Home / Rumah Tangga / Teman tapi Menikah / 2. El Dante Arya Prabakesa

Share

2. El Dante Arya Prabakesa

Author: IKYURA
last update Last Updated: 2024-04-27 11:07:46

Suasana gedung bertingkat Facade Architect yang ada di bilangan Jakarta siang itu terlihat tampak sibuk. Meskipun sudah ada puluhan staf yang bekerja di kantor tersebut, rupanya gedung yang memiliki konsep ‘feel like home’ itu terasa begitu nyaman.

Dengan langkah lunglai Cintara berjalan melewati pintu lobi lalu bergerak menuju ke lantai tujuh, tempat di mana ruangan Dante berada.

“Clara, Dante ada?” tanya Cintara saat tiba di lantai tujuh.

“Mbak Cintara? Ada, Mbak. Mau saya antar?”

Cintara menggeleng. “Nggak usah, Cla. Saya langsung ke sana saja, ya.”

Clara mengangguk lalu Cintara melangkah menuju ruangan Dante. Perempuan itu sempat menarik napas panjang, sebelum akhirnya tangan terangkat untuk mengetuk pintu ruangan Dante.

Lalu, “Clara, bisa kamu kirimkan lapor—” Bibir Dante seketika terkatup rapat. “Ta?”

Cintara meringis kecil. “Sibuk?”

Dante kemudian menggeleng. “Ada apa? Kok nggak bilang dulu kalau mau ke sini?” Pria itu kemudian melangkah menuju meja kerjanya, fokusnya tertuju pada layar monitornya.

“Te…” panggil Cintara lirih.

“Hmm. Kenapa, Ta? Bentar ya, gue lagi mau ngecek laporan bentar.” Dante hanya bergumam tanpa mengalihkan tatapannya. “Lo mau ngomong apa sama gue? Gue sibuk banget hari ini. Sebentar lagi gue ada meeting. Terus ada laporan yang mesti gue cek dan lo tau kan kalo gue—"

Cintara seketika merengut. “Apaan. Katanya selama-lamanya Cintara. Kok main menomorduakan gini sih, Te? Ya udah deh, kalau lo sibuk. Kapan-kapan aja!”

Pria tampan yang tadinya sibuk menekuri layar monitor yang ada di hadapannya kini sudah menoleh sempurna ke arah Cintara yang tampak menggemaskan meskipun ia sedang merajuk.

"Lo sehat kan, Ta?" tanya Dante dengan kening mengernyit.

"Menurut lo?” sungut Cintara sebal.

Dante terkekeh, kedua tangannya terselip ke saku celananya. "Lo tiba-tiba sok manja gini sama gue. Kenapa sih, Ta? Lo lagi ada masalah? Atau Habis putus sama cowok lo?"

Pria itu lantas melagkah menghampiri Cintara yang masih saja berdiri sambil bersandar di meja kerjanya. Perempuan itu merengut sambil tangannya bersidekap, kesal karena tidak diperhatikan.

“Maksud lo Niko yang otaknya cuma soal selangkangan doang itu?”

“Siapa lagi? Terakhir kan lo bilang kalau lo habis jadian sama dia.”

“Udah gue buang ke laut!” jawab Cintara dengan kesal.

“Astaga, Ta. Lo gonta-ganti pacar udah kayak ganti celana dalam, deh,” sindir Dante. “Emang kenapa dianya, sih?”

“Sering gue ganti celana dalam ya, daripada ganti pacar!” protes perempuan itu. “Ya pokoknya gue nggak suka aja sama dia.”

Dante lantas mengerutkan keningnya sesaat. “Terus? Lo ngapain ke sini? Lo nggak nugas, gitu?”

Cintara menarik napas lalu mengembuskannya dengan pelan. "Gue mau ngomong penting sama lo! Tapi kalau lo-nya malah menomorduakan gue gini… kan gue jadi males, Te,” ujarnya tak terima. “Apaan? Katanya ‘Selama-lamanya Cintara’, masa meeting lo lebih penting dibandingkan gue!"

Dante tertegun selama beberapa saat. "Astaga, Ta. Lo lagi PMS apa gimana, sih?"

Perempuan itu memilih diam.

"Apa lo habis dikejar-kejar nyokap buat kawin? Makanya jadi rewel gini?"

"Emangnya gue bayi?"

"Emangnya yang suka ngerengek-rengek gini kalau bukan bayi disebut apa?” kelakar Dante sembari terkekeh.

Cintara sudah melotot tajam. "Tau ah, Te! Terserah, sana kalo lo mau meeting!" 

