Share

BAB 3

Author: teduh
last update Last Updated: 2021-06-12 00:13:04

    lanjutan dua tahun kemudian       

“Aku akan memulai ceritanya, iya atau tidak jawabanmu, aku akan tetap cerita alasannya.”

Lelaki di kursi sana masih terdiam. Duduk nyaman meskipun hatinya enggan. Tidak ingin mengulang penolakan itu. Tidak mau menikmati perasaanya dua tahun lalu.

“Aku ingin tenang, Ka. Sungguh. Kau selalu tahu suasana hatiku berkata apa. Seolah kalian berteman akrab sehingga aku sendiri heran, kenapa kau begitu apik memahamiku sementara aku sulit memahami hatiku sendiri. Dan seharusnya dua tahun lalu kau tahu, aku benar-benar menginginkan ketenangan.”

Hanin mengela napas. Melanjutkan pengakuan pertamanya.

“Ka, sebelum pertemuan pertama kita di ruangan baru yang menghadap jalanan kota itu, sebelum aku melihatmu untuk pertama kalinya sebagai sosok baru di sana, jauh sebelum aku mengira kalau keyakinan kita tak sama dan ternyata aku keliru, dengan beraninya aku sudah menginginkanmu terlebih dahulu. Dalam waktu berbeda ketika aku sedang berkawan dengan imajinasiku sendiri. Ingin bertemu lelaki sepertimu yang lagi-lagi aku sudah tahu kalau perasaan ini nantinya akan berlaku untuk aku sendiri. Semesta mengabulkan. Berbulan-bulan aku terjebak pada perasaan sepihak itu, tidak lagi mengukur seberapa waraskah aku saat itu, hatiku hanya menginginkanmu. Segala tentangmu selama berbulan-bulan itu tetap menjadi riuhnya isi kepalaku. Sungguh itu menyiksaku, Ka. Sangat menyiksa.”

“Salahku di mana Nin, apa aku tahu kalau saat itu kau sedang menaruh perasaan padaku? Sama sekali aku tidak tahu. Tidak pernah kau memberiku kesempatan untuk mengetahuinya.”

“Aku memang menginginkan itu, Ka. Aku yang menginginkan perasaanku tak akan bisa terbaca olehmu. Aku yang keliru. Aku kira perasaan itu akan memudar seiring dengan ramainya orang-orang mengaitkanmu dengan nama baru. Lebih tepatnya, orang baru yang tiba-tiba masuk lingkunganmu dan ia menyukaimu. Mereka kerap melontarkan kalimat itu. Kalimat bila kalian memang ada hubungan. Aku kira dengan ramainya pemberitaan orang, perasaanku akan hilang. Ternyata tidak. Rasa itu terus bertumbuh hebat, terus menyiksaku yang selalu mencoba kuat padahal tidak sama sekali.”

“Seperti yang aku bilang di awal, ini bukan salahmu saja, bukan hanya salahku saja. Kita yang salah. Kita yang tidak pernah berani mengakui perasaan masing-masing. Kita yang tidak pernah mau mengambil kesempatan yang semesta berikan. Kita juga yang tidak pernah mau menghilangkan cinta diam-diam ini dan selalu bersembunyi dibalik ketidaksiapan kita pada hubungan yang sebenarnya. Kita hanya berani bersembunyi dibalik kata sahabat, padahal kedekatan kita tidak pernah bisa disebut persahabatan. Sudah terlalu jauh, Ka. Sangat jauh.”

Karsa tersenyum kecut. Wajah tampan lelaki itu pias. Hatinya tiba-tiba membenarkan pengakuan Hanin. Hatinya sempurna menyesali ketidaktegasannya dalam mengakui hubungan mereka. Terlebih perasaannya.

