Home / Romansa / Tergoda Hasrat Ayah Mantanku / Bab 5: Kita Sama Gilanya

Share

Bab 5: Kita Sama Gilanya

last update Last Updated: 2025-09-08 15:29:39

“Aku bersedia, Paman.”

Kata-kata itu keluar dari mulut Klara seperti keputusan yang sudah dipilih sampai ke dasar tulang. Seketika ruangan itu terasa lebih sempit, napas terasa lebih berat.

Adrian menatapnya sekali lagi dengan mata yang gelap dan penuh kepastian. Ada kegilaan yang tenang di sana; keberanian yang melampaui nalar.

Katakanlah Adrian pria gila dan nekad. Namun, Klara yang akhirnya mengangguk menerima tawaran itu, nyaris sama gilanya.

Bukan karena ia tak berpikir panjang, melainkan karena di balik luka dan amarahnya, ada hasrat membalas yang menggeliat, dan tawaran Adrian seperti pisau bermata dua: sederet janji kuasa dan pengakuan yang selama ini ia rindukan.

Tatapan Adrian menelusuri setiap detail wajahnya—mata yang masih sembab, bibir yang tremor kecil—lalu senyum tipis merekah di sudut bibirnya.

“Good girl,” bisiknya rendah sekali lagi sebuah gelombang yang menohok klien rasa malu sekaligus menyisakan panas di kulit. Sebelum Klara sempat menolak, Adrian mencuri kecupan singkat di bibirnya; cepat, tegas, dan sangat mengklaim.

Kejutan itu membuat Klara terkejut—tubuhnya meremang bukan main—tetapi anehnya, bukan marah yang datang. Ada sesuatu yang lain: keputusan sudah terlanjur terbit dari hatinya.

Ia menutup matanya sebentar, menarik napas panjang, lalu merasakan lantai di bawahnya menguatkan. Ini pilihannya sekarang. Ia memilih untuk memegang kembali kendali, sekecil apa pun bentuknya.

“Bersiaplah,” ucap Adrian setelah melepaskan ciuman pendek itu. Suaranya berubah menjadi instruksi yang manis dan berbahaya sekaligus.

“Nanti malam ada acara ulang tahun perusahaan. Temani aku, jadilah gadis manis yang memesona. Tunjukkan pada Patryk bahwa kau pantas hadir di pesta itu.”

Klara terdiam. Di kepalanya berkecamuk rasa malu, amarah, dan sesuatu seperti adrenalin yang aneh. Namun, di balik semua itu, ada rencana: aku akan tunjukkan padanya. Aku akan membuatnya menyesal. Dengan tekad itu, ia mengangguk pelan.

Perubahan yang dibuat Adrian terhadapnya terasa seperti metamorfosis. Malam itu Klara mengenakan backless dress putih yang memeluk lekuk tubuhnya—sederhana namun memancarkan anggun.

Potongan one-shoulder yang lilit di leher membuka bahu dan menonjolkan tulang selangka, memberikan sentuhan sensual yang diam-diam membuatnya merasa kuat.

Rambutnya disanggul longgar, make up halus memberi kilau di pipi; ia tampak seperti potret anggun yang tak pernah ia bayangkan.

Adrian memandangnya dari ujung mata ke ujung kaki—mata itu mengendap, penuh penilaian sekaligus kebanggaan yang aneh.

“Cantik,” katanya singkat, dan pujian itu membuat pipi Klara memerah sampai ke leher.

Demi malam itu—malam pertama mereka sebagai pasangan yang terpaut usia—Adrian membawa Klara ke butik mahal, salon ternama; memberi sentuhan akhir pada penampilannya. Perasaan malu bercampur bangga saat ia menerima gaun itu dari tangan pria yang kini mengklaimnya.

Mereka keluar dari butik seperti pasangan ratu dan raja: tuksedo hitam pada Adrian, gaun putih pada Klara. Kilau lampu, kilatan kamera, dan bisik-bisik tamu membuat momen itu terasa seperti panggung kecil yang sengaja dibuat untuk mereka.

