Share

Bab 6: Dendam Patryk

last update Last Updated: 2025-09-08 15:29:42

Suasana pesta yang semula riuh dengan musik jazz dan tawa ringan para tamu mendadak menjadi tegang. Beberapa kepala mulai menoleh ke arah mereka.

Tatapan mata para undangan yang semula hanya mengagumi penampilan Adrian dan Klara kini berubah penuh rasa ingin tahu.

Ada yang berbisik, ada yang saling menyikut, bahkan ada yang diam-diam mengangkat ponsel untuk merekam.

Klara merasakan degup jantungnya menggema di telinga. Ia tidak pernah menyangka akan ada drama seperti ini di depan publik.

Tangannya yang tadi sempat digenggam kasar oleh Patryk masih terasa berdenyut.

Namun genggaman protektif Adrian yang kokoh membuatnya seolah berada di benteng yang tak tergoyahkan.

“Lepaskan dia, Son!” suara Adrian meninggi, begitu tajam hingga membuat beberapa pelayan tertegun di tempat.

Tatapan matanya dingin, menusuk, penuh ancaman.

Patryk, dengan wajah merah padam, tidak juga melepaskan Klara. “Dad, kau sudah gila! Dia itu mantan kekasihku! Bagaimana bisa kau–kau—” suaranya tercekat, nyaris patah oleh kemarahan dan rasa jijik yang bercampur.

“Kau benar-benar tidak punya malu!”

Klara menahan napas. Kata-kata itu seperti cambuk yang diarahkan padanya. Namun sebelum luka itu sempat meresap, Adrian lebih dulu menepisnya.

“Perhatikan ucapanmu, Patryk.” Adrian mendekat hingga jarak mereka kini hanya beberapa inci.

Suara bariton itu terdengar dalam, terukur, dan berbahaya. “Klara bukan lagi urusanmu. Kau sudah kehilangan hak untuk menyinggungnya sejak malam itu kau memilih mengkhianatinya dengan sepupunya sendiri.”

Patryk terbelalak. Wajahnya pucat mendengar sang ayah secara terang-terangan menyinggung aibnya.

Ia buru-buru menoleh ke sekeliling, menyadari banyak telinga yang mendengar. Claudia, yang sejak tadi berusaha menahan diri, segera menyambar tangan Patryk untuk menenangkannya.

“Patryk, jangan di sini … semua orang melihat,” bisik Claudia, mencoba menahan kekasihnya yang mulai kehilangan kendali.

Namun, bukannya tenang, Patryk malah semakin berang. “Kau pikir aku akan diam saja melihat ayahku–lelaki yang seharusnya jadi panutan justru malah merebut mantan kekasihku?! Ini memalukan!”

Adrian tersenyum tipis. Senyum yang lebih mirip ancaman ketimbang ekspresi tulus.

“Jika bagimu ini memalukan, maka itu urusanmu. Bagiku, Klara adalah pilihan. Aku tidak pernah menyesalinya.”

Klara merasakan tubuhnya meremang. Ada ketegasan dalam setiap kata Adrian yang membuatnya seolah terlindung, tapi sekaligus ketakutan akan apa yang akan terjadi selanjutnya.

Claudia, yang tak tahan lagi hanya jadi penonton, akhirnya angkat bicara. “Klara … apakah kau sungguh-sungguh rela dijadikan mainan seorang duda berusia hampir dua kali lipat usiamu? Kau yakin ini bukan hanya karena uang dan kemewahan yang ia berikan?”

Pertanyaan itu menusuk seperti belati. Beberapa tamu yang berbisik kini semakin gaduh, jelas menunggu jawaban Klara.

Klara menarik napas dalam. Ia ingin sekali menjawab dengan dingin, menegaskan bahwa hubungannya dengan Adrian bukan sekadar transaksi, tetapi lebih dari itu.

Namun, ia sadar, terlalu banyak pasang mata di sini. Menyatakan apa adanya justru bisa menambah bahan bakar gosip.

Untungnya, Adrian kembali mengambil alih. “Claudia, kau tidak berhak berbicara soal harga diri atau cinta, karena semua orang di sini tahu kau hanyalah wanita oportunis yang selalu mencari siapa pria kaya berikutnya untuk kau jadikan pijakan.”

