"Eh! Langsung kerja hari ini juga, Pak?"
- Sudah 30 menit Jessi menunggu Farrel di basement. Tapi batang hidung lelaki calon pemimpin perusahaan ini belum juga menampakkan diri. Sebagian karyawan sudah mulai mengambil kendaraan mereka yang terparkir untuk segera pulang. Sejak tadi pula Jessi mendapatkan tatapan aneh dari karyawan yang melaluinya. 'Pak Farrel lama sekali sih?' gerutunya dalam hati. 'Apakah anak pemilik perusahaan memang selalu pulang terakhir seperti ini?' "Ikuti aku." Untuk sesaat, Jessi mematung. Ia terkejut karena Farrel mencolek pinggangnya. Perasaan Jessi menjadi tidak enak. Namun, ia berusaha berfikir positif, demi uang tambahan dari pekerjaan sampingannya nanti. "Ayo masuk," perintah Farrel yang sudah berada di dalam mobil, dan baru saja membukakan pintu mobil untuk Jessi. Jessi segera masuk. Bahkan ia juga sempat terkejut saat Farrel mendekat untuk membantunya menggunakan sabuk pengaman. Ini pertama kalinya, Jessi menumpangi mobil mewah. Hampir 1 jam perjalanan. Kini Farrel dan Jessi sudah sampai apartemen. "Inilah apartemenku. Aku lebih sering tinggal di sini dari pada di rumah." "Bukankah Bapak anak tunggal?" Jessi merasa aneh. Bukankah seharusnya Farrel lebih betah di rumah meski hanya bercengkrama dengan kedua orang tuanya. "Benar, tapi aku memang lebih suka sendirian." Jessi hanya mengangguk dan tidak ingin mengetahui urusan pribadi Farrel. "Jadi apa yang bisa saya lakukan sekarang, Pak?" Sepasang netra Jessi menelisik ruangan apartemen ini. Nampak begitu rapih dan juga beraroma wangi yang menenangkan. "Itu ruangan kamar yang tidak ada gunanya. Bersihkan dirimu di sana. Setelah itu baru aku akan ajak kamu melihat seluruh ruangan apartemen ini. Aku tidak suka berbicara dengan seseorang terlalu lama setelah pulang kerja seperti ini. Bau keringat." "Eh, tapi saya tidak punya baju ganti, Pak." Jessi juga sudah ingin membersihkan diri. Tapi jika sekarang dirinya mandi dan menggunakan kembali baju yang sama, bukankah sama saja tubuhnya terasa kotor lagi. "Tidak perlu khawatir. Di dalam sana, aku sudah menyiapkan baju ganti untukmu. Semoga saja pas. Lagi pula hanya untuk ganti sementara kan?" "Baik, Pak." Jessi tidak berprasangka apapun. Tidak lama Jessi membersihkan diri. Ia segera keluar dari kamar karena takut membuat Farrel menunggu terlalu lama. Sebenarnya ini terlalu memalukan. Karena Jessi tidak menyangka bahwa semua pakaian lengkap yang Farrel siapkan untuknya, sesuai dengan ukuran tubuhnya. "Maaf, karena saya sudah membuat Bapak menunggu." Jessi sudah mempercepat ritual mandinya. Namun, ternyata Farrel sudah menunggunya. Nampak sekali kalau lelaki tersebut juga sudah membersihkan diri. Selain dari pakaian yang sudah ganti, rambut lembab yang nampak acak-acakan seolah memperjelas semuanya. "Tidak masalah. Ayo ikuti aku sekarang!" Ajakan Farrel membuat Jessi menurut. Gadis tersebut menundukkan wajahnya karena melihat wajah Farrel yang nampak serius. Berawal dari ruang dapur yang sudah menjadi satu dengan bagian tempat makan, ruangan loundry, ruangan tengah, sudah Farrel tunjukkan. Sekarang mereka ke ruangan atas. Farrel memberitahu Jessi ruang kerja dan juga kamarnya. 