Emma bangkit dari kursinya dengan mata terbelalak. “Kau ingin membunuh ayahku dengan menjebloskan aku ke penjara, hah?!” teriak Emma dari depan meja polisi pada Nate. Emma bekerja keras untuk keluarga kecilnya karena ayah Emma, Sean, sedang sakit dan hanya bisa duduk di kursi roda. Ia membayar seseorang untuk mengurus kebutuhan Sean saat dirinya sedang bekerja. Ia tak bisa membayangkan jika harus masuk ke dalam penjara, lalu siapa yang akan membayar pengurus Sean. Jika tak bisa membayar pengurus Sean, apa yang terjadi pada Sean. Nate berhenti melangkah dan melirik pada Emma, tetapi tak menoleh. Ia hanya menaikkan tangannya ke arah telinga dengan ibu jari dan jari kelingking terangkat, kemudian berderap meninggalkan Emma yang sedang menatapnya penuh kebencian di kantor polisi. Nate ingin Emma menghubunginya. “Nate, kau bajingan pengecut!” geram Emma dalam hati. Emma kembali terduduk di depan petugas polisi. Ia menoleh pada Ann yang duduk di sebelahnya dengan tatapan kosong. “Ann …
Nate tersenyum penuh kemenangan ketika mendengar bunyi bel dari pintu kamar yang dirinya tempati.“Akhirnya kau datang juga, Emma,” gumam Nate sembari tersenyum licik.Ia belum lama menerima jawaban dari Emma yang telah memilih tak ingin masuk penjara. Nate tentu saja langsung membalas pesan Emma. Mengirim pesan bahwa Jacob akan mengantar Emma untuk menemui Nate di hotel.Nate si CEO tampan dan kaya raya menginap di kamar Peninsula Suite dengan harga ribuan dolar per malam. Sebuah kamar suite tertinggi dari hotel bintang lima, The Peninsula Chicago.Nate sengaja hanya memakai jubah mandi setelah tadi membalas pesan Emma. Ia berderap menuju pintu kamar seraya melonggarkan ikatan jubah mandinya.“Memang hanya kau yang pantas, Emma,” tutur Nate.Nate masih sempat tersenyum saat di depan pintu kamar. Ia membuka pintu kamar perlahan. Semakin terbuka pintunya, semakin terbuka juga matanya.Nate mengerutkan alisnya. “Mia?” panggilnya.“Hai, Sayang,” sapa Mia dengan genit.Mia meletakkan tang
Emma menatap David yang sedang mengendarai mobil. Ia merasa tak enak dengan David. “Dave, bagaimana aku mengganti uang itu padamu?” tanya Emma khawatir. “Em, berapa lama kita kenal satu sama lain?” David menoleh sejenak sebelum kembali fokus ke jalanan. “Aku tak ingat. Yang jelas lebih dari sepuluh tahun,” ucap Emma sambil menggigit bibirnya karena malas menghitung. David terkekeh di sebelah Emma. “Kau hanya ingat padanya, bukan?” “Aku tak ingat siapa-siapa, Dave!” Emma murung karena kata-kata David. “Maaf, maaf,” tutur David. “Aku hanya bercanda, Em.” David sebenarnya datang ke Monroe Flowers & Gifts dan terkejut saat melihat keadaan toko bunga yang sedang tak baik-baik saja. Dia tadinya ingin menghubungi Emma dan untung saja bertemu dengan Lulu lebih dulu. Dari situ, dia mengetahui Emma sedang di kantor polisi dan segera menuju ke kantor polisi. Saat itu, Emma telah mengirim pesan pada Nate bahwa dirinya tak ingin masuk penjara. Ia menerima pesan dari Nate kalau Jacob yang aka
“Apa? Kesengajaan, Ann?” Emma mengerutkan alis sembari mendesis lirih. “Apa mereka benar-benar melakukan pengecekan?”“Mereka bilang sudah dua kali melakukan pengecekan,” ungkap Ann terisak-isak dari balik ponsel. “Kebakaran itu terjadi karena ada peralatan elektronik yang terhubung dengan stop kontak dalam keadaan korslet hingga menimbulkan percikan api.”“Oh, bullshit!” maki Emma dari balik ponsel. Ia menggertakkan gigi karena merasa jengkel. “Kita tak mungkin mencolok peralatan elektronik dalam keadaan korslet! Apa kita gila?”Emma mendadak merasa geram mendengar penjelasan pihak asuransi pada Ann tentang penyebab kebakaran di Monroe Flowers & Gifts. Ada sesuatu yang mencurigakan tentang kebakaran itu. Sayangnya, Emma bukanlah seorang detektif seperti Sherlock Holmes yang dapat memecahkan masalah.“Kalau aku yang menjadi pihak asuransi, aku juga pasti akan mengat