Red carpet malam itu milik mereka. Flash kamera meletup, bisik memuji menggema, dan Klara—yang semula takut dilihat—mulai merasakan sesuatu yang lain: kekuatan yang baru.

Media menyebutnya sebagai kemenangan; orang-orang menatapnya takjub. Di antara semua itu, Adrian berdiri tenang, tangannya sesekali menyentuh punggungnya, sentuhan singkat yang memberi sinyal klaim.

Ketika sorotan mulai surut, Klara menepi—hidungnya kering, bibirnya butuh air. “Paman, aku haus,” bisiknya di telinga Adrian, suaranya menipis.

Adrian memberi senyum yang membuatnya merasa aman sekaligus terikat. Ia menyapa kolega, bercakap ringan; Klara memperhatikannya, jantung berdetak saat matanya mengikuti garis tubuh pria itu. Ada kebanggaan aneh—dia berada di samping pria yang selama ini tidak pernah terdengar berkencan.

Lalu, di kerumunan yang riuh, dua sosok yang paling ia benci muncul: Patryk dan Claudia. Keduanya berjalan pelan, mata menyorot ke arah Klara. Saat melihat Klara berdiri di sana dengan gelas minuman, Patryk berhenti; raut wajahnya berubah, kaget yang jelas terpampang.

“Klara?! Kau datang??” ucapnya setengah tak percaya. Claudia memiringkan kepalanya lalu senyum palsu terlukis di wajahnya. “Kau cantik sekali, Klara. Siapa yang menyiapkanmu seperti ini?”

Klara menahan napas, jari-jarinya mengepal di sekitar gelas. Satu embusan napas, dan ia memutuskan untuk tidak menjadi korban lagi.

Sebelum dia sempat menjawab, Adrian bergerak—diam, cepat, penuh kontrol. Tangannya melingkari pinggul Klara, satu gerakan yang menegaskan kepemilikan. Suara bariton itu mengeluarkan kata yang membuat dua pengkhianat itu tercekat.

“Dia datang bersamaku,” ujar Adrian dengan suara dalam dan penuh klaim. “Bukankah begitu, Sayang?”

Kecupan ringan di pelipis Klara oleh Adrian adalah pesta kecil yang menyelamatkannya. Ia membalas rangkulan itu—tidak karena cinta, tetapi karena strategi.

Saat ia menatap ke arah Patryk dan Claudia, ada sinar di matanya yang kini bukan lagi lemah.

“Kau mengagetkanku,” bisiknya, lalu ia menegakkan dagu dan menatap Claudia dingin.

Patryk ternganga. “Pacar?” suaranya tercekat dan perubahan warna menyebar di wajahnya. “Dad, kau bercanda, kan?!”

Adrian memiringkan kepala dan tatapannya teguh menyapu putranya. “Sejak kapan aku bercanda soal pasangan, Son?” jawabnya datar.

Patryk tampak panik dan malu kemudian menarik tangan Klara kasar. “Ayo pulang, Klara! Ini hanya karena kau marah padaku saja!”

Adrian tidak menunggu. Dengan satu gerak cepat tangan kekarnya memencek tangan Patryk.

Tegas dan tanpa basa-basi dia berkata, “Lepaskan tanganmu, Patryk! Klara kekasihku sekarang. Dan aku tidak akan tinggal diam jika kekasihku kesakitan!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Icha Qazara Putri
Wah bakalan ada perang nih antara Patryk dan Adrian..
goodnovel comment avatar
Kania Putri
mampus lu patryk ngakak liat kalian kaget. ets mau apa kamu mau rebut Klara oh tidak bisa langkahi papamu dulu patryk
goodnovel comment avatar
Chiekal
marah sama elu tryk....rugi amaaat yg ada malah bersyukur Klara di jauhkan dari laki-laki modelan kamu
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Tergoda Hasrat Ayah Mantanku   Bab 76: Bukan Orang Baru

