, bukan Amina, Om.” Disangkanya lelaki itu bergurau. Eril kelihatan bingung. Dia memandang anak kecil itu lama. “Ayang, kamu jangan menggoda Papa. Dia ibumu.” Lelaki itu menghadapkan tubuh Jasmine ke Adrien. Jasmine mundur beberapa langkah, kemudian dia bersembunyi di belakang Adrien. “Aunty? Apakah Om Eril gila?” katanya pelan, seraya matanya mengintip Eril dari balik kaos Adrien. “Aunty tidak tahu sayang.” Adrie
Bab 136 “Apa kamu mengingatnya?” Maria mengulang pertanyaannya. Dia melihat mata Eril yang tampak sedih. Adrien lalu memberikan ponselnya kepada Eril. “Ini chat kita, setelah kamu memesan kamar di Atauro. Lihatlah! Kamu bilang masih Jakarta dan berada di bandara.” Dia menunjukkan komunikasi sebelumnya bersama Eril. Eril membaca chat yang ditunjukkan Adrien. Setelah itu ia menghela napas berat. “Maaf, aku tidak ingat.” Dia terdiam sejenak. “Aku hanya ingat saat ombak besar menggulungku, kemudian aku tersadar dan melihat kalian berdua.” Adrien tercenung. “Nama kamu siapa?” tanyanya pelan. “Eril” “Kamu dari mana? Pekerjaanmu apa?” Adrien memberondong Eril dengan banyak pertanyaan. Pemuda itu menunduk. “Kepalaku pusing.” Dia mengelak dan berjalan menjauhi Adrien. Adrien kesal. “Eril, kamu jangan pergi dulu. Kamu harus memberitahuku! Kamu juga tidak bisa menakuti Jasmine,” protesnya. Namun, Eril tak mendengarkan. Dia tetap berjalan menjauhi mereka. “Nona, biarkan saja dia. Kita m
Bab 137Kedua mata Amina terbelalak. “Apa kamu bilang? Tante Iswati mau melaporkan kita ke polisi? Memangnya motifnya apa?” Kepalanya berdenyut – denyut.Reynard memperbaiki posisi duduknya. Dia mengambil ponsel dan memutar rekaman percakapannya dengan mamanya Eril.Tante tahu Eril. Dia tidak mungkin pergi begitu saja tanpa memberi tahu Tante sebelumnya. Tapi semenjak ada Amina, Eril menjauhi Tante!” Ada jeda sejenak. “Tante curiga, semua ini akal bulus Amina dan kamu untuk melenyapkan Eril!Amina menahan napas mendengarnya.Astahfirullah! Itu tuduhan ngawur dan kejam, Tante! Saya dan Amina baru kenal, bagaimana Tante bisa menuduh kami bersekongkol? Lagipula, saya sendiri yang mengantarkan Eril ke bandara. Kalau saya berniat jahat kepada Eril, ngapain mobilnya saya kembalikan ke Tante? Ini surat dari Eril kalau Tante tak percaya.Itu karena kamu ketahuan. Ia kan? Coba kalau saya dan Dokter Kartika tidak datang ke rumah Amina. Kamu dan Amina pasti akan mengambil mobil Eril.Reynard mem
Bab 138Suara muntahan itu berlangsung 5 menit.“Nak Tika… apakah kamu baik – baik saja?” tanya Iswati cemas sambil mengetuk pintu toilet. Dia meninggalkan Amina yang masih berdiri di depan pintu.Senyap, kemudian terdengar suara benda jatuh dari dalam.“Nak Tika, Nak Tika, buka pintunya.” Panggi Iswati. Dia mencoba membuka pintu toilet. Sayangnya pintu itu terkunci itu dari dalam.Menyadari tetap tidak ada jawaban dari dalam. Amina tergerak mendekat. “Maaf, Te.” Tanpa menunggu persetujuan Iswati, dia menempelkan telinganya ke pintu. Tidak ada suara maupun pergerakan di dalam.“Kita dobrak saja pintunya, Te,” usul Amina. “Saya khawatir terjadi sesuatu di dalam.”“Lakukan saja, bila kamu bisa,” kata Iswati gugup.Amina mengambil tempat perkakas di dapur. Ia hapal tempatnya, karena ia yang merapikannya sebelum pindah. Beberapa detik kemudian, dia mencoba mencongkel pintunya dengan obeng. Peluh bergerombol di dahinya.Iswati berdiri di samping Amina dan memperhatikannya dengan serius. “A
Bab 139Amina menahan napas, dan nalurinya mengatakan untuk segera pergi meninggalkan apartemen Eril, meskipun sejuta pertanyaan menggelayut di kepalanya, siapa yang menghamili Dokter Kartika?Beberapa menit kemudian, Iswati keluar bersama Dokter Ilyas. Raut muka perempuan itu berlipat – lipat. “Dokter, apa Anda yakin, Kartika hamil?” tanyanya galau.Dokter Ilyas menaikkan kaca matanya. “Saya yakin diagnosa saya 98% benar. Supaya lebih yakin, Ibu bisa membawa menantu Ibu ke dokter kandungan.”“Sayangnya Dok, dia bukan menantu saya, melainkan teman kami,” jawab Iswati jujur. Matanya tak bisa menyembunyikan rasa cemasnya. “Oh ya, berapa biayanya Dok? Saya sampai lupa bertanya.”“Santai saja Bu. Saya teman baik Amina dan Eril.” Dokter Ilyas memberikan senyum kharismatiknya. “Oh ya, di mana Amina, saya mau pamit.” Matanya mencari – cari perempuan itu.“Sepertinya tadi saya mendengar Amina pamit pulang. Maklumlah Dok, dia artis yang super sibuk” Saat mengatakannya lidah Iswati terasa kaku.
Bab 140“Maaf Dok, saya tidak mengerti apa yang Dokter bicarakan,” sahut Amina gemetar.Dokter Kartika menatap mata Amina lekat. Dia lalu memegang perutnya. “Janin yang ada diperutku adalah anak Eril. Selama ini kami diam – diam berselingkuh di belakangmu. Amina,” katanya tergugu.DEGJantung Amina serasa disambar petir. Wanita itu menggelengkan kepala. Sekuat hati ia menolak mempercayai kata – kata Dokter Kartika. “Tidak, tidak mungkin. Eril tidak seperti itu. Aku tahu siapa Eril lebih dari kamu, Dokter!”Suara Amina terdengar kuat dan keras, hingga Bik Susi yang hendak membawa minuman urung dan kembali ke dapur.“Terserah kamu boleh percaya apa tidak, tapi Eril telah menitipkan janin kepadaku. Dia menginginkan keluarga. Sedangkan kamu selalu menolaknya.” Dokter Kartika berdiri. Kekuatannya mulai bangkit.“Apa Dokter sangat mencintai Eril?” tanya Amina sinis.“Iya, aku sangat mencintainya sedari awal kita bertemu,” matanya berbinar – binar saat mengucapkannya, kemudian berubah sendu.