'Luas sekali kamarnya,' batin Jessi begitu kagum, saat melihat ruang kamar Farrel. "Apa ada yang ingin kamu tanyakan?" tanya Farrel setelah memberitahu Jessi, terkait pekerjaan paling utama yang harus Jessi lakukan saat berada di dalam kamar ini. "Tidak ada, Pak. Jadi sekarang saya harus melakukan pekerjaan apa?" "Aku inginkan pekerjaan yang lain darimu." "Aaa ..." Jessi menjerit kuat karena terlalu terkejut. Apalagi sekarang tubuhnya sudah mendarat di atas ranjang. Sedangkan Farrel sudah mengungkungi tubuhnya. "Bapak mau apa? Tolong lepaskan saya," mohonnya ketakutan. Bahkan Jessi sudah siap untuk menangis. Jessi berusaha memberontak untuk menyelamatkan diri. Farrel menahan kedua tangan Jessi di atas kepala. "Bukankah kamu setuju dengan tawaranku?" "Tapi tidak dengan ini, Pak!" "Aku sudah menyampaikan sejak awal, kalau aku juga mau hal yang lain dari kamu." "Saya bisa melaporkan tindakan Bapak ini ke kantor polisi," ancam Jessi saat baru saja Farrel akan mencium bibirnya. "Laporkan saja. Apakah kamu pikir, kamu bisa memasukkan aku ke dalam penjara?" "Saya," ucapan Jessi terhenti. Karena bibirnya sudah dikuasi Farrel secara paksa. Jessi berusaha menggeliatkan tubuhnya untuk melawan. Namun, tubuh besar Farrel semakin menimpa tubuhnya yang kecil. Belum lagi kedua kakinya yang dikunci dengan kaki Farrel. Sekuat-kuatnya tenaga Jessi, dirinya tetap tidak akan bisa melawan tenaga lelaki seperti Farrel. "Agh," lenguhan tertahan itu sudah lolos disela-sela ciuman menuntut yang Farrel lakukan. Satu tangan Farrel yang menganggur digunakan untuk menjamah tubuh Jessi. Remasan tangan kekar itu semakin membuat Jessi terpedaya. Namun, Jessi tetap berakal sehat, karena ini tidak boleh terjadi. "Pak Farrel, tolong berhenti sekarang," pinta Jessi beriringan dengan lelehan air mata yang semakin deras. "Aaaggghhh," keluhnya bercampur desahan saat Farrel menyesap kulit lehernya cukup kuat. "Saya sedang bulanan, Pak. Ini tidak boleh terjadi," ucap Jessi cepat, saat merasakan sesuatu yang keras dan mendesak penuh godaan di bawah sana. Aktivitas bibir Farrel seketika terhenti. Ia menatap Jessi cukup tajam. "Jangan membohongiku." "Sungguh, Pak!" Farrel tidak percaya begitu saja. Ia menyusupkan tangannya ke dalam celana Jessi. Ternyata memang ada sesuatu yang membalut di bawa sana. "Owh, shit!" umpat Farrel penuh kekesalan. Ia menggulingkan tubuhnya, dan menutupi wajahnya menggunakan lengan tangan untuk meredam rasa inginnya yang menyiksa raga. Tubuh Jessi bergetar. Ia tidak percaya dengan perbuatan Farrel barusan. Tapi Jessi memilih beranjak dan duduk meringkuk di lantai. Jessi menangis tertahan. Dirinya sudah dilecehkan oleh atasannya sendiri. Jessi benar-benar tidak percaya kalau Farrel akan melakukan ini padanya. "Aku akan memberimu uang yang kamu butuhkan. Berapapun itu. Asal kamu mau memenuhi semua keinginanku," ucap Farrel sambil bangun. Ia menatap tajam dan begitu serius, pada gadis yang sedang menangis. "Saya datang ke kota ini untuk bekerja dengan benar, Pak. Saya tidak berniat menjual diri saya. Tolong biarkan saya pergi sekarang." Farrel tersenyum tipis. "Apakah selamanya kamu mau menjadi seorang OG dengan gaji segitu? Sedangkan orang tuamu banyak menuntut. Belum lagi kebutuhan kedua adikmu. Manfaatkan tubuhmu dihadapanku, agar kamu tidak makan hanya dengan telur rebus, atau sayuran rebus saja. Penuhi segala hasratku, dan saat itu juga apa yang kamu inginkan akan aku berikan. Ponsel baru misalnya." "Bagaimana Bapak bisa tahu semua tentang saya?" tanya Jessi dengan perasaan terkejut. Farrel