LOGIN“Aku bersedia, Paman.”
Katakan Adrian adalah pria gila dan nekad. Akan tetapi, Klara yang berakhir bersedia menjadi sugar baby sang ayah mantan itu sudah sama gilanya. Tatapan mata, sentuhan lembut, dan bahkan suara Adrian membuat Klara seolah tersihir hingga ia dengan mudah menyetujui penawaran itu. Senyum di bibir Adrian seketika merekah mendengar jawaban Klara, “Good girl,” ucap Adrian. Setelahnya, pria itu mengecup bibir Klara dengan cepat. “Bersiaplah, nanti malam ada acara ulang tahun perusahaan. Temani aku, dan jadilah gadis manis yang memesona. Tunjukkan pada Patryk bahwa kau pantas hadir di acara pesta itu.” Sekujur tubuh Klara meremang bukan main. Namun anehnya, ia tidak bisa marah ketika Adrian tadi mencuri kecupan dari bibirnya. Dan puncaknya adalah … ia menuruti Adrian untuk menjelma menjadi gadis yang memesona malam ini. Dengan sebuah backless dress putih yang mengikuti lekuk tubuhnya, Klara tampak sederhana, tetapi anggun. Potongan one-shoulder yang dipadukan dengan kerah yang berbentuk lilitan bahan itu memamerkan tulang selangkanya memberikan sentuhan sensual. “Cantik,” puji Adrian begitu melihat Klara melangkah dengan anggun dan malu-malu. Demi malam ini, malam pertama mereka menjadi pasangan kekasih yang terpaut usia … Adrian membawa Klara ke sebuah butik dan salon ternama. Semburat merah jambu membuat pipi Klara semakin merona. Tanpa membalas pujian Adrian, Klara berjalan menyambut uluran tangan Adrian. Dengan tuksedo hitam, dipadu dengan kemeja putih yang senada dengan gaun Klara, mereka benar-benar menjelma bagai pasangan ratu dan raja di sebuah pesta dansa. Kilau flash dari kamera, juga lampu sorot tak henti mengarah pada mereka. Adrian dan Klara benar-benar mencuri red carpet malam itu. Klara dipuji setinggi langit karena berhasil menaklukkan Adrian–duda dingin yang tidak pernah terdengar kabar kencannya. Sementara, Klara dan Adrian tidak berkata banyak, terlebih di depan awak media. “Paman, aku haus,” bisik Klara ketika mereka telah benar-benar lepas dari sorot kamera. Diam-diam, ia kurang nyaman ketika semua mata tertuju padanya. Klara butuh air untuk membasahi kerongkongannya yang kering. Sementara Klara menepi, Adrian terlihat asik menyapa kolega bisnis lain. Dengan segelas minuman di tangan, mata Klara yang bulat itu tak lepas dari figur Adrian yang bersahaja. Dalam hati, ia masih tidak habis pikir … mengapa dirinya bersedia menjadi pasangan pria matang, mapan, dan menawan itu. Saat mata Klara masih terfokus pada Adrian, tiba-tiba sepasang manusia yang paling dihindarinya dua hari ini terlihat melintas di hadapannya. Sang pria menghentikan langkah. Saking terkejut melihat Klara berdiri di sana, pria itu sampai melepaskan tautan mesranya dari sang wanita. “Klara?! Kau datang??” tanya pria itu. Sorot matanya benar-benar menggambarkan betapa terkejut ia melihat Klara. Dengusan muncul seketika di bibir Klara. Untuk menguatkan dirinya, Klara mencengkeram leher gelas minumnya sedikit lebih kuat. Ia memicing menatap sepasang pengkhianat yang sekarang sudah berani terang-terangan. “Kalian juga datang?” balas Klara seraya menatap jijik pada keduanya. Benar kata Adrian, Patryk dan Claudia memang pemain lama. Selama dua bulan mereka menjalin hubungan, tidak sekali pun Patryk pernah mengajaknya ke sebuah acara formal–terlebih acara yang sudah pasti dihadiri keluarga besarnya. Dulu, pria itu hanya mengajaknya sampai parkiran dan melihat dari jauh keluarga-keluarga Patryk yang konglomerat itu. Namun rupanya, dengan Claudia … semua berbeda. “Kau cantik sekali, Klara …,” pujian itu datang dari Claudia. “Apa seseorang mengajakmu ke sini, dan membelikanmu gaun itu?” tanyanya lagi. Meski memuji, Klara paham jika Claudia tengah bermain kata. Gadis yang baru ia tahu bermuka dua itu