    Suasana malam yang tadinya tenang di balkon villa itu kini berubah tegang dalam sekejap.Klara masih berdiri di tempat dengan tubuh membeku, mencoba memahami ucapan terakhir Adrian yang terdengar begitu berat.Namun sebelum sempat dia bicara, Adrian bangkit dari duduknya dengan langkah cepat, wajahnya menegang, dan suara telepon masih terdengar samar dari genggamannya.“Siapa?” tanyanya tajam ke arah ponsel, suaranya mengandung nada dingin yang membuat udara seolah ikut menegang. “Apa orang yang selama ini kita curigai?”Di seberang sana, suara Alex terdengar berat. “Ya, sepertinya begitu. James. Pengusaha yang dulu pernah konflik denganmu itu.”Nama itu langsung membuat rahang Adrian mengeras. Ia melangkah ke tepi balkon, menatap langit gelap, lalu mengembuskan napas kasar. “James? Astaga ... kenapa dia lagi?”Alex menjawab dengan nada yang terdengar ragu, “Aku juga heran, Adrian. Bukankah kasusmu dengan dia sudah selesai lima tahun lalu? Waktu itu, dia bahkan menandatangani perjanji

  • Tergoda Hasrat Ayah Mantanku   Bab 75: I Need You

    “Tommy, atur meeting dengan Alex tanpa aku. Dua hari ke depan aku off dari semua jadwal,” ucapnya tegas.Klara yang tengah merapikan koper kecilnya menoleh perlahan dengan kening berkerut. Dua hari? Itu bukan waktu yang singkat.Biasanya Adrian tidak bisa jauh dari kantor lebih dari beberapa jam, bahkan saat demam pun dia masih sempat memeriksa laporan.“Aneh,” gumamnya dengan pelan.Tak lama, Adrian menutup panggilannya, lalu meletakkan ponsel di meja dan menatap Klara yang berdiri di sana, menatapnya dengan bingung. Tatapan itu membuatnya tersenyum samar.“Tanyakan saja kalau ada yang ingin ditanyakan,” ujarnya ringan sambil meraih jaket kulitnya.Klara menyilangkan tangan di dada menatap Adrian. “Aku hanya ingin tahu, kita mau ke mana?” tanyanya dengan nada setengah curiga.Adrian tersenyum tanpa menjawab langsung, lalu menepuk lembut pundaknya. “Kejutan. Tapi yang jelas, aku ingin kita berdua saja. Tidak ada panggilan kerja, tidak ada rapat, tidak ada email. Dua hari penuh untuk k

  • Tergoda Hasrat Ayah Mantanku   Bab 74: Tak Menyangka Dia ada di Sini

    Cahaya matahari menembus tirai jendela yang setengah terbuka, menyentuh wajah seorang pria yang masih terbaring lemas di ranjangnya.Udara pagi bercampur aroma kopi dan roti panggang menyusup lembut ke dalam kamar, memaksa kelopak mata Adrian yang berat untuk perlahan membuka.Ia mengerjap beberapa kali, berusaha menyesuaikan pandangannya dengan cahaya yang masuk.Kepalanya terasa berat seperti dipukul benda tumpul, dan tenggorokannya kering seperti padang pasir. Dengan geraman pelan, ia menepuk dahinya sendiri.“Sial …,” gumamnya serak. “Aku pasti mabuk berat semalam.”Ia menegakkan tubuh perlahan dan mengusap wajah dengan kedua tangannya, lalu menarik napas dalam.Di sela pening yang masih menggantung, hidungnya menangkap aroma yang begitu familiar, aroma masakan rumahan, hangat dan menenangkan.Dahi Adrian berkerut. Siapa yang masak di apartemenku pagi-pagi begini?Ia menurunkan kakinya dari ranjang, lalu melangkah gontai keluar kamar.Setiap langkah terdengar berat dan malas, hing