beranjak dan mendekati Jessi. Ia duduk jongkok dan menyentuh dagu Jessi agar mereka saling memandang. "Tidak penting aku tahu semua dari mana. Bukankah kamu juga dituntut untuk membantu orang tuamu merenovasi rumah?" Farrel mengusap air mata Jessi. Lalu mengusap bibir mungil Jessi yang begitu menarik. Rasanya Farrel ingin kembali menyesap bibir tersebut. "Keluarkan suara desahanmu seindah mungkin, dan semua itu akan aku wujudkan." "Saya tidak mau, Pak!" Jessi menyingkirkan wajahnya agar Farrel berhenti memberikan sentuhan. Farrel tersenyum miring. Ia bersedekap seolah meremehkan penolakan Jessi. "Dengan gajimu yang hanya segitu, butuh berapa tahun kamu mewujudkan keinginanmu. Tawaranku tidak datang 2 kali, Jessi. Pikirkan baik-baik dan beri aku jawabanmu besok."Ini adalah kejutan. Jadi tidak ada penyambutan apapun yang bisa Yosi dan Iyan lakukan untuk Jessi. Yang bisa Yosi berikan hanyalah masakan yang sudah ada. Tentunya masakan kesukan Kaila. Dan sore harinya, Yosi sibuk didapur membuatkan masakan kesukan Jessi dan juga Rhona. Padahal Jessi sudah melarang Yosi untuk melakukan ini dan itu. Makanan bisa dibeli, karena Jessi hanya ingin menikmati kebersamaan mereka. Selain itu, dirinya dan yang lain tidak bisa berlama-lama di desa karena ini memang bukan waktunya Rhona liburan. Namun, Jessi membiarkan apapun yang Yosi inginkan. "Tidak bisa tidur?" tanya Jessi. Entah sudah berapa kali Farrel mengubah posisi tidurnya. Malam sudah semakin larut. Semua orang sudah lelap dengan mimpinya sendiri. Sedangkan Rhona saat ini tidur bersama dengan Kaila. Jessi dan Rhona sudah lama tinggal di desa. Meski sekarang kehidupan mereka sangat berbeda, tapi Jessi dan Rhona tidak mengeluhkan situasi sekarang. Berbeda dengan Farrel. "Sepertinya aku belum meng
"Kakak yakin?" tanya Kaila. Hari ini Jessi dan yang lainnya akan pulang ke kampung halaman. Setelah perbincangan yang cukup panjang dan Jessi sendiri sudah yakin, maka Farrel dengan senang hati menuruti usulan sang istri. Itu juga dengan catatan kalau Jessi diperbolehkan melalui perjalanan jauh. Dan sekarang keputusan Jessi berhasil membuat Kaila senang tapi juga belum yakin. Kaila tidak ingin kalau Jessi pulang karena memaksakan diri. Jessi sedang hamil. Kaila takut kalau perasaan Jessi yang tidak tenang bisa membahayakan kandungan Jessi. Carla dan Regan sangat Khawatir. Apalagi Jessi sendiri yang ingin menggunakan mobil. Perjalanan sangat jauh. Mereka tidak ingin kalau nantinya Jessi jadi kelelahan. "Yakin, Kai." Jessi menepuk pundak Kaila. "Ma, Pa, kami pergi sekarang." "Hati-hati. Jaga kesehatann. Kalau lelah di dalam mobil, cepat istirahat dan cari hotel. Mengerti!" pesan Carla. "Iya, Ma." "Opa sama Oma jangan rindu Rhona ya?" "Siapa juga yang mau rindu dengan anak usil
"Kalau saja rasa sakitnya bisa dipindah ke aku, aku rela kalau sekarang aku yang sakit," ucap Farrel. Kedua matanya nampak berkaca-kaca. Bukan hal mudah bagi Jessi melalui hamil muda. Karena setelah keluar dari rumah sakit saat itu, Jessi kembali masuk rumah sakit selang 10 hari karena mual muntah yang mengakibatkan Jessi tidak bisa makan apapun. Sejak Jessi hamil juga, sebisa mungkin Regan yang mengambil alih semuanya. Farrel datang keperusahaan jika memang sangat diperlukan. Karena Regan inginkan Farrel benar-benar mendampingi Jessi selama hamil. Farrel juga berpikir sama. Ia tidak mendampngi Jessi saat hamil Rhona. Maka sekarang Farrel ingin menebus semuanya. "Kamu hamil bisa sampai seperti ini. Lalu bagaimana saat dulu tanpa aku?" Padahal segala hal yang ingin Farrel ketahui tentang Rhona dikala saat masih dalam kandungan, sudah Jessi ceritakan. Tapi itu semakin membuat Farrel merasa berdosa. Dosa yang tidak akan bisa dihapus. Karena sekarang Farrel hanya bisa melaku
