Share

Terbukanya Gerbang Keadilan
Terbukanya Gerbang Keadilan
Penulis: Pena Kara

Bab 1.

Terlihat 50.000 pasukan lengkap dengan alat tempurnya siap untuk berperang. Berdiri dengan gagah, siap untuk menggulingkan kekaisaran Andreas. Mereka hanya menunggu aba-aba dari sang pemimpin, Sultan Umar.

“Ayo, berangkat!” Dengan suara lantang Sultan Umar berjalan pada barisan terdepan, memimpin para pasukan yang sudah siap mati di medan perang.

Ribuan kaki kuda yang berlari dengan serentak, mampu membuat tanah yang dipijaknya bergetar.

Sultan beserta pasukannya mulai meninggalkan kemah-kemah perang, kemah yang mereka gunakan untuk beristirahat di malam hari, juga digunakan untuk mengobati pasukan yang terluka parah akibat peperangan.

Kemah mereka berjarak satu kilometer dari musuh, satu kilometer adalah jarak yang ideal, karena panah-panah musuh tak mampu menjangkau jarak sejauh itu.

“Lewat sini!” teriak sang sultan mengarahkan para pasukan untuk mengikutinya, mereka menuju ke sebuah pintu gerbang.

Satu satunya jalan untuk masuk ke dalam pertahanan musuh adalah dengan cara menurunkan jembatan angkat yang berada tepat di depan pintu gerbang.

 “Berhenti!”

Perjalanan Sultan Umar berserta pasukannya terhenti di depan sebuah parit.

“Siapa yang mau menjadi umpan untuk menyeberangi parit ini? Kemudian menurunkan jembatan dari seberang sana,” tanya Sultan Umar.

"Biarkan saya yang menjadi umpan."

Semua pasukan menawarkan dirinya untuk menjadi umpan, loyalitas pasukan Sultan Umar memang tidak diragukan lagi.

Memang tidak mudah untuk mengalahkan Kaisar Andreas, pertahanan yang dibuat oleh nenek moyangnya sudah berdiri kokoh selama seribu tahun lebih.

Tiga lapis tembok besar mengelilingi kekaisaran ini, selain tinggi, tembok mereka juga dibuat sangat tebal.

Tak main-main, lapisan pertama adalah tembok setinggi empat meter dengan tebal tiga meter, yang di belakangnya langsung dilapisi oleh tembok kedua dengan tinggi delapan meter dengan tebal yang sama, dan tembok setinggi dua belas meter berada di lapisan paling belakang, jarak antar lapisan adalah tiga meter.

Para pemanah biasanya ditempatkan pada lapisan ketiga, memanah dari atas ketinggian tentu saja membuat para lawannya kewalahan.

Selain itu, pada bagian depan tembok pertama dibuat parit selebar lima meter dengan kedalaman tiga meter, ini bertujuan agar kuda-kuda lawan tak bisa menyeberang.

"Maaf Sultan, apakah tuan lupa kalau parit ini begitu lebar dan dalam? Jika memaksa kuda untuk masuk kedalam parit, maka kuda kuda kita tidak akan bisa keluar dari dalam parit." ucap salah seorang penasihat.

“Dua puluh barisan terdepan, yang memakai baju besi, kalian maju menjadi umpan! Turunlah dari kuda dan masuklah kedalam parit! Sedangkan sisanya, kalian alihkan perhatian para pemanah! Lepaskan anak panah kalian ke arah pemanah musuh! Buat mereka sibuk!”

Sultan Umar sudah memberikan perintah, lima ribu pasukan segera turun dari kuda kemudian terjun ke dalam parit.

“Maju!” terdengar semangat para prajurit yang menggebu-gebu, pedang yang haus akan darah, mereka acungkan ke arah musuh.

Sedangkan Sultan Umar bersama dengan yang lain, terus meluncurkan anak panahnya ke arah atas dinding, terus menyibukkan tim pemanah musuh.

“Alihkan pasukan ke arah jembatan!” Perintah Jenderal Sina.

Di saat kondisi perang seperti ini, Jenderal Sina mendapatkan tugas langsung dari Kaisar Andreas untuk menjaga wilayahnya.

Jenderal Sina diberikan wewenang penuh untuk mengambil keputusan tanpa harus menunggu perintah dari Kaisar Andreas.

Segera saja beberapa ratus orang siap menghadang pasukan Sultan Umar di pintu gerbang, siap menebas kepala pasukan Sultan Umar yang berusaha mendaki ke atas parit.