Wajah Claudia seketika menegang. Ia tidak menyangka Adrian akan menyerang balik sekeras itu. “Kau keterlaluan, Paman Adrian,” gumamnya pelan, tapi matanya berkilat penuh dendam.

Sementara itu, Patryk semakin tersudut. “Kau … benar-benar sudah gila, Dad. Apa kau tidak sadar betapa menjijikkannya ini terlihat?”

Adrian mengangkat dagu, menatap putranya dengan wibawa yang dingin. “Yang menjijikkan adalah seorang pria muda kaya raya yang seharusnya memiliki segalanya, tetapi memilih mengkhianati gadis polos yang mencintainya.

“Kau kehilangan Klara karena kebodohanmu sendiri, Son. Dan sekarang, dia bersamaku. Suka atau tidak, terimalah kenyataan itu.”

Klara menahan diri agar tidak gemetar. Suara Adrian terdengar seperti palu godam, menghantam harga diri Patryk di depan umum.

Patryk hampir menerjang ayahnya, tapi Claudia segera menahan lengannya. “Tidak di sini, Patryk! Jangan buat dirimu hancur!” katanya dengan suara bergetar, setengah memohon.

Menyadari situasi hampir tak terkendali, Adrian menarik Klara mendekat ke tubuhnya. “Ayo, Sayang. Kita tidak perlu buang waktu dengan orang-orang yang tak tahu tempatnya.”

Dengan anggun namun tegas, Adrian menuntun Klara meninggalkan kerumunan.

Kilatan kamera semakin gencar mengikuti mereka, membuat gosip malam itu dipastikan akan meledak keesokan harinya.

Begitu tiba di ruang privat VIP yang disediakan khusus untuk Adrian, Klara langsung melepaskan napas panjang yang sejak tadi tertahan.

Tangannya sedikit bergetar, masih merasakan sisa cekalan kasar Patryk di pergelangan.

“Paman … aku—” suaranya serak nyaris pecah.

Adrian segera meraih tangannya dan menatapnya dalam. “Kau tidak perlu berkata apa pun, Klara. Kau sudah cukup kuat tadi. Aku bangga padamu.”

Tatapan mata Adrian membuat hatinya semakin berdebar.

Namun, bersamaan dengan itu, perasaan bersalah menelusup. “Tapi … semua orang melihat. Mereka pasti akan … membicarakan kita.”

Senyum Adrian terbit, sinis namun menenangkan. “Biarkan mereka berbicara. Dunia bisnis sudah terbiasa dengan skandal. Yang penting, aku tidak akan melepaskanmu. Selama aku ada, tidak ada seorang pun bahkan Patryk yang bisa menyakitimu.”

Klara menunduk, berusaha menyembunyikan rona di pipinya.

Kata-kata Adrian terdengar begitu posesif, tetapi entah mengapa ada bagian dari dirinya yang merasakan kenyamanan di dalamnya.

“Paman … aku takut,” akhirnya ia jujur. “Patryk tidak akan tinggal diam begitu saja. Aku mengenalnya begitu pun dengan Paman. Ia pasti akan mencari cara untuk membalas.”

Adrian mengangkat dagu Klara dengan ujung jarinya, memaksa gadis itu agar menatap ke arahnya.

“Biarkan dia mencoba. Setiap langkahnya hanya akan memperlihatkan kelemahannya. Aku sudah terlalu lama membiarkannya merasa punya kuasa atas hidupku. Sekarang waktunya dia tahu siapa sebenarnya Adrian Wojcik.”

Kalimat itu keluar seperti sumpah. Mata Adrian berkilat, dingin, penuh tekad.

Klara merasakan sesuatu bergetar di dadanya. Bukan hanya karena hasrat, tetapi juga ketakjuban.

Ia menyadari satu hal: Adrian bukan pria biasa. Ia adalah pria berbahaya yang bisa menghancurkan siapa saja yang menentangnya.

Dan malam ini, dengan pengakuan di depan umum bahwa ia adalah kekasih Adrian, Klara telah resmi masuk ke dalam lingkaran permainan kekuasaan yang mematikan.

**

Di sisi lain ballroom, Patryk menatap punggung ayahnya yang menjauh bersama Klara. Tangannya mengepal hingga buku-buku jarinya memutih.

Claudia menggenggam lengannya, mencoba menenangkannya, tapi tatapannya tetap membara.

