Wakil direktur itu menunjukkan proposal yang diberikan oleh calon kliennya yang kini menunggu di bawah. Namun direktur baru itu tak ingin melihatnya.
"Aku sudah mengetahuinya, aku yang membuat proposal ini bersama Istriku. Tolong kau tanda tangani saja surat perjanjian kerja sama dengan pihak Windsor. Agar tak menimbulkan kecurigaan mintalah pihak Windsor untuk menyerahkan salinan neraca keuangan tahunan mereka. Satu lagi, pastikan nama Josephine Windsor ada dalam perjanjian kita!" perintah Nicko. Keputusan yang dibuat Nicko semata-mata adalah untuk mendukung istrinya. Hidup dua tahun di tengah keluarga Windsor membuatnya paham bagaimana keluarga Windsor bersikap pada istrinya yang cantik. "Aku akan mentransfer 60% dari total 3 miliar ke rekening perusahaan Windsor, sisanya akan kutambah minggu depan. Kau perlu mengadakan pertemuan dengan keluarga Windsor dan meninjau perusahaan mereka!" tambah Nicko lagi. "Baik, Tuan MMungkin hati Josephine saat ini seperti kebun bunga, penuh warna dan kegembiraan. Hari ini ia berhasil menunjukkan kemampuannya untuk menggandeng perusahaan raksasa seperti Richmond."Ini semua karena dia yang selalu percaya pada kemampuanku," ungkap Jo dalam hati.Dorongan dan kepercayaan dari sang suamilah yang membawanya pada posisi sekarang. Segera saja ia mengambil ponselnya begitu Tuan Evans tak nampak dari pandangannya lagi."Sayang, kau pasti tak percaya dengan apa yang akan kukatakan," ujarnya pada Sang Suami melalui panggilan telepon."Hmm, ada apa Josephine? Kau sudah bertemu kembali dengan Tuan Evans?" tanya Nicko berpura-pura tak mengerti.Padahal saat Istrinya menelepon, ia sedang berdiri di samping Olivia White yang tengah mengawasi Laura. "Aku sudah melakukannya, Sayang. Kau tahu, direktur baru itu tertarik dengan proposalku. Kau tahu apa yan
Mobil Van milik Nicko masuk ke dalam pelataran Richmond. Ia terpaksa berkendara memutar agar Istrinya tak curiga.Kali ini tak seorangpun berani mencegah mobil itu masuk ke dalam gedung. Semua karyawan sudah tahu kalau mobil itu adalah milik Nicholas Lloyd. Jika mereka berani bertindak semena-semena, maka mereka akan berurusan dengan kepala divisi SDM.Kejadian yang barusan menimpa Laura Dean telah terekam pada otak mereka. Tentu sangat memalukan jika hal ini tetjadi pada diri mereka.Seorang wanita berambut pirang segera melangkah ke depan lobi begitu melihat van putih itu dari kaca. Pemilik mobil juga telah memberitahunya kalau mobil ia sudah sampai."Sayang, keluarlah! Aku tak berani untuk masuk ke dalam gedung, pakaianku tidak pantas!" tulisnya begitu tiba di pelataran.Tanpa ada rasa canggung ataupun rendah diri, perempuan cantik itu masuk ke dalam mobil van. Tak perlu menunggu lama, ia pun
Adrian tak dapat menyembunyikan kekecewaannya. Hampir tiga jam ia brrkendara bersama sahabatnya Damian, tapi Josephine tak juga ditemukan. Pria berambut pirang ini sudah mencoba menghubungi kantornya, tapi tak ada informasi tentang kedatangan Josephine. "Kita berhenti di sana!" pinta Adrian pada sahabatnya. "Kita mau ke mana?" tanya Damian. "Kau turunlah. Aku akan kembali ke kantorku," titahnya membuat Damian mengerutkan dahi. "Kau menurunkanku di jalan?" "Ya, aku masih banyak pekerjaan. Ingat aku tak akan memberikan apapun pada keluarga Windsor jika aku belum berkencan dengan Josephine!" katanya dengan ancaman. Mau tak mau, Damian pun menghentikan mobil Adrian yang ia kendarai dan keluar dari mobil mewah itu. Dengan terpaksa ia kembali ke perusahaan Windsor dengan mengendarai taxi. &nb
Kepalan tangan itu bersiap untuk melayangkan tinju pada wajah Nicko. Membuat Josephine semakin ketakutan dan berteriak."Jangan sakiti suamiku!" teriaknya memohon, tapi mereka malah membentak perempuan berwajah seperti boneka itu."Diam kau!" kata salah seorang dengan kasar.Mendengar bentakan pada wanita yang begitu ia kasihi, tentu membuat Nicko naik pitam. Tangan mereka yang tadi siap meninju malah ditangkap oleh telapak tangan Nicko.Tak ada yang mengira, kalau pemuda yang ukuran tubuhnya lebih kurus dari mereka berhasil melakukannya. Bahkan Josephine sendiri menutup mulut keheranan. Terlebih kedua orang itu merintih kesakitan, seolah tulang pada pergelangan tangan mereka tengah dipatahkan.Napas Nicko terdengar begitu memburu, dengan tempo yang begitu cepat. Kulitnya tampak merah seperti terbakar matahari dan matanya membulat. Ekspresi wajah yang tak pernah dilihat oleh Josephin