Dante membuang napas kasar. Ia melangkah mendekati meja kerjanya kemudian menekan tombol pada line telepon yang terhubung dengan sekretarisnya.

"Ya, Pak? Ada yang bisa dibantu?" tanya Clara di seberang sana.

"Meeting sore ini minta tolong untuk ditunda satu jam lagi ya, Ra. Saya masih ada urusan lain yang nggak bisa saya nomorduakan,” ujar Dante kemudian. 

"Baik, Bapak."

“Thank you.”

Setelah mengakhiri panggilannya dengan Clara, Dante kembali menghampiri Cintara. "Puas? Satu jam cukup?”

Cintara yang tidak bisa menyembunyikan senyumannya seketika memalingkan wajahnya. Ia bisa merasakan jantungnya berdegup kencang, terlebih saat Dante kini menatapnya.

Mereka bertiga—Dante, Cintara, dan Kanaya—memang bersahabat sejak mereka duduk di bangku SMA. Sifatnya yang manja dan menggemaskan selalu membuat Dante berperan sebagai pria yang melindungi kedua sahabatnya itu.

Bahkan ketika kini mereka hampir menginjak usia kepala tiga. Meskipun mereka sangat jarang bertemu, lantaran profesi Cintara dan Kanaya sebagai pramugari. Namun rupanya mereka tak pernah absen untuk bertemu, terutama ketika Cintara dan Kanaya sedang berada di Jakarta.

“Hubungan Kanaya sama Caraka udah direstui sama Om Mahesa dan Tante Sasi," ujar Cintara dengan lirih.

"I know. Terus?" tanya Dante dengan santai. Tampak biasa-biasa saja lantaran hubungan mereka sudah dikabarkan oleh Kanaya melalui grup W******p mereka.

“Em…” Cintara menggigit bibirnya bagian dalam, tampak kebingungan saat tidak tahu harus memulainya dari mana.

Dante menaikkan satu alisnya. Merasa gemas dengan tingkah aneh Cintara. Lalu, “Lo sejak tadi aneh lho, Ta? Gue jadi penasaran lo habis kesambet apa habis landing kemarin?" sindir Dante kepadanya.

"Enak aja! Gue masih waras, ya!" gerutu Cintara tak terima.

"Lalu apa, dong?" tanya Dante penasaran. “Lo lagi punya masalah?”

Sementara Cintara masih diam.

“Ta?” Dante lantas mendekati Cintara yang tampak bingung saat ini, lalu berdiri tepat di depan perempuan itu dengan satu tangan bersembunyi di balik kantong celananya. Sementara satu tangan lainnya mengusap wajah Cintara dengan lembut.

“Nyokap mau jodohin gue kalau gue nggak pulang bawain calon mantu, Te,” cicit Cintara lirih. "Masalahnya gue nggak mau ada perjodohan itu. Kayak gue nggak laku aja, kan pake dijodoh-jodohin segala? Terus… gue—"

Perempuan itu sengaja menggantung ucapannya lantaran tatapan tenang Dante sudah lebih dulu membuat hatinya kelimpungan. ‘Come on, Ta. Lo nggak gila, kan?’

"Terus?"

Cintara menghela napas pendek. “Ini kedengarannya aneh banget sih, Te. Tapi gue pengen nikah,” Perempuan itu menundukkan wajah dala-dalam. Lalu, “Sama lo, ya? Gue pengen ngajak lo nikah.”

Dante yang mendengar ucapan Cintara seketika kehilangan kata-kata. Apa tadi Cintara bilang?

"Lo barusan bilang apa, Ta?” tanya Dante memastikan lagi.

Cintara mencebikkan bibirnya. "Lo udah punya pacar, ya? Nggak buru-buru banget sih, Te. Cuma minggu besok nyokap udah ngasih ultimatum kalau gue nggak pulang bawa calon mantu, gue bakalan dijodohin. Gue nggak mau, Te,” ucapnya sambil merengut, memohon kepada pria itu untuk mengerti maksud apa yang diucapkan barusan.

Sementara Dante masih diam.

"Nggak harus lo jawab sekarang, kok. Cuma lo doang yang terlintas di kepala gue. Yah, meskipun gue juga nggak bisa bayangin gimana awkward-nya gue sama lo. Masa iya, teman tapi menikah? Lo… nggak mau, ya?"

Cintara meraup wajahnya dengan gusar. Ia tampak kalut. Terlebih saat Dante kini menatapnya. Jenis tatapan yang sulit untuk diartikan oleh Cintara.

