“What the fuck! Payudara kecil? Pria itu berani mengatakan payudaraku kecil?” Xena tak henti meloloskan umpatan, mengingat Morgan menghina payudaranya. Xena langsung menatap cermin. Gadis itu tengah memakai bathrobe, karena baru selesai mandi. Pun rambut Xena masih dililit oleh handuk.
“Dia saja belum tahu ukuran payudaraku yang sebenarnya.” Xena memegang kedua payudaranya sendiri. Xena tak terima mendapatkan hinaan dari Morgan. Padahal, baginya ukuran payudaranya sudah pas dan bagus. Tidak terlalu besar, dan tidak terlalu kecil. Hanya terkadang kesalahan dalam memilih bra membuat payudara Xena berukuran kecil.
“Selamat pagi, Nona Xena?” seorang pelayan melangkah menghampiri Xena. Refleks, Xena mengalihkan pandangannya, pada sumber suara itu.
“Ya? Ada apa?” tanya Xena dingin.
“Maaf, Nona. Ini sudah waktunya sarapan. Silahkan Anda sarapan,” ucap sang pelayan sopan.
Xena mendesah pelan. “Di mana Morgan? Apa dia sudah bangun?”
“Tuan Morgan sudah bangun, Nona. Tapi beliau sedang berada di ruang lukisnya,” jawab sang pelayan sontak membuat Xena terkejut.
“Morgan Louise bisa melukis?” ulang Xena memastikan. Gadis itu takut dirinya salah dengar.
Sang pelayan mengangguk. “Tuan Morgan memang memiliki hobby melukis. Setiap pagi, jika beliau sedang senggang, maka beliau akan memilih melukis.”
Xana terdiam mendengar apa yang dikatakan oleh sang pelayan. Xena tak mengira kalau pria berengsek macam Morgan Louise memiliki hobby melukis. Namun, tiba-tiba sesuatu ide muncul dalam benak Xena. Ide di mana dirinya tahu harus bertindak apa.
“Aku akan menemui Morgan, di mana ruang lukis pria itu?” tanya Xena seraya menatap lekat sang pelayan.
“Anda ingin menemui Tuan Morgan?” sang pelayan nampak bingung.
Xena mengangguk. “Ya, aku ingin menemuinya, karena ada hal yang ingin aku katakan padanya. Tolong kau beritahu aku di mana ruang lukis Morgan.”
Sang pelayan terlihat ragu untuk memberitahu Xena. Akan tetapi jika tak memberitahu, pasti pelayan itu mendapatkan amukan. Meski baru mengenal Xena, namun sang pelayan mulai memahami sifat seorang Xena Foster.
“Ruang lukis Tuan Morgan ada di lantai 4, Nona.” Akhirnya sang pelayan itu memutuskan untuk memberitahu, di mana ruang lukis Morgan.
“Thanks.” Tanpa lagi berkata, Xena melangkah pergi meninggalkan kamarnya, menuju ruang lukis Morgan. Sang pelayan bingung kala Xena pergi masih memakai bathrobe dan rambut yang dililit handuk. Sang pelayan ingin mencegah, tapi tak berani.
***
Xena mengendarkan pandangannya, melihat lantai 4 di mansion Morgan Louise yang berdesain elegan dan mewah. Tatanan ruangan dan pajangan menyejukan mata. Xena menyukai desain di mansion Morgan Louise ini.
Tatapan Xena tanpa sengaja melihat sebuah ruangan yang tak jauh darinya. Ruang yang terbuka setengah, memperlihatkan banyak lukisan di ruangan itu. Xena segera melangkah menuju ruangan itu, dan masuk ke dalam tanpa mengetuk.
Lalu, seketika tubuh Xena mematung melihat Morgan tengah melukis. Pria itu hanya memakai celana training panjang berwarna abu-abu muda, dan tubuh bertelanjang dada. Xena meneguk ludahnya berat. Lengan Morgan begitu kekar. Tubuh pria itu bidang dan seksi sangatlah menggodanya.
“Apa yang membawamu ke sini, Nona Foster.” Morgan sudah menyadari kehadiran Xena. Hanya saja pria itu masih tetap melukis. Tak melihat ke arah Xena sedikit pun.
Xena melangkah ke depan Morgan dengan langkah yang anggun. “Aku cukup terkejut pria sepertimu bisa melukis, Tuan Louise.” Xena melihat ke sekeliling ruangan, penuh dengan lukisan yang menakjubkan.
