Share

Bab 4. Passion

Xena menghempaskan tubuhnya ke ranjang seraya mengacak-acak rambutnya. Benak Xena memikirkan tentang kejadian tadi pagi. Sungguh, Xena mengumpati kebodohannya. Tujuan Xena hanya ingin membuktikan payudaranya tak sekecil yang dikatakan Morgan, tapi malah kenapa dirinya terjebak dengan rencananya sendiri?

Xena bersumpah, Morgan Louise adalah pria paling berengsek yang pernah dirinya kenal dalam hidupnya. Hal yang membuat Xena semakin kesal adalah dirinya masih mengingat sentuhan Morgan. Sentuhan yang sukses membangkitkan hasrat dan gairahnya.

Shit!” Xena mengumpat kasar seraya memejamkan mata singkat. Gadis itu tak berhenti merutuki dirinya. Rasanya Xena ingin sekali melarikan diri, tapi berlian langka yang diinginkannya, belum didapatkan. Xena tak rela berlian langka yang sudah lama dirinya incar berada di tangan pria berengsek itu.

Suara dering ponsel terdengar. Refleks, Xena mengambil ponselnya yang ada di atas nakas, dan menatap ke layar tertera nomor asistennya di sana. Xena sedikit berdecak pelan. Detik selanjutnya, Xena menggeser tombol hijau untuk menjawab panggilan.

“Ada apa, Linda?” seru Xena kala panggilan terhubung.

“Nona Xena, maaf mengganggu Anda. Saya hanya ingin memberitahu kalau tadi ayah Anda menghubungi saya. Beliau meminta Anda untuk segera kembali ke Roma,” ujar Linda dari seberang sana.

“Bagaimana aku bisa kembali ke Roma, kalau berlian langka yang aku inginkan belum aku dapatkan?!”

“Nona Xena, Anda masih ingin berusaha mendapatkan berlian langka itu?”

“Ck! Tentu saja aku akan terus berusaha mendapatkan berlian langka itu. Kau kan tahu, aku sudah lama mengincar berlian langka itu.”

“Nona, menurut saya lebih baik Anda menyerah saja. Tuan Morgan Louise adalah pengusaha ternama. Beliau—”

“Diam, Linda! Aku tidak membutuhkan nasihatmu! Aku tahu apa yang harus aku lakukan. Katakan pada ayahku, aku masih ingin di Paris. Jangan memaksaku pulang. Aku akan pulang, kalau sudah waktunya aku pulang.”

“Nona, tapi—” 

Xena langsung menutup panggilan secara sepihak. Ya, Xena enggan mendengar nasihat dari sang asisten. Gadis itu tahu apa yang harus dilakukannya. Pun Xena bosan berada di Roma. Kota itu penuh dengan keluarga besar ayah dan ibunya. Lebih baik berada di sini, Xena terbebas dari segala aturan-aturan yang membuatnya sakit kepala.

“Aku butuh udara segar.” Xena bangkit berdiri, dan melangkah keluar kamar. Yang dibutuhkan gadis itu adalah udara segar demi menenangkan penat di kepala.

“Selamat malam, Nona Xena. Apa Anda ingin pulang?” tanya sang pelayan seraya menatap Xena yang baru saja keluar kamar.

Xena menatap dingin pelayan itu. “Kau mengusirku pulang?”

“B-bukan begitu, Nona. S-saya hanya bertanya saja. Tadi saya pikir, Anda ingin pulang,” jawab sang pelayan cepat.

Xena mendengkus kasar. “Di mana Morgan? Apa dia ada di rumah?” tanyanya yang tak mengindahkan ucapan sang pelayan.

“Tuan Morgan berada di lantai 2, Nona,” jawab sang pelayan memberi tahu.  

“Di lantai 2? Apa yang di lakukan di sana?” tanya Xena penasaran.

“Tuan Morgan—” Sang pelayan menggaruk kepalanya tak gatal, bingung untuk menjawab pertanyaan Xena.

Xena berdecak pelan. “Sudah, kau tidak usah jawab. Kau kembali saja selesaikan pekerjaanmu yang lain. Aku ingin ke taman. Aku butuh udara segar.” Xena malas menunggu jawaban dari sang pelayan yang sangat lama. Gadis itu memilih melangkah, menuruni undakan tangga. Ada lift tak jauh darinya, tapi entah kenapa Xena lebih memilih menggunakan tangga daripada lift.