“Aku minta maaf, Nin,”

“Belum saatnya meminta maaf, Ka,” Hanin membenarkan posisi duduknya. Bersandar pada kaki ranjang, menatap matahari di atas mejanya terus bergoyang tertiup angin yang tiba-tiba mengajak gerimis. Hanin menarik ingatan dua tahun silam perlahan. Mencoba memeluknya. Mencoba meyakinkan dirinya kalau hanya saat ini waktu yang tepat untuk mengakui semuanya dan mengakhiri perasaanya.

“Kau masih ingat mengapa pertemuan kita di ruangan waktu itu, lima belas menit aku terlambat?”

“Ibu Ketua ini sedang duduk melamun di gazebo kampus, kan?”

Keduanya tertawa. Menarik ingatan itu lebih dekat lagi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tentang Juni Lalu   BAB 18 PART 2

    Perbedaan isi kepala antara sosok yang sedang bersandar tampan pada kusen pintu taman dengan prempuan yang sedang bergelut mengagumi corak indahnya berbagai jenis tanaman sangat sulit disatukan. Si perempuan adalah sosok penuh ambisi, pikirannya sesekali tidak pernah mau diajak damai, bahkan keluhan-keluhan mengenai kesehariannya sering diagungkan. Berbeda dengan si lelaki, cenderung optimis, realistis juga terkadang sangat pengertian. Mungkin karena sifat itu pula yang sering disalahartikan oleh orang-orang perihal hubungan macam apa yang sedang keduanya tutup rapat-rapat. Sebuah hubungan alamiah, murni tanpa ada sisi berlebihan seolah menuntut jawab pertanyaan orang-orang tentang sebuah hubungan. Sering Hanin jelaskan, mereka adalah sepasang sahabat. Sering pula orang-orang menyangkal, tidak ada sepasang lelaki dan perempuan murni bersahabat tanpa ada perasaan lain. Mungkin benar, tentang jatuh cinta antara keduanya dimulai dari Karsa sebagai pelakunya. Tapi disatu sisi, Hanin mer

  • Tentang Juni Lalu   BAB 18

    Berada di tempat yang bukan seharusnya ia ada di sana. Bukan. Ini bukan tempatnya, sama sekali bukan. Ia salah menyetujui permintaan lelaki itu. Salahnya menyetujui ajakan yang berakhir mengenaskan seperti ini. Ah, bukan mengenaskan seperti yang kalian bayangkan, hanya saja lingkungannya sama sekali tidak mendukungnya berada di sana sedang dia bukan siapa-siapanya lelaki yang saat ini berada di sampingnya. Berjaket hitam dengan kapucong yang sengaja ia kenakan sebab hujan. Gerimis menyapa dengan ramah, sangat ramah di Juni kali ini.Masih ingat ajakan Karsa untuk pulang kampung menghadiri pernikahan sang sepupu? Iya, sekarang Hanin berada di perjalanan menuju ke sana. Sedang berteduh di warung pinggir jalan, menyeduh teh panasnya juga semangkok mie soto bersama Karsa.“Aku sudah bilang, kan, tadi untuk membawa jaket? Kau ini bebal sekali sih!”“Tadi langit cerah Karsa, mana aku tahu kalau bakal hujan seperti ini. Toh stasiun masih jauh kan? Kem

  • Tentang Juni Lalu   BAB 17

    Satu minggu berlalu. Sepekan yang penuh dengan ketidaknyamanan sekarang telah sampai pada akhir yang disebut melepaskan. Bukan melepas pergi untuk selamanya, hanya melepas sebuah kepergian agar kembali pada kehidupan yang sebelumnya ia jalani.Hari ini tepat satu minggu orangtua Hanin berada di rumah yang berarti hari ini juga mereka harus pamit meninggalkan anak perempuannya untuk hidup sendiri lagi. Pukul sembilan tepat, bersama langit biru berawan, kepergian Sedan hitam milik Bapaknya ia tatap dengan berbagai pandangan memprihatinkan. Entah untuk hatinya, hubungan keluarganya atau malah untuk salah satu dari mereka. Hanin menyayangkan pertemuan kali ini yang dibumbui pertikaian hebat, namun Hanin juga tak bisa membiarkan emosinya teredam begitu saja semalam sampai ucapan yang baru Hanin sadari sekarang, sangat fatal untuk hubungannya dengan sang Bapak. Seperti salam perpisahan mereka beberapa waktu lalu, Pak Hardian hanya menepuk bahunya dua kali tanpa mengatakan apapun. B