Morgan mendongakan kepalanya, dan tersenyum melihat Xena datang ke hadapannya, hanya memakai bathrobe. “Kau baru selesai mandi, dan langsung ke sini?” ucapnya sambil menggelengkan kepalanya. Morgan tak menghiraukan perkataan Xena.
Xena melepaskan handuk yang melilit di rambut, dan menjatuhkan ke lantai. “Ya, aku ke sini saat aku dengar dari pelayanmu, kalau kau sedang melukis.”
“So, apa tujuanmu ke sini, Nona Foster?” tanya Morgan dingin.
“Tujuanku pertama, aku hanya ingin memastikan kebenaran kau bisa melukis, dan tujuanku ke dua, karena aku tahu kau bisa melukis, maka aku ingin kau melukisku, Tuan Louise,” jawab Xena angkuh.
Morgan tersenyum miring. “Aku hanya melukis object yang aku inginkan lukis. Sayangnya, kau tidak masuk ke dalam object yang aku inginkan. Kau bisa pergi sekarang.”
“Ah, really? Benarkah kau menolakku, Tuan Louise?” Xena membuka tali bathrobe-nya, dan dengan santai Xena menaggalkan bathrobe-nya ke lantai. “Apa kau masih menolak untuk melukisku, hm?” ucapnya sensual.
Morgan menyeringai melihat tubuh telanjang Xena. Gadis di hadapannya itu hanya memakai G-string. Payudara yang berukuran bulat, padat, dan menantang tak luput dari pandangan Morgan. Harus Morgan akui, Xena Foster memiliki tubuh yang indah. Kulit gadis itu putih mulus, tanpa noda sedikit pun.
“Well, kau ingin aku melukis seluruh tubuhmu, hm?” jawab Morgan dengan tatapan yang tak lepas mentap Xena. Puncak payudara gadis itu sudah menegang seakan mendapatkan rangsangan.
“Yes, please. Tunjukan keahlianmu dalam melukis.” Xena duduk dengan anggun di sofa yang ada di hadapan Morgan. Gadis itu membusungkan dadanya, seakan ingin menunjukan payudaranya pada Morgan.
Morgan tak henti tersenyum. “Alright, dengan senang hati aku melukismu.” Lalu, Morgan mulai melukis, dan Xena berpose seksi. Tangan gadis itu diletakan ke atas kepala, membuatnya kian sempurna.
Xena menampilkan wajah anggun dan angkuh. Xena bukanlah gadis polos. Memperlihatkan payudara adalah hal biasa. Jika dirinya ke pantai, untuk berjemur terkadang Xena pun hanya memakai G-string tak memakai bra. Jadi kalau Morgan melukis tubuh telanjangnya, bukanlah masalah besar.
Tak selang lama, Morgan sudah berhasil melukis Xena. Pria itu bangkit berdiri, membawa papan lukisnya, dan menunjukan pada Xena. “Ternyata payudaramu, tidak sekecil yang aku pikirkan.” Morgan duduk di samping Xena, menarik dagu gadis itu. “Tapi tindakanmu ini termasuk menggodaku, Nona Foster. Kau sendiri yang mengantarkan dirimu ke kandang harimau. Kalau kau diterkam, jangan pernah salahkan harimau itu.”
Xena mendekatkan bibirnya pada bibir Morgan. “Aku hanya ingin membuktikan, bahwa apa yang kau ucapkan salah. Tidak akan ada pria yang tidak tergoda padaku.”
Morgan menangkup rahang Xena, lalu dengan berani pria itu mengusap puncak payudara Xena dengan jemarinya. “Aku tahu tujuanmu bukan hanya sekedar membuktikan diri, tapi kau ingin menggodaku.”
“Ah.” Xena menggigit bibir bawahnya kala telunjuk Morgan mengusap puncak payudaranya.
Morgan tersenyum puas. “See? Kau mudah terangsang dengan sentuhanku. Artinya kau memang sudah tergoda padaku.” Morgan menundukan kepalanya, mengecup puncak payudara Xena.
“Ah.” Xena membusungkan dadanya. Tubuhnya menegang dalam kungkungan Morgan. Sialnya, Xena terjebak dalam rencana yang dirinya ciptakan.
“Kalau object yang aku lukis seperti ini, maka aku tidak mungkin menolak.” Morgan mencium bahu telanjang Xena.
“M-Morgan, s-singkirkan tanganmu,” desah Xena.