“Dia akan menyesal, Claudia. Percayalah … aku akan membuat mereka berdua menyesal telah mempermalukanku di depan semua orang.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (5)
goodnovel comment avatar
Mispri Yani
ini mah maling teriak maling kamu sendiri yang salah Patryk kenapa kmu yang heboh urusan hati ayahmu kamu ngga bisa nyalahin pilihan nya toh kamu juga udah salah milih
goodnovel comment avatar
yesi rahmawati
Idih, pdahal Patrick sendiri yang memulai pertengkaran di depan publik. Harusnya kamu malu Patrick udah bikin skandal
goodnovel comment avatar
Icha Qazara Putri
Itu karena ulah mu sendiri Patryk, jangan menyalahkan orang lain..
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Tergoda Hasrat Ayah Mantanku   Bab 76: Bukan Orang Baru

    Suasana malam yang tadinya tenang di balkon villa itu kini berubah tegang dalam sekejap.Klara masih berdiri di tempat dengan tubuh membeku, mencoba memahami ucapan terakhir Adrian yang terdengar begitu berat.Namun sebelum sempat dia bicara, Adrian bangkit dari duduknya dengan langkah cepat, wajahnya menegang, dan suara telepon masih terdengar samar dari genggamannya.“Siapa?” tanyanya tajam ke arah ponsel, suaranya mengandung nada dingin yang membuat udara seolah ikut menegang. “Apa orang yang selama ini kita curigai?”Di seberang sana, suara Alex terdengar berat. “Ya, sepertinya begitu. James. Pengusaha yang dulu pernah konflik denganmu itu.”Nama itu langsung membuat rahang Adrian mengeras. Ia melangkah ke tepi balkon, menatap langit gelap, lalu mengembuskan napas kasar. “James? Astaga ... kenapa dia lagi?”Alex menjawab dengan nada yang terdengar ragu, “Aku juga heran, Adrian. Bukankah kasusmu dengan dia sudah selesai lima tahun lalu? Waktu itu, dia bahkan menandatangani perjanji

  • Tergoda Hasrat Ayah Mantanku   Bab 75: I Need You

    “Tommy, atur meeting dengan Alex tanpa aku. Dua hari ke depan aku off dari semua jadwal,” ucapnya tegas.Klara yang tengah merapikan koper kecilnya menoleh perlahan dengan kening berkerut. Dua hari? Itu bukan waktu yang singkat.Biasanya Adrian tidak bisa jauh dari kantor lebih dari beberapa jam, bahkan saat demam pun dia masih sempat memeriksa laporan.“Aneh,” gumamnya dengan pelan.Tak lama, Adrian menutup panggilannya, lalu meletakkan ponsel di meja dan menatap Klara yang berdiri di sana, menatapnya dengan bingung. Tatapan itu membuatnya tersenyum samar.“Tanyakan saja kalau ada yang ingin ditanyakan,” ujarnya ringan sambil meraih jaket kulitnya.Klara menyilangkan tangan di dada menatap Adrian. “Aku hanya ingin tahu, kita mau ke mana?” tanyanya dengan nada setengah curiga.Adrian tersenyum tanpa menjawab langsung, lalu menepuk lembut pundaknya. “Kejutan. Tapi yang jelas, aku ingin kita berdua saja. Tidak ada panggilan kerja, tidak ada rapat, tidak ada email. Dua hari penuh untuk k

  • Tergoda Hasrat Ayah Mantanku   Bab 74: Tak Menyangka Dia ada di Sini

    Cahaya matahari menembus tirai jendela yang setengah terbuka, menyentuh wajah seorang pria yang masih terbaring lemas di ranjangnya.Udara pagi bercampur aroma kopi dan roti panggang menyusup lembut ke dalam kamar, memaksa kelopak mata Adrian yang berat untuk perlahan membuka.Ia mengerjap beberapa kali, berusaha menyesuaikan pandangannya dengan cahaya yang masuk.Kepalanya terasa berat seperti dipukul benda tumpul, dan tenggorokannya kering seperti padang pasir. Dengan geraman pelan, ia menepuk dahinya sendiri.“Sial …,” gumamnya serak. “Aku pasti mabuk berat semalam.”Ia menegakkan tubuh perlahan dan mengusap wajah dengan kedua tangannya, lalu menarik napas dalam.Di sela pening yang masih menggantung, hidungnya menangkap aroma yang begitu familiar, aroma masakan rumahan, hangat dan menenangkan.Dahi Adrian berkerut. Siapa yang masak di apartemenku pagi-pagi begini?Ia menurunkan kakinya dari ranjang, lalu melangkah gontai keluar kamar.Setiap langkah terdengar berat dan malas, hing

