LOGINKlara Zielinska, wanita cantik berusia dua puluh tiga tahun tidak menyangka kekasihnya akan bermain gila dengan sepupunya sendiri di malam ulang tahunnya. Sakit hati karena pengkhianatan, Klara pergi ke sebuah club yang ada di hotel dan minum terlalu banyak. Ocehan tak jelasnya membawa Adrian menghampirinya lalu terjadilah obrolan singkat hingga berujung pada kenikmatan di malam itu. Tak berhenti sampai di situ. Klara seakan ingin menghilang saat tahu pria yang tidur dengannya ternyata ayah dari mantan kekasihnya. Klara ingin melupakan, justru Adrian meminta untuk melanjutkan. Namun, siapa sangka jika akhirnya Klara luluh dan tergoda hasrat memabukkan dari ayah mantan kekasihnya itu?
View More“Eugh, pelan-pelan, Pat. Kau bisa merusak gaunku.”
“Aku akan membelikanmu gaun baru,” sahut suara pria yang terdengar serak. “Kita tidak punya banyak waktu, Klara sebentar lagi akan sampai.” Wajah Klara memucat ketika mendengar namanya disebut. Percakapan yang diiringi desahan-desahan itu terdengar menggelikan di telinganya. Ketika erangan itu semakin meliar dan terdengar keras, Klara pun tidak tahan untuk membuka lebar pintu kamar hotel yang kebetulan tidak ditutup rapat. Brak! “K-kalian?!” Dugaan Klara ternyata tepat. Patryk, kekasihnya terlihat sedang menguasai Claudia, sepupu yang paling dia percaya selama ini. Dua sosok yang dia pikir setia, justru terlihat begitu mesra bahkan nyaris telanjang bulat dan menempel bagai lintah. “Klara, aku bisa jelaskan. Ini salah paham.” Patryk buru-buru menghampiri Klara. Pria itu mencoba meraih tangannya, tetapi Klara menepisnya dengan cepat. “Jangan sentuh aku!” geramnya. “Jadi, pengkhianatan ini yang kau sebut hadiah ulang tahun?!” Patryk terdiam, sementara Claudia berjalan menghampiri mereka setelah membalut tubuhnya dengan selimut. “Sudahlah, Klara, tidak usah drama,” kata Claudia sembari melipat tangan di dadanya. “Kau memang tidak pantas mendapat hadiah indah dari Patryk. Kau tidak lebih dari gadis culun yang hanya dimanfaatkan!” Sontak mata Patryk membola mendengar ucapan Claudia tadi. “Claudia!” ujarnya memperingatkan. “Kenapa, Sayang? Memang begitu adanya, kan?” ucap Claudia sambil tersenyum licik. “Dua tahun, Patryk! Dua tahun kita bersama dan kau mengkhianatiku? Dan apa tadi? Kau hanya ingin memanfaatkanku saja? Apa maksudmu?!” pekik Klara tidak terima. “Klara aku—” Klara membuang muka. Wajah memelas Patryk hanya membuatnya mual. Meski rasa sakit di hatinya membuat matanya terasa panas, tapi Klara berusaha agar air matanya tidak tumpah. Dia tidak sudi menangis di hadapan dua orang yang telah mengkhianatinya. “Silakan lanjutkan kegiatan kalian yang menjijikkan itu!” Ia menatap Patryk, mengultimatum dengan tegas. “Mulai sekarang, hubungan kita berakhir, Pat!” Tidak membuang waktu, Klara meninggalkan kamar hotel dengan langkah cepat. Ia menyetop taksi di lobi, lalu menyebutkan nama sebuah tempat. Satu-satunya yang terpikir oleh Klara adalah melarikan diri. Dan, di sinilah dia sekarang. Di sebuah kelab malam. “Tequila, satu!” pintanya pada bartender. Ia terus meminta gelasnya diisi tiap kali minuman pahit itu tandas. Klara tidak sadar, seorang pria berjas rapi, tampan, punya tatapan setajam elang sedari tadi menatap ke arahnya. Tepat ketika Klara ingin menambah cairan memabukkan itu lagi, pria itu menghentikannya. “Apa kau gila, huh? Kau bisa membunuh dirimu!” Klara yang sudah merasakan kepalanya berat, memicingkan mata ke arah pria tersebut. Ia terkekeh, lalu berusaha duduk tegak meski sempoyongan. “Hei, tampan. Siapa kau?” racaunya sambil memperhatikan wajah pria di hadapannya itu. “Ah, itu tidak penting … bukankah semua pria sama saja? Sama-sama brengsek!” katanya lalu memberikan pukulan ke dada pria itu. Tenaga Klara yang sudah mabuk tentu bukan masalah. Badan tegap dan atletis itu tidak merasa sakit ataupun goyah karena pukulan-pukulan kecil