“Te?” panggil Cintara. "Dante!"

Baru panggilan kedua itu, Dante mengerjap. "Hm?"

"Nggak usah sebegitu lebay-nya deh, Te. Iya, ini emang aneh. Gue juga heran kenapa gue malah ngajak lo nikah! Maksud gue, ada banyak yang gue pertimbangin sebelum gue datang ke sini. Bahkan gue nggak bisa tidur semalaman cuma gara-gara ini tahu, nggak!” sungut Cintara.

"Kalau lo tanya kenapa gue milih lo ya… karena lo bisa ngehargain gue nggak kayak cowok-cowok lain yang otaknya cuma isi selangkangan doang, lo selalu bisa ngelindungin gue, dan cuma lo yang bisa nerima gue apa adanya. Pokoknya lo yang paling tau banyak tentang gue. Makanya satu-satunya orang yang ada di dalam kepala gue, cuma lo."

Cintara mendesah panjang.

"Nggak buru-buru kok, Te. Lo pikir-pikir aja dulu. Gue masih ada waktu buat nunggu jawaban dari lo."

Rasanya Cintara ingin sekali menenggelamkan diri ke lautan saja. Terlebih saat ia bisa membaca bagaimana ekspresi wajah Dante yang tampak terkejut dengan permintaan ajaibnya.

***

Terima kasih sudah mampir dan membaca, ya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Teman tapi Menikah   95. Happily Ever After

    Suara ketukan dari luar sejenak mengalihkan perhatian Dante yang sejak tadi sibuk menatap layar monitornya. Pria itu menghela napas pendek lalu menoleh ke arah pintu. Seorang perempuan melangkah menghampirinya.“Clara?”Perempuan itu mengulas senyum tipis. “Pak Dante ada waktu sebentar?” tanya Clara saat itu.Pria itu mengangguk. “Ada apa?”Perempuan itu melangkah mendekat lalu mengangsurkan sebuah amplop putih ke arah Dante. Pria itu mengernyit, bertanya-tanya.“Apa ini?” tanya Dante lagi.“Setelah saya pikirkan matang-matang, saya memutuskan untuk resign, Pak.”“Kamu yakin?” tanya Dante lagi. “Kamu baik-baik saja?”Clara tak langsung menjawab. Ia menggigit bibirnya bagian dalam, memberanikan diri untuk menatap wajah Dante yang kini menatapnya dengan lekat.“Saya ingin menemani ibu saya di Jogja, Pak. Sekaligus… saya ingin menenangkan diri dulu. Kejadian beberapa bulan yang lalu cukup membekas di hati saya.”“Kamu tahu kan, kalau saya dan Cintara sudah melupakannya? Kamu sudah bertah

  • Teman tapi Menikah   94. Kado Untuk Cintara

    “Happy birthday, Dia Cintara Naladhipa,”Cintara terdiam selama beberapa saat lalu seketika membelalak lebar. “Hah? Emang aku ulang tahun hari ini?” Cintara menundukkan wajah, melihat kalender pada ponselnya. “Ya ampun, Te…”Mata Cintara seketika berbinar-binar. Menatap buket bunga yang masih ada di tangan Dante. Rupanya pria itu sengaja membeli bunga itu untuk Cintara.“Kamu nggak mau ambil bunganya?” tanya Dante membuyarkan keterdiaman Cintara. “Tangan aku pegal lho, Ta.”Air mata Cintara tiba-tiba jatuh membasahi wajah cantiknya. Ia meraih buket bunga warna kuning, “aku lupa…”“It’s your birthday, Ta. Kenapa nangis, sih?”Perempuan itu mengerjap bersamaan dengan air matanya yang jatuh membasahi wajah cantiknya. “Aku lupa, tapi kamu malah inget sama ulang tahunku.”“Kunci rumah kamu taruh di meja aja, satu jam setelahnya kamu lupa, Ta.” Tangan Dante terulur ke depan, mengusap pipi Cintara yang lembut. “Semoga panjang umur …” Tangis Cintara semakin menggugu. “Terima kasih karena kamu