  • Tergoda Hasrat Ayah Mantanku   Bab 73: Kalah oleh Satu Perempuan

    Lampu-lampu kota berpendar di balik kaca mobil yang melaju pelan di antara gerimis tipis malam itu.Hujan baru saja reda, meninggalkan aroma tanah basah yang samar menembus kabin.Dari kursi belakang, Alex mendengar suara berat, parau, dan berantakan—suara yang sudah terlalu sering ia dengar dalam keadaan seperti ini.“Kla ... ra ….” Adrian bergumam, nadanya lirih namun penuh kerinduan yang menyayat.Alex menatapnya dari kaca spion lalu menggeleng lemah. “Astaga, Adrian. Kau benar-benar tidak berubah. Setiap kali jatuh cinta, kau seperti orang kehilangan akal.”Di kursi belakang, Adrian bersandar dengan mata setengah terbuka. Dasi di lehernya terlepas, kemejanya kusut, dan aroma alkohol begitu kuat memenuhi udara. Matanya yang merah menatap kosong ke luar jendela.“Kau tahu, Alex ... dia itu ... luar biasa,” ucap Adrian dengan suara serak, nyaris seperti gumaman. “Klara ... dia ... seperti cahaya di hidupku. Tapi kenapa ... dia masih ragu padaku?”Alex menghela napas berat sambil mena

  • Tergoda Hasrat Ayah Mantanku   Bab 72: Harapan Alana untuk Klara

    Waktu sudah menunjuk angka lima sore ketika Klara tiba di rumah sang mama—Alana.Klara menatap sekeliling rumah yang sudah lama tak ia kunjungi. Aroma khas kayu tua dan wangi melati dari vas di meja mengingatkannya pada masa kecilnya. Suara langkah kaki membuatnya menoleh.“Klara?” suara lembut itu terdengar begitu akrab disertai sedikit nada tak percaya.Klara berbalik. Di ambang pintu, berdiri seorang wanita yang tengah menatapnya penuh haru.“Mama,” ucap Klara pelan sebelum bibir Alana tertarik dalam senyum yang penuh rindu.Alana melangkah cepat, memeluk putrinya dengan erat. “Akhirnya kau pulang juga, Nak. Mama pikir kau benar-benar sudah melupakan rumah ini.”Klara terkekeh kecil sambil membalas pelukan itu. “Aku hanya butuh waktu, Ma.”“Waktu untuk apa?” tanya Alana sambil menatap wajah Klara dengan penuh keingintahuan. “Waktu untuk sembuh, atau waktu untuk lari dari sesuatu?”Klara menghela napas kasar. “Mungkin dua-duanya.”Mereka lalu duduk di ruang tamu. Alana menuangkan te

  • Tergoda Hasrat Ayah Mantanku   Bab 71: Aku juga Butuh Waktu

    Pagi itu, langit kota tampak cerah dan menyilaukan, tapi suasana hati Klara justru mendung.Di tangannya tergenggam segelas kopi panas yang sudah dingin sebelum sempat dihabiskan.Langkahnya melangkah menyusuri koridor Wijck Group dengan pandangan kosong, melewati barisan karyawan yang sibuk dengan rutinitas mereka masing-masing.Sudah tiga hari Adrian tak memberi kabar apa pun sejak panggilan terakhir mereka. Tidak ada pesan, tidak ada telepon, bahkan tanda-tanda keberadaannya pun lenyap.Ia hanya menerima kabar dari Alex bahwa Adrian masih di luar negeri mengurus proyek yang bermasalah. Tapi, rasa rindu dan cemas yang menumpuk di dada Klara tak bisa ia redam begitu saja.Namun, langkahnya mendadak terhenti.Sosok tinggi dengan setelan jas gelap itu baru saja keluar dari ruang meeting bersama beberapa petinggi perusahaan.Senyum tipis terlukis di wajah pria itu—senyum yang selama ini membuat jantung Klara berdetak tak beraturan. Adrian Wijck.Ia sudah pulang.Tapi, kenapa pria itu bi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status