Josephine semakin merapatkan tubuh pada sang suami begitu masuk ke dalam rumahnya. Nicko yang berada di sampingnya pun menggenggam tangannya erat-erat. "Apa kau takut akan sesuatu?" "Itu mobil Damian, dan melihatnya membuat perasaanku jadi tidak enak." "Tadi aku berbohong pada Paman Howard jika aku akan bertemu Adrian mengurus investasi," jawab Josephine lirih. "Aku akan jadi perisaimu. Tenang ya!" Dua sejoli itu pun memasuki rumah Edmund Windsor yang tak terlalu besar. Tangan kanan Nicko menggandeng istrinya erat. Sementara tangan kirinya membawa tas belanja kebutuhan Josephine. Benar dugaan Josephine, Damian sudah menunggunya di ruang tengah bersama dengan Nenek dan Paman Howard. Sedangkan Ayah dan Ibu Josephine hanua menunduk. Mereka berdua pasti habis dimarahi habis-habisan. Nenek Elizabeth menurunkan kacamatanya sedikit, kemudian melirik ke arah cucu perempuannya yang bar
"Sayang, katakan pada mereka apa yang kau dapat hari ini!" pinta Nicko dengan lembut dan melingkarkan tangannya pada pundak sang Istri."Eh," balas Josephine sedikit gugup, tapi tak lama. Kemudian ia mengambil folder berisi pernyataam kerjasama dengan pihak Richmond."Masalah bisnis keluarga tak perlu dikhawatirkan lagi. Kurasa besok kita bisa membayar keterlambatan gaji para karyawan," kata Josephine dengan penuh percaya diri.Ucapan Josephine kali ini sukses membuat Paman dan sepepunya tak bisa menahan tawa. Dalam pikiran mereka mana mungkin seorang seperti Josephine melakukan hal ini."Kau ini lucu sekali Jo," komentar Damian."Aku tidak sedang melawak," balas Josephine ketus."Lalu kau kira dari mana bisa membayar gaji para karyawan. Kurasa kau tahu kan kalau jumlahnya hampir mencapai satu miliar?" Kali ini Nenek berkomentar sambil menunjuk cucu perempuannya dengan tongkat miliknya.&n
Damian mengusap pipinya yang terasa panas oleh hantaman Nicko. Ucapan sepepu Josephine ini telah membuatnya tersinggung. Berani benar ia mengatakan kalau istrinya menggunakan cara kotor agar mendapat suntikan dana dari Richmond.Bukankah sudah seharusnya ia membantu Istrinya yang mengalami kesusahan? Meskipun membantu dengan cara sembunyi-sembunyi."Kurang ajar! Berani-beraninya kau menghantam putraku?" protes Paman Howard yang tidak terima putranya dihantam oleh menantu tak berguna ini."Aku akan melakukan apapun untuk melindungi Istriku. Tak kan kubiarkan siapapun berkata hal buruk tentangnya," jawab Nicko."Huh! Sombong sekali kau? Memangnya kau tahu dari mana Josephine bisa mendapatkan investasi segitu besar jika tidak merayu direktur baru itu. Atau jangan-jangan ini idemu ya, karena istrimu yang bodoh ini bilang kalau kau yang menyarankan untuk datang Richmond Group. Aku tak menyangka kalau kau begitu rendah, hingg
Semua tampak sibuk memuja Armando bagaikan seorang pahlawan yang menyelamatkan keluarga mereka. Tak seorang pun menganggap kehadiran Josephine penting bagi mereka."Kau memang luar biasa Armando," puji Edmund.Pria keturunan hispanic itu pun semakin besar kepala. Menepuk dadanya dengan perasaan bangga. Membuat Istrinya semakin merendahkan adik perempuannya."Kalau cari suami itu yang seperti suamiku, mapan, cerdas dan berpengaruh. Jangan seperti dia yang tidak punya apa-apa," balas Catherine menuding pada Nicko tanpa segan.Perempuan yang tubuhnya lebih tinggi dari adiknya itu pun tak sengaja melirik tas belanja yang tergeletak di lantai. Tanpa segan perempuan itu pun langsung mengambil dan melihat isinya tanpa permisi."Catherine!" cegah Josephine saat kakaknya mengambil."Jadi ini milikmu? Kau pasti menghabiskan gajimu untuk ini, dan lupa akan kewajibanmu untuk menghidupi Ayah dan Ibu?" tamba