  • Teman tapi Menikah   93. Happy Birthday

    “Udah beneran nggak apa-apa, kan?” tanya Dante.Pria itu baru saja kembali dari mengurus segala urusan administrasi Cintara selama istrinya dirawat di rumah sakit.“Emang kalau nggak beneran kenapa?”Dante mengulas senyum tipis. Ia duduk di tepi ranjang tidur. Tangannya terulur ke depan, menyelipkan anak rambut Cintara ke belakang telinga. “Kalau belum benar-benar sembuh, nggak masalah kalau aku mesti ambil cuti lagi buat jagain kamu di sini.”Cintara mendecak dengan matanya yang melotot. “Nggak usah aneh-aneh deh, Te. Aku udah baik-baik saja sekarang. Dua hari makan makanan rumah sakit tuh nggak enak. Aku pengen makan soto, aku pengen makan sate, terus aku pengen makan bebek goreng habis ini!”“Emang perutnya muat?” tanya Dante dengan lembut.“Ya kan nanti ada kamu yang bakalan bantu ngabisin.” Cintara tertawa. “Ya kan, De?” ujarnya sembari mengusap perutnya yang sedikit membola.“Sebelum pulang, kita mampir ke ruang rawatnya Clara dulu ya, Ta? Bu Yenny tadi sempat telepon, dan penge

  • Teman tapi Menikah   92. Akhir Segalanya

    “Mas? Gimana keadaan Cintara sekarang?”Dante yang sejak tadi duduk di bangku yang ada di koridor itu lantas menoleh. Ia bangkit dari duduknya lalu melangkah menghampiri Arjuna.“Cintara lagi diperiksa sama Inggit, Pa. Aku minta Inggit buat memastikan keadaannya dulu. Kejadian hari ini pasti bikin terguncang.”Arjuna menghela napas pendek. “Semua udah selesai, Mas. Kamu nggak perlu mikirin lagi.”“Gimana keadaan Niko, Pa?”“Dia dirawat di sini. Ada polisi yang akan mengawasi dia selama 24 jam. Tembakan Papa cuma mengenai pundaknya dan dia akan baik-baik saja sampai dijatuhi hukuman.”“Dia harus membayar mahal atas perbuatannya, Pa.”Arjuna mengangguk, membenarkan ucapan Dante. “Papa akan pastikan itu. Jangan dipikirin ya, Mas. Cintara masih butuh kamu untuk tetap di sampingnya. Dia pasti terguncang banget sekarang.”“Makasih, Pa. Kalau nggak ada Papa, aku nggak tahu gimana jadinya kalau sampai Cintara kenapa-napa.”Arjuna menepuk bahu Dante dengan lembut. “Sekarang kamu temenin Cintar

  • Teman tapi Menikah   91. Menyelamatkan Cintara

    “Saya sekarang ada di rumah sakit, Bu. Clara sempat mengeluh sakit dan makanya saya langsung bawa dia ke rumah sakit.”Setelah memberikan kabar kepada Yenny, Dante melangkah menghampiri Clara yang saat ini tengah terbaring di atas ranjang IGD.Wajahnya terlihat pucat dan hal itu mengingatkan Dante pada keadaan Cintara saat itu. “Pak, maaf…”“Kita bisa bicara nanti, Ra. Yang terpenting sekarang adalah kamu harus diperiksa dulu.”Masih dengan terisak, Clara menggeleng cepat. Entah ia tengah menyesal karena sudah membuat Dante terlibat dengan masalahnya atau karena ia tidak mampu menahan rasa sakit.“Niko, Pak. Saya diancam sama Niko.”Seketika Dante terdiam. Ada banyak pertanyaan yang kini berjejalan di kepalanya. Namun saat Inggit sudah menghampirinya, Dante langsung mengurungkan niatnya untuk sekadar bertanya.“Dia sekretaris gue, Nggit. Tolong dia.” Inggit mengangguk. “Lo yang tenang, Te. Gue bakalan berusaha semaksimal mungkin. Tapi, Te… melihat kondisinya saat ini, gue akan berusa

  • Teman tapi Menikah   90. Penculikan

    Cintara sedang duduk di ruang tamu rumahnya dengan perasaan gelisah lantaran Dante sama sekali tidak memberikan kabar apapun.Perempuan itu akhirnya menyerah. Ia meraih ponsel yang ada di atas meja saat bersamaan dengan ponselnya berdering. Cintara bangkit dan melihat nama Dante muncul di layar. Cepat-cepat perempuan itu mengangkat panggilan itu.“Halo, Te? Gimana hasilnya? Kamu berhasil membujuk Clara?” tanya Cintara dengan tak sabaran.“Aku lagi di rumah sakit, Ta. Maaf ya kalau aku belum sempat ngabarin kamu. Kondisi Clara memburuk, Ta.”“Memburuk? Maksud kamu apa? Clara sakit?”“Kondisi kandungannya melemah. Sekarang dia lagi ditangani sama dokter.” Cintara bisa merasakan jantungnya berdebar begitu kencang. Ia sudah kehilangan kata-kata. “Tapi kamu nggak usah khawatir, ya? Aku lagi nunggu Ibunya Clara datang dan—”“Aku ke sana sekarang juga, Te.”“Tapi, Ta. Kamu—”“Kamu pernah bilang kan kalau kita akan melaluinya sama-sama? Aku yakin kalau kita bisa menyelesaikan masalah ini sege

