Share

Pilihan

Penulis: Nia Kannia
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-24 20:37:13

Anya sedikit mengerutkan dahi melihat ekspresi kekecewaan yang ditunjukkan Ilham. Kepalanya saat ini terlalu berat untuk memikirkan tentang video apa yang Ilham kirim.

“Nanti aja, Ham. Aku capek,” keluh Anya pelan. Ia benar-benar lelah.

Wanita itu menghela napas dalam. Mencoba mengusir sesak yang menjalar memenuhi rongga paru. Ia lelah. Lelah dengan dirinya sendiri.

Selama ini ia pikir akan bahagia setelah menikah dengan Revan. Karena pria itu selalu bersikap bijak, tenang dan berwibawa. Setidaknya itu yang Anya lihat. Apa lagi Revan adalah orang kepercayaan Prayoga semasa hidup.

Tak tanggung-tanggung Prayoga menunjuk Revan sebagai orang kepercayaan dalam waktu tidak sampai lima tahun. Keahlian dan kepribadian yang ditunjukkan oleh Revan membuat Prayoga percaya sepenuhnya.

Setelah kepergian ayahnya, Anya sempat menggantikan sang ayah karena dorongan Revan. Revan yang menjadi orang yang paling dekat dengan Anya setelah kepergian sang ayah. Pria itu tidak pernah terlihat bersikap curang pada Anya. Benar-benar memperlihatkan integritas yang membuat Anya terpesona.

Sehingga Anya yang sejak awal sudah membuka hati untuk Revan, menerima begitu saja ketika pria itu melamarnya. Anya yang yatim piatu dan tidak memiliki saudara kandung, merasa tidak harus bertanya pada siapa pun tentang keputusan hidupnya, maka ia menerima Revan begitu saja.

Akan tetapi, kehidupan setelah menikah tak seindah yang Anya bayangkan. Perlahan, tetapi pasti Anya merasa sikap Revan mulai berubah. Kejanggalan-kejanggalan mulai ia temukan.

“Ya udah, Mbak istirahat aja. Jangan terlalu banyak pikiran.” Suara berat Ilham seakan menjemput angan Anya yang tadi berkelana.

“Kamu pulang aja, Ham. Istirahat juga.”

“Udah, Mbak gak usah repot-repot mikirin aku. Fokus istirahat aja,” ucap Ilham tanpa menanggapi ucapan Anya.

Anya bergeming. Hanya menatap lurus pada langit-langit dengan tatapan sayu. Sementara itu, Ilham berdiri dari kursi, kemudian beranjak menuju pintu keluar. Namun, ia berhenti sebelum membuka pintunya. Ia kemudian menoleh.

“Mbak Anya jangan merasa sendirian. Aku di sini.” Kalimat itu ia ucapkan dengan suara pelan, tetapi sarat dengan keyakinan. Ia kemudian benar-benar pergi. tanpa menunggu jawaban dari Anya. Cukup wanita itu tahu saja.

Anya bergeming, menatap daun pintu yang sudah ditutup oleh Ilham. Sejenak, ia terngiang ucapan pemuda itu satu tahun lalu.

“Memangnya apa sih, bagusnya Revan itu, Mbak?”

Peringatan dari Ilham Anya anggap sebagai bualan anak kecil. Tak pernah serius dan asal.

“Semoga dia memang baik, dan apa yang kulihat hanya prasangkaku saja. Aku gak berhak ikut campur dalam keputusan hidup Mbak Anya. Semoga Mbak bahagia.”

Anya menghela napas dalam. Mengembalikan angannya beranjak dari masa lalu. Ia kemudian mengambil ponsel pintarnya yang Ilham letakkan di samping tubuhnya.

Persis seperti yang dikatakan Ilham, tidak ada pesan ataupun panggilan masuk dari pria yang berstatus sebagai suaminya itu. Lagi-lagi ia menghela napas dalam. Kali ini terasa lebih berat.

Dengan tangan sedikit gemetar ia mulai membuka history chat dari Ilham. Menggeser halaman chat ke atas hingga menemukan video yang dikirim Ilham pagi tadi.

Anya fokus menatap layar ponselnya. Hanya butuh beberapa detik, air matanya merebak kembali. Ia menangkup mulutnya sendiri, menahan agar tangisannya tidak mengeluarkan suara.

Anya meletakkan ponselnya ke kasur. Menelungkupkan layarnya. Selama tiga bulan ini, ia memang mulai curiga jika Revan mengkhianati pernikahan mereka. Namun, kecurigaan itu selalu terhapus dengan mulut manis pria itu yang selalu mengungkapkan alasan yang masuk akal bagi Anya. Dan, ia selalu kembali percaya. Lagi dan lagi.

Lebih menyakitkan lagi ternyata wanita yang menjadi duri dalam rumah tangga mereka adalah bukan wanita asing.

***

Keesokan harinya, Anya sudah diperbolehkan pulang. Anya melangkah dengan langkah perlahan memasuki rumah. Ilham mengekor di belakang atas izin wanita itu.