  • Tentang Juni Lalu   BAB 16

    “Mau kemana rapi sekali?”“Bertemu teman, Pak. Sekalian ke kantor.”“Sepagi ini? Apa setiap pagi kau selalu pergi-pergi seperti ini, Nin?”Hanin mendengus. Rupanya pakaian pagi ini disalah artikan oleh Bapaknya. Padahal hanya jeans longgar selutut dan denim. Rambutnya hanya dicepol biasa tanpa embel-embel lain dan jangan lupakan tas punggung coklatnya bertengger manis.“Hanin hanya bertemu Karsa. Semalam sudah buat janji kalau pagi ini mengantar Hanin ke kantor. Tidak setiap pagi juga,” jawab Hanin sambil duduk di sofa depan Bapaknya. Memasang jam tangan pemberian orang tua itu bulan lalu.“Karsa teman kuliahmu?” Hanin mengangguk, “Wah, lama Bapak tidak bertemu dengannya. Apa kabar dia? Bapak kira setelah mengantarmu ke rumah waktu itu kalian tidak berhubungan lagi. Pacaran?”&n

  • Tentang Juni Lalu   BAB 15

    Apakah seseorang harus lebih lama menunggu dan bertahan terhadap segala keputusan final mengatasnamakan kebaikan? Apakah seseorang harus terus menunggu tentang sebuah perasaan ganjil yang pada akhinya menciptakan keramaian tersendiri, mengganggu tapi harus dilalui dengan hati yang baik-baik? Apakah seseorang harus terus mengalah terhadap segala perasaan yang dipaksa mengalah padahal berdamai saja tidak mau?Apakah seseorang harus seperti itu?Pada akhirnya, biang masalah yang ditakutkan Hanin datang. Tersenyum ramah, memeluk, mencium lantas mengatakan rindu. Sejauh ini, sejauh dua jam jarum jam sudah mengantarkan sepasang pria dan wanita paruh baya duduk, menggobrol, makan bersama, menonton TV serta kegiatan kekeluargaan lainnya, keadaan masih aman. Melihat kedua orangtuanya saling bersenda gurau adalah pemandangan sejuk untuk hatinya. Karsa benar, apapun ketakutan Hanin tentang hari ini kedatangan mereka tidak bisa ditunda. Dirinya harus menghadapi segala pertengkaran

  • Tentang Juni Lalu   BAB 14

    (lanjutan dua tahun kemudian)Kamar berdinding krem, berkelambu coklat mulai terasa nyaman. Hujan masih turun, di sore hari seperti ini, semesta seolah mendukung kisah lama berusaha dikulik pemiliknya. Pengakuan yang pada akhirnya akan diselesaikan hari itu, entah bagaimana cerita akhirnya, keduanya sepakat menerima apapun keputusan bersama. Perasaan manusia sempurna miliknya tanpa harus ada sutradara lain selain Penciptanya. Perasaan itu sempurna milik satu perempuan, satu laki-laki yang saat ini sedang membongkar rahasia hati sejak lama, yang berusaha ditutupi agar tidak merambah kemana-mana, yang berusaha dipahami setelah beberapa tahun membisu.“Kalau mengingat semenyebalkan apa kau saat itu di toko buku, Nin. Demi Tuhan aku menyesal mengajakmu ke sana,” Karsa mendengus. “Akhir bulan itu aku rasanya tercekik, tabunganku menipis demi membayar lima ratus tagihan buku sialan itu!”Hanin terbahak. Saat di t

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status