Klara. “Di mana kamarmu? Ayo, biar kuantar,” ajak pria itu. Ia mengaitkan tangannya ke bawah ketiak Klara, lalu memapah gadis itu. “Tidak mau! Aku tidak sudi kembali ke sana! Si Brengsek Patryk pasti sedang melakukan hubungan menjijikkan itu di mana-mana!” Klara berontak. Ia berhasil menghentikan langkah pria yang akan membawanya. “Kalau begitu, ayo kuantar pulang.” Lagi, pria bersuara bariton itu mencoba membujuk Klara. Klara terkekeh. “Pulang ke mana?” Ia menjeda lagi dengan tawa. “Aku bahkan tidak punya rumah. Ehm, atau … bolehkah aku ke tempatmu? Aku janji akan jadi gadis manis.” Ia mengerjapkan kedua matanya kemudian terkekeh lagi. “Kau sepertinya sudah benar-benar mabuk, Klara,” ujar pria itu. Ia berusaha merogoh saku untuk mencari ponselnya. Namun sayang, belitan tangan Klara yang tiba-tiba mencegahnya. “Kau kenal aku?” tanyanya heran. “Pertanyaan bodoh, tentu saja aku mengenalmu!” sahut pria itu dengan nada tegas. Klara memiringkan kepalanya, mencoba mengingat sosok pria di hadapannya itu. Namun, kesadarannya yang menipis sama sekali tidak membantu. Selama beberapa detik, gadis itu terus menatap dalam pria yang jauh lebih tinggi darinya itu. Posisi mereka yang begitu dekat, membuat keduanya merasakan panas di sekujur tubuh. “Badanmu bagus,” puji Klara. Tangannya mulai bergerilya di atas dada tegap pria itu. “Kau juga harum…,” lanjutnya lagi. Kali ini ia menempelkan hidungnya ke ceruk leher pria itu. Embusan napas Klara yang hangat, sentuhan lembut yang terasa di antara nyata dan tidak itu justru mulai membuat tubuh pria itu terbakar. Klara yang sudah mabuk benar-benar semakin liar tidak terkendali. “Hentikan, Klara, atau kau akan menyesal….” Andai saja Klara tahu, ia adalah pria yang sangat normal. Gerakan Klara yang seduktif membuat pria itu sangat tidak nyaman. “Aku tau kau menikmatinya juga. Aku bisa merasakan milikmu mengeras di bawah sana.” Klara berjinjit lalu menempelkan bibirnya ke bibir pria itu dan berbisik sensual. Entah apa yang merasukinya saat ini, tapi yang jelas, sesuatu dalam dirinya seolah baru saja meledak. Tanpa berpikir panjang, Klara kemudian memagut lembut bibir pria itu. Klara bisa merasakan, pria itu semula tidak merespons. Namun, kelihaiannya membuat sang lawan lama kelamaan membalas dengan sama panas. “Klara, kau masih punya pilihan jika ingin menghentikannya sebelum–” Cup! Klara membungkam pria itu dengan sebuah kecupan. “Aku menginginkannya.” Dan ketika persetujuan itu terucap, dua insan itu pun bergerak semakin dalam. Pria itu menarik tangan Klara dan membawanya ke kamar hotel yang sudah dia pesan. Begitu tiba di sana, tidak ada lagi jeda di antara mereka. Klara mencium brutal pria tampan itu dengan desahan yang membuat pria itu mengumpat kasar. “Sial!” Klara menjadi begitu agresif karena pengaruh minuman. Namun hal itu justru semakin memantik hasrat sang pria. “Ahh….” Pria itu tahu, ini adalah yang pertama untuk Klara. Miliknya kesusahan menerobos, membuat Klara menitikkan air mata karena perpaduan rasa perih dan asing. “Rileks, Sayang. Aku akan melakukannya perlahan.” Sesuai janjinya, pria itu benar-benar lihai membuat Klara terbuai. Tubuh Klara yang semula menegang, perlahan melentur dan sanggup mengikuti ritme pria itu yang tidak beraturan. Erangan dan decakan tidak berhenti terdengar di kamar hotel president suite itu. Klara menyerah lebih dulu, baru diikuti ejakulasi sang pria yang tidak lagi tertahan. Di akhir pergulatan, Klara langsung tertidur pulas. Sementara pria itu langsung menghubungi seseorang melalui telepon. “Cari tahu informasi mengenai Klara.” Mata pria itu menatap penuh ke arah Klara yang masih pulas. “Terutama sudah sejauh apa hubungannya dengan… anakku!”Dua minggu kemudian. Jam di dinding kamar menunjukkan pukul dua tepat ketika Klara terbangun dengan tarikan napas yang terputus.Keringat dingin membasahi pelipisnya. Rasa nyeri itu datang tiba-tiba, menekan dari dalam, membuatnya meringis dan refleks memegangi perutnya yang sudah sangat besar.