Saat berada di lantai 2, tatapan Xena menatap ruangan yang sedikit terbuka. Mata Xena menyipit, seperti ada yang mencurigakan. Xena hendak mengabaikan, tapi rasa penasaran mendorongnya untuk melangkah menuju kamar tersebut.

Tiba-tiba terdengar suara berisik dari dalam kamar itu. Xena kian mendekat, dan seketika bibir Xena menganga melihat apa yang dia lihat saat ini. Mata gadis itu mendelik terkejut melihat seorang wanita berambut pirang telah melakukan blow job pada Morgan.

Tampak jelas Morgan memejamkan mata seraya mengerang, kala si wanita berambut pirang mengulum kejantanannya dengan hebat. Morgan menjambak wanita berambut pirang itu, agar lebih bermain dengan liar. Namun …

Pranggg

Xena menyenggol vas bunga yang ada di dekatnya, hingga jatuh ke lantai. Pecahan beling berserakan di lantai. Sontak permainan panas antara Morgan dan si wanita berambut pirang pun terhenti kala mendengar suara pecahan.

“Siapa kau?” Wanita berambut pirang bangkit berdiri, membenarkan pakaiannya, menatap tajam Xena yang berdiri di ambang pintu.

“A-aku—” Xena salah tingkah. Gadis itu bahkan melihat jelas kejantanan Morgan yang masih berdiri tegak dan keras. Buru-buru Xena memejamkan matanya, tak mau melihat.

Morgan tersenyum miring melihat Xena memejamkan mata. Lantas, pria itu menoleh sebentar pada wanita berambut pirang. “Pulanglah. Bayaranmu akan segera aku kirim.”

“Siapa wanita itu, Morgan? Apa dia pelacur barumu?” seru wanita berambut pirang dengan kesal. Uang memang penting, tapi bisa melakukan seks dengan Morgan adalah kenikmatan yang tak mungkin ditolak.

“Hey! Kau berani sekali bilang aku pelacur! Listen to me, kau bukan levelku! Kau yang pelacur! Berapa hargamu? Aku mampu membayar harga dirimu!” seru Xena tak terima. Gadis itu masih memejamkan mata tak berani melihat Morgan.

“Berani sekali kau menghinaku—” Wanita berambut pirang itu, hendak menampar Xena, tapi Morgan langsung menahan tangan wanita berambut pirang itu.

“Pulanglah. Aku akan menghubungimu kalau aku membutuhkanmu.” Morgan melepaskan tangan wanita berambut pirang itu.

“Baiklah, aku menunggu telepon darimu.” Wanita berambut pirang itu mengecup rahang Morgan, lalu melangkah pergi meninggalkan tempat itu.

“Aw—” Xena meringis kala wanita berambut pirang menabrak bahunya. “Pelacur sialan! Berani sekali kau!” Xena mengumpat dengan mata yang masih terpejam. Xena tak tahu kalau wanita berambut pirang tadi sudah pergi jauh.

“Sampai kapan kau menutup matamu, Xena?” Morgan terus tersenyum melihat Xena yang masih memejamkan mata.

“Morgan, pakai dulu celanamu yang benar!” seru Xena kesal.  

Morgan tak mengindahkan ucapan Xena. Pria itu langsung menggendong Xena, dan meletakan tubuh Xena ke atas meja. Sontak, tindakan Morgan membuat Xena terkejut.

“Morgan! Apa yang kau lakukan. Lepaskan aku.” Xena mendorong tubuh Morgan. Mata gadis itu masih terpejam, tak mau membuka mata.

“Buka matamu.”

“Tidak!”

Morgan menarik dagu Xena, dan berbisik, “Kenapa kau harus menutup matamu, hm? Pasti kau sudah sering melihat milik kekasihmu, Kan?”

“Morgan! Lepaskan aku, berengsek, akh—” Xena mendesah kala Morgan meremas payudaranya.

“Buka matamu, atau aku akan memerkosamu di sini. Kau telah berani menggangguku,” desis Morgan tepat di depan bibir Xena.

Xena menelan salivanya mendengar ancaman Morgan. “K-kau jangan macam-macam, Morgan.”

“Kalau kau masih menutup matamu, maka aku akan melakukan macam-macam padamu, Nona Foster,” bisik Morgan serak.

Perlahan mata Xena mulai terbuka dengan penuh hati-hati. Lantas, seketika itu juga napas Xena berembus lega. Rupanya Morgan sudah merapikan celananya. Demi Tuhan! Bulu kuduk Xena sampai merinding di kala melihat jelas kejantanan Morgan yang besar dan keras.