“Non Anya dari mana saja?” Salah seorang ART di rumah itu menyapa. Namun, Anya tidak menjawab, hanya menanggapi dengan senyum.

Namun, Anya berhenti melangkah saat kepikiran untuk menanyakan sesuatu.

“Apa Mas Revan cari saya, Mbak?” tanya Anya pelan.

Wanita dengan tampilan sederhana itu kemudian menggeleng membuat sesuatu di dalam sana terasa bergemuruh.

“Tante Laras masih di sini?” lanjut Anya lagi. Kini sang emban mengangguk.

“Pantas,” gumam Anya.

“Mbak, aku pulang dulu, ya. Mbak Anya hati-hati. Kalau ada apa-apa langsung hubungi aku,” ucap Ilham yang berdiri di belakang Anya.

Akan tetapi, belum sempat Anya menjawab, sebuah suara aneh terdengar samar. Seperti suara seorang perampuan.. Ilham dan Anya saling pandang dengan tatapan curiga. Sementara sang ART memilih pamit beranjak.

Anya melangkah mendekat ke arah pintu kamar tamu yang merupakan sumber suara. Suara itu kembali muncul, tetapi kini menjadi suara cekikikan. Bukan satu orang, tetapi dua. Anya kenal betul dengan suara keduanya.

Anya kembali menatap Ilham setelah sampai di depan pintu. Ternyata pintunya tidak tertutup rapat. Pantas saja, suaranya terdengar.

“Terserah Mbak Anya, kalau Mbak mau menangkap basah mereka, buka sekarang. Kalau masih mau bermain-main, membalas dengan cara elegan, Mbak harus sabar dulu.” Ilham setengah berbisik.

Kalimat Ilham membuat Anya bergeming sesaat. Ia kemudian menarik napas dalam dan mengembuskan dengan kasar. Berharap sesak yang masih terus bersarang segera pergi.

Wanita itu menoleh, menatap pada Ilham sesaat sebelum tangannya menyentuh handel pintu.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Teman Tidur Suamiku    Pilihan

    Anya sedikit mengerutkan dahi melihat ekspresi kekecewaan yang ditunjukkan Ilham. Kepalanya saat ini terlalu berat untuk memikirkan tentang video apa yang Ilham kirim. “Nanti aja, Ham. Aku capek,” keluh Anya pelan. Ia benar-benar lelah. Wanita itu menghela napas dalam. Mencoba mengusir sesak yang menjalar memenuhi rongga paru. Ia lelah. Lelah dengan dirinya sendiri. Selama ini ia pikir akan bahagia setelah menikah dengan Revan. Karena pria itu selalu bersikap bijak, tenang dan berwibawa. Setidaknya itu yang Anya lihat. Apa lagi Revan adalah orang kepercayaan Prayoga semasa hidup. Tak tanggung-tanggung Prayoga menunjuk Revan sebagai orang kepercayaan dalam waktu tidak sampai lima tahun. Keahlian dan kepribadian yang ditunjukkan oleh Revan membuat Prayoga percaya sepenuhnya. Setelah kepergian ayahnya, Anya sempat menggantikan sang ayah karena dorongan Revan. Revan yang menjadi orang yang paling dekat dengan Anya setelah kepergian sang ayah. Pria itu tidak pernah terlihat bers

  • Teman Tidur Suamiku    Kehilangan

    Sesampai di parkiran rumah sakit, Ilham bergegas keluar dari mobil sambil membopong saudara sepupunya yang tak sadarkan diri. Petugas kesehatan yang standby menyambut dengan mendorong brankar ke arah Ilham dan segera membawa Anya ke ruang IGD. “Pasien mengalami pendarahan hebat. Tindakan kuretase harus segera dilakukan, kami butuh persetujuan keluarga sekarang,” ucap salah seorang petugas nakes menghampiri Ilham yang hanya diperbolehkan menunggu di luar. “Lakukan yang terbaik,” sahut Ilham cepat tanpa mampu menyembunyikan rasa cemasnya. “Anda … keluarganya?”Ilham sempat mengangguk, bergeming sesaat, lalu menelan ludah menyembunyikan gelisah ketika sang perawat terlihat tak yaki. “Saya–saya suaminya.” Ilham merekatkan rahangnya. Seharusnya pria berstatus suami Anya yang berada di sini. Namun, pria itu sama sekali tidak merespons ketika Ilham menghubunginya beberapa kali.Perawat itu mengangguk, kemudian memberi intruksi pada Ilham untuk mengikutinya. ***HIngga gelap menyapa alam