“Kau memiliki dua tangan, Xena. Singkirkan saja tanganku menggunakan tanganmu,” bisik Morgan seraya mengusap-usap puncak payudara Xena.
“Ah!” Xena mendongakan kepalanya, tak sanggup menahan sentuhan Morgan.
Morgan menurunkan tangannya, menyentuh titik sensitive Xena, hingga membuat Xena mengerang hebat.
“Ah, Morgan!” Xena meremas bahu kekar Morgan. Alih-alih menyudahi, malah Xena membuka lebar kedua pahanya.
Morgan terkekeh melihat Xena mendesah. Ditambah pria itu merasakan titik sensitive Xena sudah basah akibat ulahnya. Morgan menunduk, dan mengisap puncak payudara Xena dengan lembut.
“Ah, ah, ah.” Xena mendongakan kepalanya. Gadis itu tak henti meloloskan desahan.
Morgan menghentikan permainan panas itu. Mensejajarkan wajahnya pada Xena sambil berbisik serak, “Jangan menggodaku, Nona Foster. Kau belum mengenalku.” Lalu, Morgan bangkit berdiri—melangkah meninggalkan Xena yang masih bergeming di tempatnya—dengan napas yang terengah-engah.
“Shit! Apa yang kau lakukan, Xena!” Xena memukul keningnya, merutuki kebodohan yang telah dilakukannya. Ide yang ada di dalam pikirannya, malah membuatnya terjebak.
Beberapa minggu kemudian …Suara tangis bayi memecahkan ruang persalinan. Tangis bayi laki-laki itu begitu kencang bercampur dengan tangis haru bahagia dari Xena dan Morgan. Berkali-kali Morgan mengecupi bibir Xena. Dua insan saling mencintai itu tengah berbahagia dengan kelahiran anak kedua mereka. Setelah sekian lama, akhirnya mereka kembali memiliki buah cinta lagi.Sang dokter meminta Xena untuk melakukan proses IMD. Bayi laki-laki Xena lahir dengan sehat dan sempurna, tanpa kekurangan apa pun. Meski baru lahir, tapi bayi laki-laki Xena itu sudah memiliki rambut yang hitam dan tebal. Bibir mungil sedikit belah, dan hidung nan mancung. Jika di lihat, wajah bayi laki-laki itu perpaduan dari wajah Xena dan Morgan.“Sayang … kau tampan sekali,” ucap Xena dengan air mata yang terus berlinang. Hatinya lega sekarang putranya sudah berada di dalam pelukannya. Bahkan sekarang putra kecilnya itu begitu lahap meminum susu. Sepertinya putranya sangat lapar.Morgan tersenyum menatap hangat put
Lampu kamera menyorot di ballroom hotel megah pernikahan Biana berlangsung. Para tamu undangan menyaksikan janji suci pernikahan Biana Faye dan Lake Tate. Tampak semua tamu undangan turut berbahagia atas pernikahan Biana dan pria yang bernama Lake Tate—yang sekarang telah resmi menjadi suaminya. Xena dan Morgan duduk di kursi bagian depan nomor tiga, mereka melihat jelas upacara pernikahan Biana dan Lake yang tengah berlangsung. Keluarga besar Xena duduk di kursi di belakang Xena dan Morgan.Bonita berada di pangkuan Morgan. Tentu gadis kecil itu diajak ke pesta. Xena dan Morgan memang sengaja mengajak Bonita. Lagi pula, Rikkard dan Rachel juga ikut, jadi Bonita tak merasa kesepian sama sekali.Sejak tadi, Xena menjadi sorotan para media. Terutama Bonita yang duduk di pangkuan Morgan. Kilat kamera tak henti terarah pada keluarga kecil Morgan. Bagaimana tidak? Morgan Louise adalah mantan suami dari Biana Faye, wajar kalau kehidupan keluarga pria itu menjadi sorotan para media. Berunt