“Kenapa kau takut, hm? Kau pasti sudah sering melihatnya, Kan?” tanya Morgan seraya tersenyum meremehkan.

Xena mendongakan kepalanya, menatap dingin Morgan. “Bukan urusanmu. Sekarang kau menjauhlah dariku!”

Morgan membelai pipi Xena sedikit kasar. “Siapa yang mendekatimu, hm? Kau sendiri yang datang ke sini menggangguku. Kalau kau tidak menggangguku, maka aku sudah pasti menikmati wanita yang tadi aku bayar.”

Xena mendelik tajam. “Memangnya kau tidak bisa menjalin hubungan dengn wanita baik-baik? Jangan tidur dengan pelacur.”

Morgan tersenyum penuh arti. “Wanita baik-baik kurang bisa memuaskanku di ranjang. Aku lebih suka tidur dengan wanita yang berpengalaman.”  

“Kata siapa wanita baik-baik tidak memiliki pengalaman? Kau salah besar, Morgan!” Xena mendongakan kepalanya, menatap dingin Morgan.

Morgan mengangkat bahunya tak acuh. “Berikan aku satu contoh, siapa wanita baik-baik yang biasa memuaskan di ranjang.”

“Aku. Aku selalu bisa memuaskan pasanganku di ranjang, dan aku bukan pelacur yang harus dibayar,” kata Xena membanggakan dirinya sendiri.

Really?” Sebelah alis Morgan terangkat, menatap Xena dengan senyuman meledek. “Jadi, kau mampu memuaskan pasanganmu di ranjang, hm?”

“A-aku—” Xena panik luar biasa. Gadis itu mengumpati kebodohannya yang asal bicara.

Morgan membawa tangannya mengusap puncak payudara Xena yang menegang. “Kau benar-benar menggodaku, Xena.”

“Ah,” desah Xena. Tubuhnya meremang merasakan geli akibat sentuhan Morgan, yang seakan menyalurkan api hasrat.

Morgan menurunkan dress yang dipakai Xena, hingga membuat dua payudara Xena menyembul keluar. Tampak mata Morgan menatap lapar dua payudara Xena. Pria itu mengusap-usap puncak payudara Xena. “Kau yang menunjukan sendiri payudaramu padaku, kalau sekarang aku menyukai payudaramu, jangan salahkan aku, Xena. Kau yang telah mengantarkan dirimu padaku.”

“Ah, Berengsek! Lepas—” Xena mengerang saat dua tangan Morgan meremas kedua payudaranya. Xena meringis nikmat di kala pria itu mencubit puncak payudaranya.

Morgan menundukan kepalanya, mengisap puncak payudara Xena lembut hingga membuat Xena mendesah hebat. Sayangnya, Xena bukan menghentikan. Gadis itu malah membusungkan dadanya, seakan meminta Morgan untuk tak menghentikan.

“Ah, ah, Morgan, berhenti, ah,” desah Xena dengan tangan yang meremas meja. Xena memiliki dua tangan yang tak ditahan oleh Morgan. Harusnya Xena bisa mendorong Morgan, tapi alih-alih mendorong, malah Xena membiarkan Morgan mengisap payudaranya.

Morgan mensejajaran wajahnya pada wajah Xena. Pria itu menyelipkan tangannya, masuk ke dalam celana dalam berenda Xena. Tampak seringai di wajah Morgan terlukis merasakan jemarinya basah. “Aku tahu kau tergoda sejak awal kau melihatku, Xena. Kenapa kau tidak langsung saja meminta, hm?” bisiknya serak.

“Ah! Morgan! Berhenti!” Xena mendongakan kepalanya merasakan jemari Morgan bermain di titik sensitive-nya.

Morgan menyeringai puas melihat wajah Xena memerah. Lantas, pria itu menyudahi permainan panas itu, dan berbisik, “Aku tidak bisa menyentuhmu, kalau belum melakukan perjanjian. Sabarlah. Waktunya akan segera tiba.” Morgan mengecup bahu telanjang Xena, dan melangkah pergi menuju kamar mandi, meninggalkan Xena.

Napas Xena terenga-engah, menatap punggung Morgan yang mulai lenyap dari pandangannya. “Perjanjian apa yang kau maksud, Morgan!” serunya dengan nada cukup keras, tapi sayangnya tak dipedulikan oleh Morgan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status