  • Teman Tidur Suamiku    Sinyal Bahaya

    Karena rasa penasaran terlanjur menguasai, Anya nekat pergi ke kantor pusat yang lokasinya tidak jauh dari gudang. Namun, ternyata Revan juga tidak ada di ruangannya. Bahkan sekretaris baru pengganti Dinda mengatakan Revan belum sampai di kantor.“Kamu di mana, Mas?” tanya Anya pada Revan lewat sambungan telepon. Ketika sampai di depan pintu lift untuk turun. Namun, menunda masuk karena ingin fokus menelepon.“Aku masih di kantor, Sayang. Aku pulang jam makan siang nanti, ya,” jawab Revan yang diiringi dengan napas yang memburu.Anya menghela napas dalam. Penasarannya sudah terjawab, tetapi bukan lega, malah terasa menyakitkan. “Mas Revan lagi ngapain? Kok napasnya ngos-ngosan gitu?” tanya Anya berusaha untuk terdengar tenang. “Hmmm …. ini aku lagi … lagi naik tangga, Sayang. Iya, naik tangga,” jawab Revan yang terdengar sambil mengatur napas. “Lift-nya lagi ada masalah, jadi terpaksa naik tangga.”“Sayang, ma–af ya. Aku tu–tuhup dulu. Tanngung nih, bentar lagi sam–” Tanpa menunggu

  • Teman Tidur Suamiku    Mencari Kebenaran

    Wanita yang sepuluh tahun lebih tua dari Anya itu menarik senyum. “Kita sesama perempuan, Sayang. Tante juga pernah hamil. Jadi, itu bukan hal sulit.”Anya mengulas senyum juga. Lebih tepatnya ia memaksa diri untuk membalasnya. Wanita di depannya itu biasanya hanya datang ketika ada maunya saja. Lantas, mau apa dia sekarang?“Tapi, Tante, aku gak suka minum susu.”“Kamu harus coba. Ini susunya yang rasa buah mangga buah kesukaan kamu, loh.” Wanita itu menyodorkan kembali gelas yang ia ambil dari nampan yang dibawa oleh ART.Anya menatap gelas itu dengan ragu. Ia berpikir untuk beberapa detik.Sementara wanita yang bernama Laras Wangi itu masih memamerkan senyum yang begitu manis, sembari mengangguk dan memejamkan mata untuk menyuntikkan keyakinan pada anak sambungnya itu.Setelah beberapa saat, Anya meraih gelas itu dan mencicipinya setengah teguk saja untuk mengeja rasa di lidahnya. Setelah beberapa saat merasakan tidak ada masalah, Anya pun kembali meneguknya, hingga menyisakan beb

  • Teman Tidur Suamiku    Yang Baik Bukan Berarti Bisa Dipercaya

    SEBELAS JAM YANG LALU, DI SEBUAH PERUMAHAN ELIT DUA LANTAI.“Dia hamil, Queen. Dia belum kasih tahu secara langsung, sih, tapi aku nemu tespek positif di laci.” Lirih, suara seorang pria mengandung penuh penyesalan.“Kamu bodoh!” umpat seorang wanita malam itu. Matanya menatap tajam dan tegas pada pria di hadapannya. “Kok bisa sih kamu sampe kecolongan gini?” tanya wanita itu dengan nada kesal. “Sory, Queen. Aku kelepasan. Lagian kamu sendiri yang minta nikahin dia, terus berlaku seolah jadi suami beneran.”“Iya, tapi gak harus buat dia hamil juga.” Wanita itu mendengkus kesal. Dia kemudian bersedekap, berdiri sambil menatap dengan sedikit memicingkan mata. Lalu mengeluarkan kalimat tuduhan yang bernada kecurigaan.“Jangan-jangan kamu sengaja, menghamili dia terus berencana menyingkirkanku?”Si pria yang tadi duduk di tepi ranjang, kini berdiri menatap wanita yang hanya mengenakan tanktop yang dipadukan dengan rok mini. Pria itu memegang kedua bahunya. “Sama sekali enggak, Queen.

  • Teman Tidur Suamiku    Imbal Balik?

    “Kamu mau bunga juga, Sayang?” tanya Revan. Mungkin berusaha mengalihkan pembicaraan.Anya menggeleng. Tanpa mengalihkan tatapan dari sang suami “Memberiku bunga bukan kebiasaanmu setelah kita nikah, Mas. Itu biasa kamu lakukan sebelum kita nikah, ‘kan?” tanya Anya masih dengan sikap tenang.“Maaf, Sayang. Mungkin aku terlalu sibuk, sampai lupa kasih perhatian lebih sama kamu. Ya udah, besok aku beliin, ya.” Revan menarik garis lengkung di bibirnya. Satu tangannya terangkat menggapai pipi wanita di hadapannya.“Tapi bukan bunga yang aku mau sekarang. Aku cuma butuh kejujuran. Jadi, kamu jawab dengan jujur, kamu beli bunga untuk siapa?” tanya Anya dengan nada penuh tuntutan dan ketegasan.“Buat pemasok barang di toko kita, Sayang.” Revan menjawab kemudian.Anya mengerutkan kening. “Iya, itu adalah salah satu strategi kita untuk bikin mereka merasa dihargai. Biar kerjasama tetap jalan dan harga barang jadi lebih bersahabat,” jelas Revan sambil menatap lembut.“Terus, kenapa cuma satu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status