Masih di depan Gedung The M Group. Sebuah Mercedes-Benz berwarna abu-abu terparkir agak jauh dari mobil sedan berkaca gelap yang membawa Emma pergi. Pengemudinya seorang perempuan berambut panjang warna hitam. Dia sengaja mengikat rambutnya ke atas bergaya seperti ekor kuda.“Aku sudah memperingatkanmu, Emma!” cemoohnya.Perempuan di balik kemudi Mercedes-Benz tak lain adalah Mia. Dia sedang menertawakan Emma yang dibawa oleh seorang laki-laki ke dalam mobil. Perasaannya mengatakan bahwa laki-laki itu bukan suruhan Nate.Mia melihat jam tangannya. “Sekarang sudah lewat dari jam lima sore di sana,” gumamnya.Dia mengambil ponsel sembari bersenandung gembira, kemudian menghubungi seseorang yang telah membantu dirinya untuk membalas Emma.“Halo, Mrs Mordha,” sapa Mia dengan lembut.Mia menghubungi Mrs Mordha alias Josephine yang merupakan ibu dari Nate. Saat itu di Chicago sudah lewat dari pukul sebelas pagi, maka waktu di London sudah pasti lewat dari pukul lima sore. Sebab, London enam
Emma dan laki-laki bersuara berat yang tadi sempat memperlihatkan senjata api, tiba di depan sebuah bank. Sekitar dua blok dari Gedung The M Group. Ia dikawal oleh laki-laki itu menuju sebuah restoran kecil yang bersebelahan dengan bank tersebut. Sebuah restoran yang menyajikan makanan khas Meksiko. Emma mengernyit tak mengerti. Memang sudah hampir waktu makan siang, tetapi tak wajar rasanya. Jika ingin mengajak makan siang, mengapa harus menunjukkan senjata api. “Silakan duduk,” pinta laki-laki bersuara berat seraya menarik kursi untuk Emma. Emma pun duduk tanpa protes. Ia memperhatikan laki-laki bersuara berat yang hanya berdiri di seberangnya. Dugaan Emma, seseorang pasti akan menemuinya di restoran itu. Namun, tak tahu siapa dan mengapa. Ketika seorang pelayan datang menghampiri Emma, laki-laki bersuara berat menerima panggilan telepon dan memberi nama restoran pada lawan bicaranya. Beberapa saat setelah pelayan pergi, dia menoleh ke arah pintu untuk memberi kode pada seseorang
“Apa Dad menyuruh orang untuk membawa Emma?” tanya Nate sedikit ketus pada Richard. “Ya,” jawab Richard tanpa ragu. “Kenapa kau menanyakannya?” “Untuk apa?” Nate mengabaikan pertanyaan Richard. Nate menghubungi Richard saat Emma sedang menunggu Austin di restoran bersama Jose. Awalnya, Nate meragukan kata-kata Jacob. Pasalnya, dirinya tak mengerti mengapa Richard harus menyuruh seorang kepala keamanan membawa Emma padahal Emma ingin menemui dirinya. “…, jadi aku memerintahkan Jose untuk mengamankan Emma,” jelas Richard. “Aku akan memberi yang dia inginkan jadi kau tak perlu khawatir.” “Apa?!” geram Nate dengan mata terbelalak. “Tak mungkin Emma seperti itu!” “Nathan, kau tak percaya pada ayahmu sendiri?” tantang Richard dari balik ponsel. Nate sedikit menoleh ke kanan dan kiri berkali-kali setelah mendengarkan penjelasan Richard. Seperti orang kehilangan arah, Nate mencari-cari sesuatu di sekitarnya. Jujur saja, Nate bukan seorang anak penurut. Meski telah tinggal sepanjang umu
Emma memang hidup kesusahan setelah diceraikan oleh Nate dan harta milik Sean diambil alih oleh Susan. Setelah membeli rumah kecil di Chicago agar keluarga kecilnya bisa berteduh, Emma menggunakan sisa tabungannya untuk membiayai hidup sehari-hari. Ia hampir kehabisan uang karena kesulitan mencari kerja tanpa keahlian. Sempat terpikir oleh Emma untuk menggunakan uang yang diberikan oleh Nate setelah meninggalkan kediaman Mordha. Untung saja, takdir mempertemukan dirinya dengan Ann. Nate sempat terdiam sejenak sembari membalas tatapan Emma. Laki-laki berparas tampan serta terkenal kejam mendengus kecil setelah mendengar kata-kata Emma. “Apa harga dirimu terlalu tinggi sampai tak ingin memakai uangku, Emma?” cemoohnya. “Lalu … untuk apa kau meminta uang tutup mulut?” Indra pendengar Nate dengan jelas menangkap setiap penuturan dari Richard saat menanyakan tentang Emma. Richard menuturkan dia sempat berbicara dengan Emma melalui ponsel Jose. Dia menanyakan alasan Emma datang menemui