“Keluarkan minyak dan panah menggunakan panah api!” Jenderal Sina memberikan perintah kepada pasukan yang berdiri di atas dinding pertama.

Para bawahan Jenderal Sina menyiramkan minyak ke dalam parit, kemudian meluncurkan anak panah yang ujungnya adalah bola-bola api yang menyala.

Beberapa pasukan Sultan Umar pun terlihat basah kuyup tersiram minyak, mereka harus tunggang langgang berlarian untuk menghindari panah-panah api yang berusaha membakar tubuh mereka.

Beberapa pasukan yang terbakar, terlihat sedang menggulingkan badannya ke tanah, berusaha untuk memadamkan api yang membakar baju besinya.

Namun nahas, tanah yang mereka pijak juga sudah basah oleh minyak, berguling di atas tanah tidak akan membuat api yang membakar baju besi padam.

“Tarik semua pasukan, kita mundur!” melihat pasukannya terbakar hangus membuat Sultan Umar harus menarik mundur pasukannya.

Namun tak semudah itu, para bawahan Jenderal Sina semakin menggila, minyak yang terus mereka siramkan membuat pasukan Sultan Umar harus terbakar dalam lautan api.

“Ayo, cepat naik!” para pasukan saling bahu membahu untuk menyelamatkan temannya, ini adalah salah satu keunggulan dari pasukan Sultan Umar, mereka lebih mementingkan temannya ketimbang dirinya sendiri.

Mayat mulai bergelimpangan, tak banyak yang bisa selamat keluar dari parit, lebih dari setengah pasukan umpan harus tewas terpanggang di dalam parit yang sedang berkobar, semangat para pasukan pun juga ikut hangus terlalap api.

 “Terus panah! Jangan biarkan mereka lolos!” anak panah yang diluncurkan oleh para bawahan Jenderal Sina, terus menghujani baju besi pasukan Sultan Umar, mereka tak membiarkan musuhnya lolos begitu saja.

Sedangkan pada barisan belakang di pihak Sultan Umar, masih terus dibuat kewalahan oleh pasukan pemanah musuh yang berdiri di atas dinding ketiga, mereka masih terus jual beli serangan.

Pada kondisi seperti ini, pasukan pemanah Sultan Umar tentu saja pada posisi yang sulit, karena mereka harus memanah ke arah atas dan melawan gravitasi.

“Sultan, sebaiknya kita mundur dulu, kita tidak bisa paksakan peperangan ini, kita susun strategi baru.”

Seorang penasihat memberikan saran kepada Sultan Umar, dia adalah Azlan, satu dari beberapa orang yang menjadi penasihat perang.

“Segera selamatkan diri Anda! Jangan pedulikan kami!” terdengar suara seseorang dari dalam parit.

Sultan Umar mencoba untuk berpikir jernih, melihat kondisi pasukannya yang kocar-kacir memang tidak memungkinkan untuk memenangkan peperangan ini.

Segera Sultan Umar menarik mundur pasukannya, “Semuanya, Mundur!”

Mendengar perintah mundur keluar dari mulut sang sultan, mereka langsung memperkuat pertahanan mereka, menyimpan kembali busur panah ke belakang punggung, membuat barisan tameng untuk menghalau hujan panah yang terus meluncur ke arah mereka.

"Segera buat barisan tameng! Selamatkan para korban!" Perintah Sultan Umar

Para korban langsung dievakuasi kembali ke area perkemahan, pengobatan dan perawatan harus segera mereka dapatkan, ini bertujuan untuk menghindari bertambahnya korban jiwa pada pasukan.

"Semua korban yang masih bisa diselamatkan sudah kita bawa kembali ke area perkemahan."

"Kalau begitu tarik mundur semua pasukan."

Karena melihat kondisi para pasukannya yang kocar-kacir akhirnya Sultan Umar menarik seluruh pasukannya, mencoba untuk menyusun strategi baru untuk kembali esok hari.

“Sudah cukup!” teriak Jendral Sina. Ketikamelihat musuhnya mundur, Jenderal Sina memerintahkan anak buahnya untuk berhenti menyerang.

Beberapa pemanah dari pihaknya juga mengalami luka parah, bahkan beberapa orang juga harus tewas di tempat karena tertembus oleh anak panah para pasukan Sultan Umar.

Peperangan hari ini harus berakhir, Sultan Umar bersama pasukannya sudah berhasil dipukul mundur.

Sedangkan Jenderal Sina dan anak buahnya sengaja tak mengejar p

Kedua belah pihak lebih memilih mengobati pasukan yang terluka ketimbang melanjutkan perang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status