Xena menatap undangan pernikahan Biana yang baru saja diantar oleh kurir. Sebuah undangan dengan design kombinasi gold dan putih, membuat undangan itu nampak sangat indah dan elegan. Hanya melihat undangan pernikahan saja, Xena sudah yakin bahwa konsep pernikahan Biana akan sangat cantik.Hal itu tidak perlu diragukan. Mengingat Biana adalah anak dari seorang Presiden Prancis. Pasti pernikahannya dibuat dengan konsep sedemikian indah dan cantik. Iri? Jelas saja Xena tidak iri. Malah, Xena sangat bahagia mendengar kabar tentang Biana telah menemukan belahan jiwanya.Xena ingat dulu Biana mengatakan tak pernah bisa melupakan Morgan. Padahal Morgan hanya menjadikan Biana sebagai alat agar Morgan memiliki chanel demi bisa menemukan Angie. Jika saja Xena berada di posisi Biana, sudah pasti Xena akan sangat hancur dan terpuruk.Bagi Xena, sosok Biana adalah sosok wanita yang kuat, hebat, dan tegar. Bahkan di detik-detik terakhir dirinya memilih menyerah dengan Morgan, Biana datang memberika
Jam dinding menunjukkan pukul sembilan malam. Xena masuk ke dalam kamar, setelah tadi dia membacakan dongeng untuk Bonita. Tentu Xena tak hanya sendiri, Morgan pun turut menemani Bonita. Namun, setelah Bonita terlelap, Morgan ke luar sebentar karena ingin menjawab telepon.Xena mengusap-usap perutnya yang begitu buncit. Perutnya sudah terasa begitu begah. Makan sedikit ataupun makan banyak tetap saja Xena merasakan perutnya terasa begah. Sampai membuatnya kesulitan untuk bergerak.Xena ingin membaringkan tubuh di ranjang, namun Morgan dengan sigap membantu sang istri untuk berbaring di ranjang. Ya, Morgan tahu kalau Xena pasti kesulitan untuk berbaring karena posisinya perut Xena semakin hari semakin bertumbuh besar.Xena tersenyum sambil menatap Morgan yang membantunya. “Terima kasih, Sayang.”Morgan ikut berbaring di samping Xena, menarik tubuh Xena masuk ke dalam pelukannya. “Jangan berterima kasih. Kau seperti ini kan karena mengandung anakku.” Tangan Morgan mengusap-usap perut bu
“Paman Zack, ice cream ini enak sekali. Aku boleh nambah tidak?” Bonita begitu lahap memakan ice cream cokelat yang dibelikan oleh Zack. Gadis kecil itu nampak begitu riang gembira. Layaknya gadis kecil kebanyakan. Memang ice cream memang makanan favorite anak kecil. Zack tersenyum sambil mencubit pelan pipi bulat Bonita. “Memangnya kau tidak sakit gigi kalau makan ice cream terlalu banyak, hm?”“Tidak, Paman. Aku tidak pernah sakit gigi. Aku selalu rajin menggosok gigiku. Lihat saja gigiku bagus.” Bonita menunjukan gigi putih bersih dan rata di hadapan Zack. Ya, memang gigi gadis kecil itu sangat rapi dan putih. Itu menunjukkan bahwa memang gadis kecil itu diurusi dengan benar-benar. Zack kembali tersenyum. “Nanti bisa-bisa Paman dimarahi Mommy dan Daddy-mu kalau kau terlalu banyak makan ice cream, Little Girl.” Bonita mendesah panjang. “Paman, kau tenang saja. Mommy dan Daddy tidak akan tahu kalau aku makan banyak ice cream. Ayolah Paman, belikan aku ice cream lagi. Aku masih in
“Iya, Kak. Kau tidak usah mencemaskanku. Aku dan kandunganku sehat-sehat. Bonita juga sehat, Kak.”“Jangan lupa minum vitaminmu, Xena. Jangan kelelahan. Jangan berpikir negative. Ingat kandunganmu sudah besar. Sebentar lagi kau akan melahirkan.” “Iya, Kak. Aku pasti mendengar semua perintahmu.”“Ya sudah, aku tutup dulu. Sebentar lagi pesawatku akan take off.” “Take care, Kak. Salamkan untuk Dad, Mom, Kak Audrey, dan dua keponakanku tersayang.”“Ya, aku akan menyampaikan.” Panggilan tertutup. Xena meletakan ponselnya ke tempat semula, dan menatap ke cermin melanjutkan memoles wajahnya dengan pelembab. Meski hamil, tapi Xena wajib merawat kulitnya. Tentunya dalam pengawasan dokter kandungan.Walau sebenarnya, terkadang Xena malas sekali merawat kulitnya. Apalagi sejak hamil anak laki-laki. Namun, yang memicu Xena tetap wajib menjaga kecantikannya adalah karena dirinya memiliki suami yang sangat tampan. Xena tak mau sampai sang suami melirik wanita lain. Sekalipun sang suami setia, t