  • Teman tapi Menikah   89. Rencana Dante

    “Aku benar-benar nggak nyangka kalau Clara bakalan sejahat itu sama kamu, Te.” Cintara menarik napas pendek. “Kamu yakin bisa mengatasinya? Udah seminggu ini Clara menolak ajakanku untuk ketemu.”“Hei…” Dante menarik Cintara ke dalam pelukannya. Meskipun kepalanya terasa nyeri luar biasa, namun ia tidak ingin menunjukkannya di depan Cintara. “Aku pasti akan menemukan jalan keluar, Ta. Ini cuma perkara waktu aja.”“Terus rencana kamu apa sekarang?” tanya Cintara penasaran.“Aku mau ke rumahnya Clara, Ta. Aku nggak mau terlalu lama menunda-nunda masalah ini.”“Mau ditemenin?”Dante menggeleng. “Aku pergi sendiri aja, ya?” ujarnya. “Aku nggak mau Clara merasa terintimidasi, Ta. Aku yakin banget kalau sekarang dia lagi kebingungan.”Cintara menarik napas pendek. “Menurut kamu siapa yang berani melakukannya dengan Clara? Maksudnya… gila aja gitu. Clara pacaran sama cowok yang abusive sampai dia hamil. Dan sekarang dia justru menuduh kamu yang memperkosa dia.” Ia semakin mempererat dekapann

  • Teman tapi Menikah   88. Saya Dilecehkan, Pak

    Suara deringan ponsel Dante sejenak mengalihkan perhatian mereka. Dante menundukkan wajah dan mendapati nama Cintara muncul di layar.“Saya mau angkat panggilan dari istri saya dulu, Pak, Bu.” Dante bangkit dari duduknya lalu melekatkan benda pipih itu ke telinga. “Halo, Ta?”“Te… gimana Clara? Kamu udah ketemu sama dia?”“Ta… aku lagi ada masalah di sini. Kayaknya aku nggak bisa langsung pulang, deh.”“Masalah apa?”Dante menghela napas pendek, tatapannya tertuju pada ruang tamu Clara yang dikerumuni orang-orang. “Clara menuduh aku memperkosa dia, dan sekarang aku lagi disidang sama warga sekitar sini.”“Memperkosa?” ujar Cintara dengan suara meninggi. “Siapa yang menuduh kamu begitu, Te? Siapa?”“Kamu percaya kan kalau aku nggak melakukan semua itu?”“Mana mungkin aku percaya, Te. Aku yakin 100% kamu nggak akan melakukan hal sekotor itu tahu, nggak! Sekarang kirimkan alamatnya Clara, aku mau nyusul kamu ke sana, Te.”“Kamu udah janji nggak akan ke mana-mana, Ta. Jadi kamu—”“Dan ng

  • Teman tapi Menikah   87. Yang Terjadi dengan Clara

    “Lagi mikirin apa?” Suara vokal Cintara sejenak mengalihkan perhatian Dante yang sejak tadi melamun di balkon. Pria itu sudah terlihat rapi dan hendak berangkat ke kantor pagi itu. Cintara mengayunkan langkahnya mendekat lalu merapikan dasi Dante yang terlihat miring. “Kamu masih kepikiran soal Niko, ya?”“Untuk sementara waktu jangan ke mana-mana dulu, ya?” ujar Dante sembari menyelipkan anak rambut Cintara ke belakang telinga. “Kita nggak tahu apakah Niko benar-benar kabur atau dia punya niat buat balas dendam sama kita, Ta. Aku nggak mau kamu kenapa-napa.”“Iya, Te. Tapi kamu juga hati-hati, ya. Aku nggak akan ke mana-mana, kok.” Cintara menghela napas pendek. “Tapi yang jadi masalah, kalau Mama tanya soal ini, aku mesti jawab apa?”“Jawab apa adanya aja, Ta. Setidaknya Mama juga bisa bantu aku buat jagain kamu nanti.”“Tapi kamu yakin kalau yang nabrak aku waktu itu emang disengaja?” tanya Cintara.Dante mengangguk. “Kalau nggak disengaja, orang yang menabrak kamu pasti nggak akan

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status