tengah berusaha menggiring opini buruk tentang Klara. Namun, sebelum Klara menjawab … sebuah suara bariton dan rengkuhan tangan besar melingkupi pinggulnya. “Dia datang bersamaku,” kata pria itu, membuat dua orang dihadapan mereka terkejut. “Bukankah begitu, Sayang?” Kecupan Adrian di pelipis Klara membuat gadis itu terkejut. Beruntung, ia cepat menguasai situasi. Melihat bagaimana raut Patryk dan Claudia yang tercengang, membuat Klara bagai di atas angin. Ia pun membalas rangkulan Adrian dengan merangkul balik pria gagah itu. “Kau mengagetkanku.” Klara menaikkan pandangan, dan beradu dengan mata Adrian. Beberapa detik kemudian, Klara menatap Claudia yang wajahnya berubah sedikit kecut. “Kau benar, Claudia … Paman Adrian–maksudku, pacarku yang menyiapkan semua ini.” “Pacar?” Patryk membeo. Tatapan mata yang tak santai ia tunjukkan ke arah Klara dan juga ayahnya. “Dad, kau pasti bercanda, kan?!” ujarnya nyaris berteriak. Adrian memiringkan kepalanya, menatap Patryk tegas. “Sejak kapan aku bercanda soal pasangan, Son?” “Kalian ….” Patryk dengan wajah memerah, mulai terlihat marah. Dengan kasar, ia menarik tangan Klara untuk menjauh dari Adrian. “Ayo pulang, Klara! Aku tahu, kau begini karena sedang marah padaku saja, kan?” Klara mengaduh, tapi Patryk seolah tuli dan terus menarik tangannya. Dengan suara yang dalam dan tegas, Adrian menghentikan perbuatan sang anak. “Lepaskan tanganmu, Patryk!” Tangan kekar dan berurat pria itu mencekal tangan Patryk yang menarik Klara. “Klara kekasihku sekarang. Dan aku tidak akan tinggal diam jika kekasihku kesakitan!”Pagi itu, kantor pusat Wojcik Group tampak seperti biasa: sibuk, penuh karyawan yang berlalu-lalang dengan tumpukan berkas, suara langkah sepatu, dan bunyi pintu lift yang terus berdenting.Klara berjalan dengan cepat menuju meja kerjanya sembari mencoba menata diri. Malam sebelumnya masih membekas di kepalanya, bagaimana Adrian hampir saja mencium bibirnya, lalu diselamatkan oleh dering telepon.Wajahnya merona setiap kali bayangan itu kembali. Ia menggeleng, berusaha mengusir rasa kacau yang mengganggu konsentrasinya.“Ah, sial! Aku tidak bisa melupakan malam itu lagi,” gerutunya pada dirinya sendiri.Belum sempat dia duduk, suasana kantor mendadak tegang. Beberapa staf saling melirik dan berbisik-bisik. Klara mengikuti arah pandangan mereka—Patryk.Pria itu berdiri tegak di lobby kantor mengenakan setelan jasnya rapi, tapi sorot matanya penuh amarah.Ia berjalan cepat seolah siap menerobos ke ruangan CEO. Dan benar saja, tanpa basa-basi, Patryk langsung menuju pintu ruangan Adrian,
“Ak-aku ….” Klara menelan ludahnya mendengar bisikan Adrian yang berhasil membuat degup jantungnya semakin kencang. Klara tak sanggup berkata lagi karena tubuhnya sudah lebih dulu tegang. “Kenapa wajahmu tegang sekali?” suara baritonnya pecah dalam keheningan sehingga terdengar begitu rendah dan menggetarkan. Klara kembali menelan ludahnya dengan susah payah. “Jangan bicara tentang malam itu lagi, Paman—”“Just call me Adrian. Kita sudah resmi jadi sepasang kekasih, bukan? Kenapa kau masih memanggilku dengan embel-embel itu?” bisiknya dengan wajah yang begitu dekat menatap Klara. Klara menghela napasnya lalu mengangguk pasrah. “Baiklah, Adrian. Jangan bahas soal malam itu lagi.”Bukannya merespon, Adrian justru menggeser tubuhnya dan mendekat hingga jarak mereka hanya tinggal helaan napas. Aroma parfumnya yang maskulin menyergap indera Klara hingga membuatnya sulit bernapas. Tangan Adrian nyaris menyentuh punggung tangannya, namun Klara dengan cepat menarik diri.“Aku hanya ingin