  • Tergoda Hasrat Ayah Mantanku   Bab 73: Kalah oleh Satu Perempuan

    Lampu-lampu kota berpendar di balik kaca mobil yang melaju pelan di antara gerimis tipis malam itu.Hujan baru saja reda, meninggalkan aroma tanah basah yang samar menembus kabin.Dari kursi belakang, Alex mendengar suara berat, parau, dan berantakan—suara yang sudah terlalu sering ia dengar dalam keadaan seperti ini.“Kla ... ra ….” Adrian bergumam, nadanya lirih namun penuh kerinduan yang menyayat.Alex menatapnya dari kaca spion lalu menggeleng lemah. “Astaga, Adrian. Kau benar-benar tidak berubah. Setiap kali jatuh cinta, kau seperti orang kehilangan akal.”Di kursi belakang, Adrian bersandar dengan mata setengah terbuka. Dasi di lehernya terlepas, kemejanya kusut, dan aroma alkohol begitu kuat memenuhi udara. Matanya yang merah menatap kosong ke luar jendela.“Kau tahu, Alex ... dia itu ... luar biasa,” ucap Adrian dengan suara serak, nyaris seperti gumaman. “Klara ... dia ... seperti cahaya di hidupku. Tapi kenapa ... dia masih ragu padaku?”Alex menghela napas berat sambil mena

  • Tergoda Hasrat Ayah Mantanku   Bab 72: Harapan Alana untuk Klara

    Waktu sudah menunjuk angka lima sore ketika Klara tiba di rumah sang mama—Alana.Klara menatap sekeliling rumah yang sudah lama tak ia kunjungi. Aroma khas kayu tua dan wangi melati dari vas di meja mengingatkannya pada masa kecilnya. Suara langkah kaki membuatnya menoleh.“Klara?” suara lembut itu terdengar begitu akrab disertai sedikit nada tak percaya.Klara berbalik. Di ambang pintu, berdiri seorang wanita yang tengah menatapnya penuh haru.“Mama,” ucap Klara pelan sebelum bibir Alana tertarik dalam senyum yang penuh rindu.Alana melangkah cepat, memeluk putrinya dengan erat. “Akhirnya kau pulang juga, Nak. Mama pikir kau benar-benar sudah melupakan rumah ini.”Klara terkekeh kecil sambil membalas pelukan itu. “Aku hanya butuh waktu, Ma.”“Waktu untuk apa?” tanya Alana sambil menatap wajah Klara dengan penuh keingintahuan. “Waktu untuk sembuh, atau waktu untuk lari dari sesuatu?”Klara menghela napas kasar. “Mungkin dua-duanya.”Mereka lalu duduk di ruang tamu. Alana menuangkan te

  • Tergoda Hasrat Ayah Mantanku   Bab 71: Aku juga Butuh Waktu

    Pagi itu, langit kota tampak cerah dan menyilaukan, tapi suasana hati Klara justru mendung.Di tangannya tergenggam segelas kopi panas yang sudah dingin sebelum sempat dihabiskan.Langkahnya melangkah menyusuri koridor Wijck Group dengan pandangan kosong, melewati barisan karyawan yang sibuk dengan rutinitas mereka masing-masing.Sudah tiga hari Adrian tak memberi kabar apa pun sejak panggilan terakhir mereka. Tidak ada pesan, tidak ada telepon, bahkan tanda-tanda keberadaannya pun lenyap.Ia hanya menerima kabar dari Alex bahwa Adrian masih di luar negeri mengurus proyek yang bermasalah. Tapi, rasa rindu dan cemas yang menumpuk di dada Klara tak bisa ia redam begitu saja.Namun, langkahnya mendadak terhenti.Sosok tinggi dengan setelan jas gelap itu baru saja keluar dari ruang meeting bersama beberapa petinggi perusahaan.Senyum tipis terlukis di wajah pria itu—senyum yang selama ini membuat jantung Klara berdetak tak beraturan. Adrian Wijck.Ia sudah pulang.Tapi, kenapa pria itu bi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status