“Adrian,” panggilnya dengan nada lirih.Adrian yang tertidur di sampingnya langsung terjaga. Begitu melihat wajah Klara yang pucat dan menahan sakit, rasa kantuknya lenyap seketika. “Kenapa, Sayang?” tanyanya panik sambil bangkit duduk.“Sakit … perutku sakit sekali,” jawab Klara dengan napas yang tersengal.Jantung Adrian dengan berdegup kencang. Ia langsung meraih ponsel di meja samping ranjang, tangannya sedikit gemetar saat menghubungi sopirnya. “Nyalakan mobil, kita ke rumah sakit sekarang juga!”Dia lalu kembali ke sisi Klara untuk membantu istrinya duduk. Wajah Klara meringis saat kontraksi kembali datang, kali ini lebih kuat.Adrian menelan ludah, lalu menggendong tubuh Klara dengan hat
Satu bulan setelah penangkapan itu, ruang sidang kembali dipenuhi suasana tegang. Kali ini bukan Patryk yang duduk di kursi terdakwa, melainkan James, pria yang selama bertahun-tahun hidup dalam bayang-bayang dendam, kebohongan, dan kejahatan yang terakumulasi seperti bom waktu.Penyelidikan mendalam membuka satu demi satu lapisan dosanya: penipuan berlapis lintas negara, pemalsuan identitas, penggelapan dana dalam jumlah besar, pembunuhan, dan keterlibatan dalam jaringan kriminal yang selama ini luput dari jerat hukum.Semua bukti mengarah pada satu kesimpulan yang tak terbantahkan.Hukuman mati.Adrian duduk di bangku pengunjung dengan punggung tegak dan rahang yang mengeras. Ia menyimak setiap kata yang keluar dari mulut hakim, kalimat demi kalimat yang terasa panjang, berat, namun tegas.Ketika palu diketuk dan vonis itu resmi dibacakan, ruangan seketika hening. Tidak ada sorak, tidak ada isak. Hanya keheningan yang memadat, seolah semua orang di sana menyadari bahwa sebuah babak
Sirene meraung memecah keheningan lorong tua itu. Cahaya merah-biru memantul di dinding kusam, membuat bayangan bergerak liar seperti kenangan buruk yang berusaha kabur.James tertegun, matanya melebar saat beberapa sosok berseragam menyerbu dari dua arah.Dalam hitungan detik, moncong senapan dengan bidikan infra merah mengunci seluruh tubuhnya, dada, bahu, tangan yang masih menggenggam pistol.“Letakkan senjata!” bentak seorang polisi dengan suara tegas.James langsung membeku. Tangannya bergetar, keringat mengalir dari pelipisnya. Tatapannya beralih dari bidikan merah ke wajah Adrian yang berdiri tak jauh darinya. Ada kebencian yang menggelegak, ada pula ketidakpercayaan.Namun di hadapan kekuatan yang mengepungnya, kesombongan itu runtuh. Dengan gerakan lambat dan enggan, James menjatuhkan pistol ke lantai berdebu. Senjata itu memantul sekali, lalu berhenti seperti akhir dari sebuah pelarian panjang.Adrian mengembuskan napas yang sedari tadi tertahan. Ia menoleh ke sisi lorong, m
Gedung itu berdiri seperti bangkai masa lalu begitu kusam, berdebu, dan nyaris runtuh. Cat dindingnya mengelupas, memperlihatkan beton kelabu yang retak-retak. Bau apek bercampur tanah lembap memenuhi udara, membuat siapa pun yang masuk akan langsung tahu bahwa tempat ini sudah lama ditinggalkan. Tak ada kehidupan di sana, kecuali satu bayangan dendam yang bersembunyi di dalamnya.Adrian berdiri di ujung lorong sempit, langkahnya terhenti sejenak. Matanya menyapu sekitar, memastikan setiap sudut. Lampu-lampu tua menggantung mati, hanya cahaya senja yang menembus dari celah jendela pecah, menciptakan bayangan panjang di lantai yang dipenuhi puing. Di ujung lorong itu, sebuah sosok berdiri membelakanginya, James.Adrian melangkah maju. Sepatu kulitnya menginjak pecahan kaca dan debu, menghasilkan bunyi pelan namun cukup untuk membuat James menoleh. Seketika itu juga, wajah James berubah. Matanya melebar, jelas terkejut.“Kau?” desis James, suaranya serak. “Bagaimana kau bisa tahu aku
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
reviewsMore