Ruangan VIP itu jauh dari hiruk pikuk pesta. Lampu redup, aroma kayu manis dari lilin aromaterapi memenuhi udara, menenangkan sekaligus memancing detak jantung yang tak menentu.Musik lembut dari grand piano di sudut ruangan terdengar samar, seakan menjadi saksi bisu bagi gejolak yang sebentar lagi meledak.Klara duduk di sofa kulit berwarna marun, tubuhnya masih tegang. Gaun putihnya yang anggun kini terasa terlalu sesak di dada.Tangannya meremas ujung roknya, matanya menatap kosong pada permukaan meja kaca di depannya.Adrian menuangkan minuman ke dua gelas kristal. Cairan amber berkilau terkena pantulan cahaya lampu. Gerakan pria itu tenang, elegan, dan menghipnotis.“Minumlah.” Adrian menyodorkan satu gelas pada Klara. Suara baritonnya lembut, tapi penuh perintah.Klara menoleh dan menatap gelas itu sebentar, lalu menerimanya.Ia meneguknya perlahan, membiarkan rasa hangat alkohol merambat ke tenggorokannya. “Aku … masih tidak percaya, Paman,” ucapnya lirih.Adrian mengangkat ali
Suasana pesta yang semula riuh dengan musik jazz dan tawa ringan para tamu mendadak menjadi tegang. Beberapa kepala mulai menoleh ke arah mereka.Tatapan mata para undangan yang semula hanya mengagumi penampilan Adrian dan Klara kini berubah penuh rasa ingin tahu.Ada yang berbisik, ada yang saling menyikut, bahkan ada yang diam-diam mengangkat ponsel untuk merekam.Klara merasakan degup jantungnya menggema di telinga. Ia tidak pernah menyangka akan ada drama seperti ini di depan publik.Tangannya yang tadi sempat digenggam kasar oleh Patryk masih terasa berdenyut.Namun genggaman protektif Adrian yang kokoh membuatnya seolah berada di benteng yang tak tergoyahkan.“Lepaskan dia, Son!” suara Adrian meninggi, begitu tajam hingga membuat beberapa pelayan tertegun di tempat.Tatapan matanya dingin, menusuk, penuh ancaman.Patryk, dengan wajah merah padam, tidak juga melepaskan Klara. “Dad, kau sudah gila! Dia itu mantan kekasihku! Bagaimana bisa kau–kau—” suaranya tercekat, nyaris patah
“Aku bersedia, Paman.”Katakan Adrian adalah pria gila dan nekad. Akan tetapi, Klara yang berakhir bersedia menjadi sugar baby sang ayah mantan itu sudah sama gilanya.Tatapan mata, sentuhan lembut, dan bahkan suara Adrian membuat Klara seolah tersihir hingga ia dengan mudah menyetujui penawaran itu. Senyum di bibir Adrian seketika merekah mendengar jawaban Klara, “Good girl,” ucap Adrian. Setelahnya, pria itu mengecup bibir Klara dengan cepat.“Bersiaplah, nanti malam ada acara ulang tahun perusahaan. Temani aku, dan jadilah gadis manis yang memesona. Tunjukkan pada Patryk bahwa kau pantas hadir di acara pesta itu.”Sekujur tubuh Klara meremang bukan main. Namun anehnya, ia tidak bisa marah ketika Adrian tadi mencuri kecupan dari bibirnya.Dan puncaknya adalah … ia menuruti Adrian untuk menjelma menjadi gadis yang memesona malam ini.Dengan sebuah backless dress putih yang mengikuti lekuk tubuhnya, Klara tampak sederhana, tetapi anggun.Potongan one-shoulder yang dipadukan dengan ke
“Tidak mungkin aku tidur dengan Paman!” Klara nyaris berteriak saking kagetnya.“Paman adalah ayahnya Patryk, tidak mungkin,” ulangnya lagi seperti orang linglung.Adrian duduk di kursi kerjanya dan menatap Klara dengan sorot mata yang tenang.Tidak ada sedikit pun keraguan atau penyangkalan. Namun, senyum tipisnya justru membuat Klara semakin panik.“Akulah yang bersamamu semalam, Klara,” tegas Adrian lagi. “Apa perlu kita ulangi agar kau ingat?”Seketika, tubuh Klara meremang tak karuan. Pangkal pahanya pun berdenyut, membayangkan hubungan tabu yang mereka lakukan semalam.“I-ini salah, Paman.” Klara menggelengkan kepalanya. Matanya sudah mengembun, karena didera panik.“Maafkan aku. Aku mabuk berat semalam. Aku tidak bermaksud menggoda Paman Adrian. Bisakah kita lupakan saja kejadian semalam?”“Melupakannya?” ulang Adrian. Wajahnya mengeras. Ia tampak tidak setuju.“Bagaimana kalau kau hamil? Kau tahu … kita tidak hanya melakukannya sekali, dan aku tidak menggunakan pengaman apa pu