"Sayang, kamu sakit?" Karena ada urusan yang sangat penting, selama 1 minggu ini Farrel keluar negeri. Awalnya Farrel inginkan Jessi dan Rhona tingal di kediaman orang tuanya. Namun, karena Jessi menolak, membuat Farrel tidak bisa memaksa. Jessi bukannya tidak mau lebih dekat dengan mertuanya. Namun, karena dirinya merasa lebih nyaman di apartemen ini. Meski begitu, Jessi membebaskan Rhona bersama Regan dan Carla. Tidak ada yang perlu Jessi khawatirkan. Ia yakin kalau mertuanya sangat mencintai Rhona. Sudah pasti keduanya akan mengutamakan kesehatan dan keselamatan Rhona. Baru saja sampai rumah, Farrel sudah dibuat panik setelah melihat keadaan sang istri. "Tidak. Aku baik-baik saja." "Baik-baik saja bagaimana? Wajahmu pucat begitu. Sejak kapan kamu seperti ini hem? Ayo kita ke rumah sakit." Farrel mulai memaksa karea terlalu khawatir. "Sejak kemarin kepalaku sedikit pusing. Tapi ini sudah lebih baik. Baru 1 jam yang lalu aku minum obat. Maaf ya aku tidak menyambut de
Di hari pertambahan usia Jessi, Farrel memberikan kejutan pada Jessi untuk merayakan pesta pernikahan mereka. Meski tidak banyak yang diundang, tapi keintiman acara tersebut begitu terasa. Jessi sampai menangis haru. Ia merasa bersyukur atas apapun yang telah ia dapatkan sekarang. "Jangan terlalu senang," ucap Carla dengan suara judesnya. Meski Carla masih terlihat judes saat berhadapan dengan Jessi, tapi Jessi berusaha tidak ambil hati hingga dirinya sudah terbiasa akan sikap Carla. Sebagai orang tua, Jessi mewajarkan jika Carla berharap kalau Farrel memiliki standar wanita yang berkelas untuk dijadikan istri. Namun, sejauh ini Carla tidak pernah melukai fisiknya. Hanya kata-kata dengan suara ketus. Dan yang jauh lebih penting, Carla tidak bersikap kasar pada Rhona. "Bagaimana saya tidak senang, kalau saya diberikan kejutan seperti ini, Ma. Tanpa persetujuan Mama, saya yakin acara ini tidak akan terjadi. Terima kasih ya Ma, karena sudah melahirkan lelaki sebaik Farrel.""Dia bai
Untuk beberapa detik, Jessi menatap pelayan yang sedang membungkuk, meminta maaf. Sudah bertahun-tahun lamanya, tapi Jessi yakin kalau yang dia lihat sekarang adalah adiknya. Jessi terkejut dan tidak menyangka. Begitu juga dengan Farrel. "Kaila," panggil Jessi dan Farrel. Kaila memberanikan diri menatap Jessi. Karena Jessi menggunakan make up dan terlihat jauh lebih cantik, membuat Kaila ragu kalau yang didepannya saat ini adalah Jessi. Namun, saat Kaila melihat Farrel, ia yakin kalau didepannya ini adalah seorang kakak yang ia rindukan. "Kak Jessi." Mata Kaila berkaca-kaca. Ia ingin menangis dan memeluk Jessi. Namun, Kaila menahan diri karena saat ini dirinya sedang bekerja. Jessi juga harus menahan diri. Karena namanya sedang bekerja, harus menyelesaikan tanggung jawabnya. Niat awal setelah pulang dari pesta mereka akan pergi kesebuah hotel, tapi sekarang Jessi dan Farrel menunggu Kaila selesai bekerja. "Kakak." Setelah selesai bekerja, Kaila langsung menuju d