Share

Tentang Juni Lalu
Tentang Juni Lalu
Penulis: teduh

BAB 1

dua tahun kemudian

“Hari ini bagaimana? Semesta masih mendukungmu kan beberapa hari belakangan?”

“Tidak buruk,”

Tidak buruk. Siapa juga yang akan menyalahkan semesta terhadap apa yang sudah terjadi. Tentang perasaannya yang terus berkembang. Tentang apa saja yang tetap menjadi perbincangan dalam.

Hari ini masih sama. Perihal perasaannya yang masih mencoba baik-baik saja.

“Dua tahun lalu, aku ingat betul bagaimana perempuan di depanku ini menangis sangat menyedihkan. Dua tahun lalu juga aku ingat betul perempuan di depanku ini memohon untuk lupa seolah esok tidak pernah ada lagi bahagia. Aku sangat ingat betul malam itu kau terus memintaku menyembuhkan perasaanmu. Perasaan yang seyogianya hanya bisa kau sembuhkan dengan caramu sendiri. Bukan melalui tangan orang lain.”

Persis kalimat terakhir itu berakhir, kamar dengan dinding krem berkelambu coklat dengan seprai kotak-kotak, lengang. Membiarkan angin sore menerbangkan setangkai matahari di atas meja belajar putih menghadap jendela. Menyaksikan pemilik kamar duduk di atas kasurnya, sedang sang tamu duduk di kursi belajarnya.

“Aku menyukaimu, Nin. Persis seperti dua tahun lalu perasaan itu dipaksa berhenti sebab keinginanmu sendiri. Aku masih menyimpan rapat penolakan itu. Masih mengingat betul rasanya seperti apa. Hari ini, aku akan mengulanginya lagi. Aku menyukaimu, Nin.”

“Tidak pernah bagi seorang pun meninggalkan perasaannya ketika ia pulang. Jauh, dekat, lama, sebentar, perasaan itu sempurna milikmu. Bedanya, kau akan tetap menyukaiku atau kau tetap menyukai diriku yang dulu, itu urusanmu. Hari ini, ijinkan aku menjelaskan alasan penolakan itu yang seharusnya sudah kujelaskan dua tahun lalu.”

Lelaki di sana menggeleng. Senyuman terpatri di bibir yang selalu menengangkan perempuan di depannya. Perempuannya yang semoga diaminkan jagat raya.

“Iya atau tidak jawabanmu, aku tetap ingin menjelaskannya. Aku tidak mau kau terus berpikir jika ini salahmu. Bukan. Bukan salahmu bukan juga karenaku saja. Ini karena kita. Diri kita yang lain yang menginginkan kita tidak pernah sempurna bisa disebut kita.”

“Cukup Nin,”

“Aku ingin tenang, Ka.”

Ketenangan bagi semua orang adalah obat mujarab ketika hati sulit bekerjasama memahami keadaan yang terus menyakiti. Kata tenang seolah pelukan atau bahkan kecupan selagi diri sendiri tidak paham, apa yang sebenarnya ia inginkan. Saat itu, ketika satu perempuan di sana mengungkapkan bahwa ia ingin tenang, hari itu juga segala amin akan terus mengalir, bahwa segala amin akan bekerjasama dengan semesta membaikkan perasaan yang buruk, kecewa yang menumpuk, kegagalan di pelupuk mata serta patah hati yang kata manusia adalah kehancuran yang terus menyakiti.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
nice opening cant wait to read the next chapter.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status